BAB I
PENDAHULUAN
Belakangan
ini banyak orang tua, bahkan tenaga pendidik kurang memehami perkembangan anak.
Sehingga dia juga kurang mengerti perkembangan peserta didiknya. Padahal
seorang pendidik itu harus memahami perkembangan peserta didik, agar dia dapat
memperlakukan anak didik dengan semestinya.
Pemahaman
tentang perkembangan anak ini, juga bertujuan agar orang tua dan khususnya
tenaga pendidik dapat mengoptimalkan perkembangan perkembangan peserta didik.
Sehingga tujuan pendidikan itu dapat tercapai secara optimal.
Apalagi
mengingat dalam perkembangan teknologi yang demikian pesatnya mutu pendidikan
menjadi prioritas utama dalam menyimak setiap perubahan, sehingga secara
langsung atau tidak langsung profesionalisme guru sedang teruji. Orang bijak
menyatakan pendidikan itu adalah perhiasan di waktu senang dan tempat
berlindung di waktu susah. Untuk meningkatkan profesionalisme guru dikutip
dalam jurnal Taskif H.M. Idris: 2004, dibutuhkan peran serta semua pihak untuk
saling memberikan keteladanan sehingga guru yang belum profcesional menjadi
profcsional dan yang sudah profesional menjadi lebih professional dalam
menghadapi dan mengoptimalkan perkembangan peserta didik.
A.
Tujuaan
Penulisan
Sesuai dengan masalah
yang di angkat, maka makalah ini penulis kemukakan tujuan yang ingin dicapai
yaitu untuk memberi informasi kepada tentang :
1. Tahap-tahap
perkembangan seorang anak, dari pralahir hingga remaja
2. upaya
untuk mengoptimalkan perkembangan seorang anak.
B.
Kegunaan
Penulisan
Adapun manfaat dari
penulisan ini adalah :
1. Sebagai
salah satu syarat untuk memunihi tugas Perkembangan Peserta Didik
2. Bagi
penulis, menambah ilmu pengetahuan dalam penulisan karya ilmiah terutama
menyangkut masalah yang berhubungan dengan perkembangan anak, sehingga penulis
nantinya tahu bagaimana cara mengembangan potenti anak didiknya ketika sudah
terjun langsung ke lingkungan pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Makna Perkembangan Sosial
Anak
Syamsu Yusuf
(2007) menyatakan bahwa Perkembangan sosial merupakan pencapaian
kematangan dalam hubungan sosial. Perkembangan sosial dapat pula diartikan
sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok,
moral dan tradisi ; meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling
berkomunikasi dan kerja sama.
Pada awal
manusia dilahirkan belum bersifat sosial, dalam artian belum memiliki kemampuan
dalam berinteraksi dengan orang lain. Kemampuan sosial anak diperoleh dari
berbagai kesempatan dan pengalaman bergaul dengan orang-orang dilingkungannya.
Kebutuhan
berinteraksi dengan orang lain telah dirasakan sejak usia enam bulan, disaat
itu mereka telah mampu mengenal manusia lain, terutama ibu dan anggota
keluarganya. Anak mulai mampu membedakan arti senyum dan perilaku sosial lain,
seperti marah (tidak senang mendengar suara keras) dan kasih sayang. Sunarto
dan Hartono (1999) menyatakan bahwa :
Hubungan
sosial (sosialisasi) merupakan hubungan antar manusia yang saling membutuhkan.
Hubungan sosial mulai dari tingkat sederhana dan terbatas, yang didasari oleh
kebutuhan yang sederhana. Semakin dewasa dan bertambah umur, kebutuhan manusia
menjadi kompleks dan dengan demikian tingkat hubungan sosial juga berkembang
amat kompleks.
Dari kutipan
diatas dapatlah dimengerti bahwa semakin bertambah usia anak maka semakin
kompleks perkembangan sosialnya, dalam arti mereka semakin membutuhkan
orang lain. Tidak dipungkiri lagi bahwa manusia adalah makhluk sosial yang
tidak akan mampu hidup sendiri, mereka butuh interaksi dengan manusia lainnya,
interaksi sosial merupakan kebutuhan kodrati yang dimiliki oleh manusia.
B. Bentuk – Bentuk Tingkah
laku Sosial
Dalam
perkembangan menuju kematangan sosial, anak mewujudkan dalam bentuk-bentuk
interkasi sosial diantarannya :
1.
Pembangkangan (Negativisme)
Bentuk
tingkah laku melawan. Tingkah laku ini terjadi sebagai reaksi terhadap
penerapan disiplin atau tuntutan orang tua atau lingkungan yang tidak sesuai
dengan kehendak anak. Tingkah laku ini mulai muncul pada usia 18 bulan dan
mencapai puncaknya pada usia tiga tahun dan mulai menurun pada usia empat
hingga enam tahun.
Sikap orang
tua terhadap anak seyogyanya tidak memandang pertanda mereka anak yang
nakal, keras kepala, tolol atau sebutan negatif lainnya, sebaiknya orang tua
mau memahami sebagai proses perkembangan anak dari sikap dependent menuju
kearah independent.
2.
Agresi (Agression)
Yaitu
perilaku menyerang balik secara fisik (nonverbal) maupun kata-kata (verbal).
Agresi merupakan salah bentuk reaksi terhadap rasa frustasi ( rasa kecewa
karena tidak terpenuhi kebutuhan atau keinginannya). Biasanya bentuk ini
diwujudkan dengan menyerang seperti ; mencubut, menggigit, menendang dan lain
sebagainya.
Sebaiknya
orang tua berusaha mereduksi, mengurangi agresifitas anak dengan cara
mengalihkan perhatian atau keinginan anak. Jika orang tua menghukum anak yang
agresif maka egretifitas anak akan semakin memingkat.
3.
Berselisih (Bertengkar)
Sikap ini
terjadi jika anak merasa tersinggung atau terganggu oleh sikap atau perilaku
anak lain.
4.
Menggoda (Teasing)
Menggoda
merupakan bentuk lain dari sikap agresif, menggoda merupakan serangan mental
terhadap orang lain dalam bentuk verbal (kata-kata ejekan atau cemoohan) yang
menimbulkan marah pada orang yang digodanya.
5.
Persaingan (Rivaly)
Yaitu
keinginan untuk melebihi orang lain dan selalu didorong oleh orang lain. Sikap
ini mulai terlihat pada usia empat tahun, yaitu persaingan prestice dan pada
usia enam tahun semangat bersaing ini akan semakin baik.
6.
Kerja sama (Cooperation)
Yaitu sikap
mau bekerja sama dengan orang lain. Sikap ini mulai nampak pada usia tiga tahun
atau awal empat tahun, pada usia enam hingga tujuh tahun sikap ini semakin
berkembang dengan baik.
7.
Tingkah laku berkuasa (Ascendant behavior)
Yaitu
tingkah laku untuk menguasai situasi sosial, mendominasi atau bersikap
bossiness. Wujud dari sikap ini adalah ; memaksa, meminta, menyuruh, mengancam
dan sebagainya.
8.
Mementingkan diri sendiri (selffishness)
Yaitu sikap
egosentris dalam memenuhi interest atau keinginannya
9.
Simpati (Sympaty)
Yaitu sikap
emosional yang mendorong individu untuk menaruh perhatian terhadap orang lain
mau mendekati atau bekerjasama dengan dirinya.
C. Ciri-Ciri Perkembangan Sosial Kanak-Kanak Sampai Remaja
1. Perkembangan Sosial Anak
A. Esensi sosialisasi
pada anak
Sikap
anak-anak terhadap orang lain dalam bergaul sebagian
besar akan sangat tergantung pada pengalaman belajarnya selama
tahun-tahun awal kehidupan, yang merupakan masa pembentukan dalam menyesuaikan
diri dengan lingkungan sosialnya. Maka ada empat faktor yang
mempengaruhinya :
Pertama, kesempatan
yang penuh untuk bersosialisasi adalah penting bagi anak-anak, karena ia
tidak dapat belajar hidup bersosialisasi jika kesempatan tidak
dioptimalkan. Tahun demi tahun mereka semakin membutuhkan ksempatan
untuk bergaul dengan banyak orang, jadi tidak hanya dengan anak yang umur dan
tingkat perkembangannya sama, tetapi juga dengan orang dewasa yang
umur dan lingkungannya yang berbeda.
Kedua, dalam keadaan
bersama, anak tidak hanya harus mampu berkomunikasi dalam kata-kata yang dapat
dimengerti orang lain, tetapi juga harus mampu berbicara tentang topik
yang dapat dipahami dan dapat menceritakannya secara menarik kepada
orang lain. Perkembangan bicara merupakan hal yang terpenting bagi perkembangan
sosialisasi anak.
Ketiga, anak akan
belajar bersosialisasi jika mereka mempunyai motivasi untuk
melakukannya. Motivasi ini sangat bergantung pada tingkat kepuasaan yang
diberikan kelompok sosialnya kepada anak. Jika mereka memperoleh
kesenangan melalui hubungan dengan orang lain, mereka akan mengulangi hubungan
tersebut.
Keempat, metode
belajar yang efektif dengan bimbingan yang tepat adalah penting. Dengan metode
coba ralat, anak akan mempelajari beberapa perilaku yang penting bagi
perilaku sosialnya.
B. Masa kanak-kanak akhir
Akhir masa
anak-anak (Late childhood) berlangsung pada usia 6 tahun hingga tiba
saatnya individu menjadi matang secara seksual. Pada masa awal dan masa akhir
anak-anak ditandai oleh kondisi yang sangat mempengaruhi perkembangan
sosial anak.
Permulaan masa akhir anak-anak ditandai dengan masuknya anak ke kelas satu
Sekolah Dasar. Bagi sebagian besar anak, hal ini merupakan perubahan besar
dalam pola kehidupannya, juga bagi yang pernah mengalami situasi Pra
Sekolah. Sementara untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan dan harapan bagi
sebagian anak terasa sulit, karena kebanyakan anak berada dalam keadaan tidak
seimbang; anak mengalami gangguan emosional, sehingga sulit untuk dapat bekerja
sama. Oleh karena itu, masuk kelas satu merupakan peristiwa penting yang sangat
menentukan bagi perkembangan sosialnya sehingga dapat mengakibatkan
perubahan dalam sikap, prilaku dan nilai bagi anak.
Tibanya akhir masa anak-anak sulit untuk
diketahui secara tepat kapan periode ini berakhir, karena
kematangan seksual sebagai kriteria yang digunakan untuk memisahkan
masa anak-anak dan pubertas timbulnya tidak selalu sama pada setiap
anak. Salah satu penyebabnya adalah karena perbedaan kematangan
seksual. Biasanya anak laki-laki mengalami masa anak-anak
lebih lama dibandigkan anak perempuan. Secara umum anak
perempuan masa akhir anak-anak berlangsung antara usia 6 – 13 tahun berarti
rentang waktunya sekitar 7 tahun. Sedangkan bagi anak laki-laki
berlangsung antara 6 – 16 tahun, berarti rentang waktu sekitar 8
tahun.
C. Perkembangan sosial akhir masa anak-anak
a)
Sosialisasi
Dengan Anggota Keluarga
Ketika
seseorang memasuki usia akhir masa anak-anak maka biasanya para orang
tua mulai memberikam waktunya yang lebih sedikit. Menurut suatu
investivigasi tentang banyaknya waktu yang digunakan orang tua bersama anak,
maka waktu yang dihabiskan oleh orang tua untuk mengasuh,
mengajar, berbicara dan bermain dengan anak-anak yang telah memasuki masa akhir
kurang dari setengah waktu yang dihabiskan ketika anak masih lebih kecil (Hill
& Stafford, 1980). Pada umumnya anak-anak pada masa akhir, lebih diarahkan
dalam mengerjakan tugas-tugas sederhana secara sendiri. Misalnya pekerjaan-pekerjaan
membersihkan kamar, membersihkan dapur, dll. Selain dengan adanya
kegiatan-kegiatan seperti itu menyebabkan interaksi dengan orang tua menjadi
berkurang.
Perubahan-perubahan pada kehidupan orang tua seperti, kedua orang tua
yang bekerja, perceraian, single parent, sangat mempengaruhi hakekat interaksi
orang tua dengan anak pada masa akhir anak-anak. Ketika tuntutan
pengasuhan mulai berkurang biasanya para ibu akan lebih memilih
kembali karir atau memulai suatu kegiatan baru. Hal ini menyebabkan
waktu yang harusnya lebih diberikan untuk membimbing dan
mengasuh anak malah digunakan untuk kegiatan pengembangan karir khususnya
bagi para ibu.
b)
Sosialisasi
Di Sekolah
Akhir masa anak-anak sering disebut sebagai ”usia berkelompok”, (gang) karena
pada masa ini ditandai dengan adanya minat terhadap aktivitas teman-teman dan
meningkatnya keinginan yang kuat untuk diterima sebagai anggota kelompok di
sekolahnya. Ia merasa tidak puas bila tidak bersama teman-temannya. Anak tidak
lagi puas bermain sendiri di rumah atau dengan saudara kandung atau melakukan
kegiatan dengan angota keluarga. Anak ingin bermain bersama teman-teman
sekolahnya dan akan merasa kesepian serta tidak puas bila tidak bersama
teman-temannya tersebut.
Sosialisasi anak di sekolah pada umumnya terjadi atas dasar interest dan
aktvitas bersama. Hubungan persahabatan dan hubungan peer group di
sekolah bersifat timbal balik dan biasanya diantara sesama anggota kelompok ada
saling pengertian, saling membantu, saling percaya dan saling menghargai
serta menerima satu sama lain.
c)
Sosialisasi
Dengan Teman Sebaya
Selama masa
pertengahan dan akhir, biasanya anak lebih banyak meluangkan waktunya
dalam berinterkasi dengan teman sebaya. Dalam suatu investivigasi, diketahui
bahwa waktu yang digunakan untuk anak-anak berinteraksi dengan teman sebayanya
sebanyak 40 persen pertahun
(Baker & Wright, 1951). Episode bersama teman sebaya berjumlah 299 hari
sekolah.
Apa yang
dilakukan bersama teman-temannya? dalam suatu penelitian yang dilakukan
untuk mengetahui tentang bagaimana aktivitas anak, diketahui bahwa
umumnya anak-anak masa akhir melakukan kegiatan olahraga, jalan-jalan,
permainan dan sosialisasi yang merupakan kegiatan yang paling sering
dilakukan. Pada saat mereka melakukan kegiatan biasanya anggota
kelompok terdiri dari teman yang sama jenis kelaminya daripada diantara
anak-anak yang berbeda jenis kelaminnya.
Pada masa akhir anak-anak mereka telah menjalin persahabatan dengan
teman sebaya dan mulai memasuki usia gang, yaitu usaha yang pada saat itu
kesadaran sosial berkembang pesat dan telah menjadi pribadi sosial
yang merupakan salah salah satu tugas perkembangan yang utama dalam periode
ini.
Gang pada masa kanak-kanak merupakan suatu kelompok yang spontan
dan tidak mempunyai tujuan yang diterima secara sosial. Gang merupakan usaha
anak untuk menciptakan suatu masyarakat yang sesuai bagi pemenuhan
kebutuhan mereka. Gang memberikan pembebasan dari pengawasan orang dewasa.
Dalam hal ini ada beberapa ciri gang pada masa akhir anak-anak, yaitu:
ü Gang
merupakan kelompok bermain
ü Anggota gang
terdiri dari jenis kelamin yang sama
ü Pada mulanya
terdiri dari tiga atau empat anggota, tetapi jumlah ini meningkat dengan
bertambah besarnya anak dan bertambahnya minat pada olahraga.
ü Gang anak
laki-laki lebih sering terlibat dalam perilaku sosial buruk daripada anak
perempuan.
ü Kegiatan gang
yang populer meliputi permainan dan olahraga, pergi ke bioskop dan berkumpul
untuk bicara atau makan bersama.
ü Gang mempunyai
pusat tempat pertemuan, biasanya yang jauh dari pengawasan orang-orang dewasa.
ü Sebagian besar
kelompok mempunyai tanda keanggotaan; misalnya anggota kelompok memakai pakaian
yang sama.
ü Pemimpin gang
mewakili ideal kelompok dan hampir dalam segala hal lebih unggul daripada
anggota-anggota yang lain.
d)
Efek dari
Keanggotaan Kelompok
Keanggotaan
kelompok dapat menimbulkan akibat yang kurang baik pada anak-anak, diantaranya
adalah:
·
Menjadi anggota geng seringkali menimbulkan pertentangan dengan orang tua
dan penolakan terhadap standar orang tua, sehingga akan memperlemah ikatan
emosional antara kedua pihak.
·
Permusuhan antara anak laki-laki dan anak perempuan semakin meluas. Hal ini
disebabkan karena anak perempuan mencapai masa puber lebih cepat
dibandingkan anak laki-laki. Sehingga anak perempuan akan tampil lebih
dewasa dibanding anak laki-laki.
·
Kecenderungan anak yang lebih tua untuk mengembangkan prasangka terhadap
anak yang berbeda sehingga sering terjadi prasangka dan diskriminasi
berdasarkan pada perbedaan rasial, agama dan sosial ekonomi.
·
Seringkali bersikap kejam terhadap anak-anak yang tidak dianggap
sebagai anggota geng. Banyaknya rahasia yang ada diantara anggota geng
dimaksudkan untuk menjauhkan anak yang tidak disenangi.
2.
Perkembangan Sosial Remaja
Perkembangan sosial pada masa puber dapat dilihat dari dua ciri khas
yaitu mulai terbentuknya kelompok teman sebaya baik dengan jenis
kelamin yang sama atau dengan jenis kelamin yang berbeda dan mulai memisahkan
diri dari orang tua.
a.
Kelompok Teman Sebaya
Percepatan perkembangan pada masa puber berhubungan dengan pemasakan
seksual yang akhirnya mengakibatkan suatu perubahan dalam perkembangan sosial. Sebelum
memasuki masa remaja biasanya anak sudah mampu menjalin hubungan yang
erat dengan teman sebaya. Seiring dengan itu juga timbul kelompok
anak-anak untuk bermain bersama atau membuat rencana bersama. Sifat yang khas
kelompok anak sebelum pubertas adalah bahwa kelompok tadi
terdiri daripada jenis kelamin yang sama. Persamaan sex ini dapat membantu
timbulnya identitas jenis kelamin dan yang berhubungan dengan perasaan
identifikasi yang mempersiapkan pengalaman identitasnya. Sedangkan pada masa
puber anak sudah mulai berani untuk melakukan kegiatan dengan lawan jenisnya
dalam berbagai kegiatan.
Selama tahun pertama masa puber, seorang remaja cenderung memiliki
keanggotaan yang lebih luas. Dengan kata lain, teman-teman atau tetangga
seringkali adalah anggota kelompok remaja. Biasanya kelompoknya lebih heterogen
daripada kelompok teman sebaya. Misalnya kelompok teman sebaya pada masa
remaja cenderung memiliki suatu campuran individu-individu dari berbagai
kelompok. Interaksi yang semakin intens menyebabkan kelompok bertambah kohesif.
Dalam kelompok dengan kohesi yang kuat maka akan berkembanglah iklim dan
norma-norma kelompok tertentu. Namun hal ini berbahaya bagi pembentukan
identitas dirinya. Karena pada masa ini ia lebih mementingkan perannya sebagai
anggota kelompok daripada mengembangkan pola pribadi. Tetapi terkadang adanya
paksaan dari norma kelompok membuatnya sulit untuk membentuk keyakinan diri.
b.
Melepas dari orang tua
Tuntutan untuk memisahkan diri dari orang tua dan menuju ke arah
teman-teman sebaya merupakan suatu reaksi terhadap status intern anak muda.
Sesudah mulainya pubertas timbul suatu diskrepansi yang besar antara kedewasaan
jasmaniah dengan ikatan sosial pada milienu orang tua. Dalam keadaan seperti ini banyak pertentangan-pertentangan antara remaja
awal dengan orang tua, diantaranya:
Ø Perbedaan standar perilaku
Remaja awal sering menganggap
bahwa standar perilaku orang tuanya kuno sedangkan dirinya dianggap modern.
Mereka mengharapkan agar orang tuanya mau menyesuaikan diri dengan perilakunya
yang modern.
Ø Merasa menjadi korban
Remaja sering merasa benci kalau
status sosial ekonominya tidak memungkinkan mempunyai simbol status yang sama
dengan teman sebayanya.
Seperti pakaian, sepatu,
accecoris,dll. Pada usia ini ia paling tidak suka jika diperintah
mengerjakan pekerjaan di rumah.
Ø Prilaku yang kurang matang
Biasanya orang tua mengembangkan
pola menghukum bila para remaja mengabaikan tugas-tugas sekolah, melalaikan
tanggung jawab dan jajan semaunya. Pelarangan dan menghukum membuatnya
benci kepada orang tua.
Ø Masalah palang pintu
Kehidupan sosial yang aktif
menyebabkan ia sering melaggar peraturan. Seperti waktu pulang dan mengenai
dengan siapa dia berhubungan, terutama dengan lawan jenis.
Ø Metode Disiplin
Jika metode disiplin yang
diterapkan orang tua dianggap tidak adil atau kekanak-kanakan maka remaja akan
memberontak. Pemberontakan terbesar dalam keluarga terjadi jika salah satu
orang tua dominan daripada lainnya. Hal ini menyebabkan pola asuh cenderung
otoriter.
Di Indonesia perkembangan remaja masih ada keterbatasannya. Di satu sisi
walaupun ingin melepas dari orang tua namun pada kebanyakan remaja awal
masih tinggal bersama orang tua. Selain itu juga secara ekonomik masih
bergantung kepada orang tua. Mereka juga belum bisa kawin, secara budaya
hubungan seksual tidak diperkenankan sesuai dengan norma agama dan sosial,
meskipun mereka sudah bisa mengadakan kencan-kencan dengan teman lain jenis.
Mereka berusaha mencapai kebebasan dalam berpacaran. Mereka mempunyai
kecenderungan yang sama untuk menghayati kebebasan tadi sesuai dengan usia dan
jenis kelaminnya. Hal ini berarti sebagai tanda kedewasaan, mereka mulai
mengorbankan sebagian besar hubungan emosi mereka dengan orang tua mereka dalam
usaha menjadi anggota kelompok teman sebaya.
Menurut Maccoby (1984) sistem hubungan orang tua dan anak dalam keluarga
berubah dari hubungan regulasi menjadi hubungan yang coregulasi., dimana dalam
hal ini orang tua telah makin memberikan kebebasan untuk menentukan sendiri
pada anak. Hal ini bukan berarti menghalangi hubungan yang koperatif antara
orang tua dan anak-anaknya. Biasanya komunikasi yang terjalin dengan ibu jauh
lebih dekat daripada dengan ayah. Komunikasi dengan ibu meliputi permasalahan
sehari-hari, sedangkan permasalahan dengan ayah perasaan remaja dalam hidup di
masyarakat.
Pada anak wanita pelepasan ini agak lebih sukar hal ini disebabkan adanya
interaksi antara sifat kewanitaanya dengan nilai-nilai masyarakat di
sekelilingnya. Di Indonesia khususnya dalam masyarakat Jawa anak wanita
diharapkan untuk mencintai orang tua dan keluarga dalam arti yang
lebih,misalnya merawat, memelihara dan bertanggung jawab terhadap rumah
dan keluarga. Namun demikian bukan berarti bahwa anak wanita tidak mempunyai kesempatan
yang sama dalam masyarakat.
Dalam masa remaja awal ini , keinginan untuk melepaskan diri dari orang
tua dengan maksud untuk menemukan dirinya sendiri. Menurut Erikson
ditinjau dari perkembangnan sosial menamakan proses ini sebagai mencari
identitas diri, yaitu menuju pembentukan identitas diri ke arah individualitas
yang mantap dimana hal ini merupakan aspek penting dalam perkembangan diri
menuju kemandirian.
Usaha remaja awal dalam mencapai origininalitas juga sekaligus menunjukkan
pertentangan terhadap orang dewasa dan solidaritas terhadap teman sebaya.
Prinsip emansipasi memungkinkan bahwa kedua gerak antara menuju kemandirian
dengan ketergantungan dengan orang tua menimbulkan jarak antar generasi
(generation gap).
Jarak antar generasi yang dimaksudkan disini bukan berarti bahwa tidak
ada hubungan baik. Memang pada kenyataannya pada usia anak seperti ini orang
tua sering tidak mengerti melakukan hal-hal yang tidak seperti mereka harapkan.
Biasanya pada saat ini mulai muncul bibit-bibit pertentangan antara anak dan
orang tua. Berdasarkan hasil penelitian perbedaan pendapat antara anak dan
orang tua antara lain penampilan, pemilihan teman, jam pulang sekolah
yang tidak tepat, kurang hormat terhadap orang yang lebih tua, dll. Memang pada
saat ini remaja lebih progresif dibandingkan orang tuanya.
D. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Perkembangan
Sosial Anak
Perkembangan
sosial anak dipengaruhi beberapa faktor yaitu :
1.
Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan
pertama yang memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek perkembangan anak,
termasuk perkembangan sosialnya. Kondisi dan tata cara kehidupan keluarga
merupakan lingkungan yang kondusif bagi sosialisasi anak. Proses pendidikan
yang bertujuan mengembangkan kepribadian anak lebih banyak ditentukan oleh
keluarga, pola pergaulan, etika berinteraksi dengan orang lain banyak
ditentukan oleh keluarga.
2.
Kematangan
Untuk dapat bersosilisasi dengan
baik diperlukan kematangan fisik dan psikis sehingga mampu mempertimbangkan
proses sosial, memberi dan menerima nasehat orang lain, memerlukan kematangan
intelektual dan emosional, disamping itu kematangan dalam berbahasa juga sangat
menentukan.
3.
Status Sosial Ekonomi
Kehidupan sosial banyak dipengaruhi
oleh kondisi sosial ekonomi keluarga dalam masyarakat. Perilaku anak akan
banyak memperhatikan kondisi normatif yang telah ditanamkan oleh keluarganya.
4.
Pendidikan
Pendidikan merupakan proses
sosialisasi anak yang terarah. Hakikat pendidikan sebagai proses pengoperasian
ilmu yang normatif, anak memberikan warna kehidupan sosial anak didalam
masyarakat dan kehidupan mereka dimasa yang akan datang.
5.
Kapasitas Mental : Emosi dan Intelegensi
Kemampuan berfikir dapat banyak
mempengaruhi banyak hal, seperti kemampuan belajar, memecahkan masalah,
dan berbahasa. Perkembangan emosi perpengaruh sekali terhadap perkembangan
sosial anak. Anak yang berkemampuan intelek tinggi akan berkemampuan berbahasa
dengan baik. Oleh karena itu jika perkembangan ketiganya seimbang maka akan
sangat menentukan keberhasilan perkembangan sosial anak.
E. Pengaruh Perkembangan
Sosial terhadap Tingkah Laku
Dalam
perkembangan sosial anak, mereka dapat memikirkan dirinya dan orang lain.
Pemikiran itu terwujud dalam refleksi diri, yang sering mengarah kepenilaian
diri dan kritik dari hasil pergaulannya dengan orang lain. Hasil pemikiran
dirinya tidak akan diketahui oleh orang lain, bahkan sering ada yang
menyembunyikannya atau merahasiakannya.
Pikiran anak
sering dipengaruhi oleh ide-ide dari teori-teori yang menyebabkan sikap kritis
terhadap situasi dan orang lain, termasuk kepada orang tuanya. Kemampuan
abstraksi anak sering menimbulkan kemampuan mempersalahkan kenyataan dan
peristiwa-peristiwa dengan keadaan bagaimana yang semstinya menurut alam
pikirannya.
Disamping
itu pengaruh egoisentris sering terlihat, diantaranya berupa :
1.
Cita-cita dan idealism yangbaik, terlalu menitik beratkan pikiran sendiri,
tanpa memikirkan akibat labih jauh dan tanpa memperhitungkan kesulitan praktis
yang mungkin menyebabkan tidak berhasilnya menyelesaikan persoalan.
2.
Kemampuan berfikir dengan pendapat sendiri, belum disertai pendapat orang lain
daalm penilaiannya.
Melalui
banyak pengalaman dan penghayatan kenyataan serta dalam menghadapi
pendapat orang lain, maka sikap ego semakin berkurang dan diakhir masa remaja
sudah sangat kecil rasa egonya sehingga mereka dapat bergaul dengan baik.
F.
Usaha-usaha Guru Dan Orang Tua Dalam Menunjang Perkembangan Sosial Anak Dan
Remaja
TINGKAH LAKU SOSIAL
|
USAHA
PENGEMBANGAN
|
A. Tertarik
Kepada Lawan Jenis
1.
Cinta Monyet
2.
Cinta terarah kepada satu orang
3.
Jatuh cinta berkali-kali merupakan pengujian
identitas diri.
B. Kesadaran
Sosial
1. Tidak
bergantung secara sosial
2. Tidak
menerima sosial yang otoriter.
3. Memiliki
“gang” untuk berbagi.
|
1. Mengembangangkan
konsep diri positif
2. Menciptakan kerjasama dalam belajar.
3. Memberikan
model cara berhubungan sosial yang bermoral agama dan adat istiadat.
1. Beri
kesempatan untuk bergaul dalam kegiatan yang positif dan produktif
2. Suasana
demokrasi dengan guru, orang tua serta orang dewasa lainnya.
3. Guru dan
orang tua ikut berpartisipasi.
|
BAB II
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Perkembangan sosial berarti perolehan kemampuan berprilaku yang sesuai
dengan tuntutan sosial dengan berprilaku yang dapat diterima secara sosial,
memenuhi tuntutan yang diberikan oleh kelompok sosial, dan memiliki sikap yang
positif terhadap kelompok sosialnya.
Perkembangan sosial akhir masa kanak-kanak ditandai dengan masuknya anak ke
kelas satu SD. Pada masa ini biasanya orang tua akan memberikan hanya sedikit
waktunya untuk berinteraksi dengan anak, sosialisasi di sekolah pada umumnya
terjadi atas dasar interest dan aktvitas bersama, lebih banyak meluangkan waktu
untuk teman sebaya dan mulai membentuk hub. peer group (geng) lebih
cenderung dengan teman perempuan.
Perkembangan sosial pada masa remaja (pudertas) merupakan masa yang unik,
masa pencarian identitas diri dan ditandai dengan perkembangan fisik dan psikis
anak. Pada masa ini sosialisasi anak lebih luas dan berkembang, mereka mulai
menjalin hubungan dengan teman-teman laki-lakinya dan mengadakan kencan-kencan
(dating). Anak lebih mementingkan teman dari pada keluarga dan mulai timbul
banyak pertentangan dengan orang tua. Mereka umumnya belum bekerja dan masih
belum mampu menafkahi dirinya sendiri.
Karena itu sebaiknya orang tua benar-benar memperhatikan perkembangan anak
sampai ia mampu untuk membedakan dan memilih mana yang baik dan buruk untuk
dirinya (dewasa). Tetapi tidak dengan bersikap otoriter terhadap anak, supaya
anak merasa lebih nyaman dan tidak takut untuk menceritakan konflik-konflik
yang terjadi selama masa perkembangannya.
DAFTAR PUSTAKA
Hurlock,
Elizabeth, B., Psikologi Perkembangan, Erlangga, Jakarta, 2006.
Hurlock,
Elizabeth, B., Perkembangan Anak, Erlangga, Jakarta, 1993.
Santrock, Life Span Development,
Boston: McGraww Hill College, 2003.
Monks, F.J
Konoeks, AMP., Haditono, SR., Psikologi Perkembangan Dalam Berbagai
Bagiannya, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2000.
http://h4md4ni.wordpress.com/perkembang-anak/.
Diakses 11 April 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar