BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Sumber
daya manusia masih sangat lemah untuk mendukung perkembangan industri dan
ekonomi. Penyebabnya karena pemerintah selama ini tidak pernah menempatkan
pendidikan senbagai prioritas terpenting. Tidak ditempatkannya pendidian
sebagai prioritas terpenting, karena rakyat indonesia, mulai dari yang awam
hingga politisi hingga pejabat pemerintah hanya berorientasi mengejar uang untuk memperkaya diri sendiri
dan tidak pernah berfikir panjang.
Pendidikan
adalah alat untuk mengembangkan ekonomi dan bukan sekedar pertumbuhan ekonomi.
Pada praksis manajemen pendidikan modern, salah satu dari lima fungsi
pendidikan adalah fungsi teknis-ekonomis baik pada tataran individual hingga
tataran global. Fungsi teknis-eonomis merujuk pada konstribusi pendidikan untuk
perkembangan ekonomi. Misalnya pendidikna dapat membantu siswa untuk
mendapatkan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk hidup
berkompetisi dalam ekonomi yang kompetitif. Secara umum terbukti bahwa semakin
berpendidikan seseorang maka tingkat pendapatannya semakin baik. Hal ini
dimungkinkan karena orang yang berpendidikan lebih produtif bila dibandingkan
dengan yang tidak berpendidikan. Produkktivitas seseorang tersebut dimilikinya
keterampilan teknis yang diperoleh dari pendidikan. Oleh karena itu, salah satu
tujuan yang harus dicapai oleh pendidikan adlah mengembangkan keterampilan
hidup. Inlah sebenarnya arah kurikulum berbasis kompetensi, pendidikan life skill dan broad based education yang dikembangkan di Indonesia akhir-akhir
ini
.
Para
penganut teori human capital
berpendapat bahwa pendidikan adalah sebagai investasi sumber daya manusia yang
memberi manfaat moneter ataupun non-moneter. Manfaat non-moneter dari
pendidikan adalah diperolehnya kondisi kerja yang lebih baik, kepuasan kerja,
efisiensi konsumsi, kepuasan menikmati masa pensiun dan manfaat hidup yang
lebih lama karena peningkatan gizi dan kesehatan. Serdangkan manfaat moneter
adalah manfaat ekonomis yaitu berupa tambahan pendapatan seseorang yang telah menyelesaian
tingkat pendidikan tertentu dibandingkan dengan pendapatan lulusan dibawahnya.
Sumber
daya manusia yan berpendidikan akan menjadi modal utama pembangunan nasional,
terutama untuk perkembangan ekonomi. Semakin banyak orang yang berpendidikan
maka semain mudah bagi suatu negara untuk membangun bangsanya. Hal ini
dikarenakan telah dikuasainya keterampilan, ilmu pengetahuan dan teknologi oleh
sumber daya manusianya sehingga pemerintah lebih mudah dalam menggerakkan
pembangunan nasional.
Penyelenggaraan
pendidikan nasional selama ini yang disorot mengalami kemunduran, sebenarnya
telah mengalami banyak perubahan. Diantaranya keingnan untuk mengajukan
kurikulum berbasi kompetensi sebagai pengganti kurikulum 1994 pada tahun 2004.
Kurikulum itu mengacu pada kemampuan setiap peserta didik supaya benar-benar
dapat diuji setelah menuntaskan pendidiannya ditingkat tertentu. Perubahan
kurikulum pendidikan untuk penyempurnaan mutu pendidikan, merupakan topik yang
menarik untuk dibahas atau didiskusikan. Keberhasilan penyelenggaraan kurikulum
tentu tidak lepas dari tanggung jawab sumber daya manusia di bidang pendidikan
serta tidak kalah pentingnya dukungan dari masyarakat sendiri. Perubahan kurikulum itu sendiri didasari pada
kesadaran bahwa perkembangan dan perubahan yang terjadi dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di Indonesia tidak terlepas dar pengaruh
perubahan global, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni dan
budaya. Perubahan secara terus menerus ini menuntut perlu adanya perbaikan
sistem pendidikan nasional termasuk penyempurnaan kurikulum untuk mewujudkan
masyarakat yang mampu bersaing dan menyesuaikan diri dengan perubahan zaman.
Upaya
peningkatan mutu pendidikan harus dilakukan secara menyeluruh yang mencakup
pengembangan dimensi manusia seutuhnya, yakni aspek-aspek moral, akhlak, budi
pekerti, pengetahuan, keterampilan, seni, olah raga dan prilaku. Pengembangan
aspek-aspek tersebut bermuara pada peningkatan dan pengembangan kecakapan hidup
(life skills) yang diwujudkan melalui
pencapaian kompetensi peserta didik untuk bertahan hidup, menyesuaikan diri,
dan berhasil dimasa datang. Dengan demikian peserta didik memiliki ketangguhan,
kemandirian, dan jati diri yang dikembangkan melalui pembelajaranajaran
dan/atau pelatihan yang dilakuka secara bertahap dan berkesinambungan.
Rumusan
kompetensi dalam Kurikulum Berbasis kompetensi merupaan pernyataan apa yang
diharapkan dapat diketahui, disiapi, atau dilakukan siswa dalam setiap
tingkatan kelas dan sekolah, sekaligus menggambarkan kemajuan siswa secara
bertahap dan berkelanjutan untuk menjadi kompeten. Model kurikulum pendidikan
di Indonesia hari ini masih belum bisa
dilepaskan dari keterlibatan peran pengajar secara penuh.
Sejak
TK hingga peguruan tinggi para siswa terbiasa duduka mendengarkan guru
berceramah. Jika ada yang bertanya, maka si murid di anggap bodoh atau malah
ditertawakan. Tanpa disadari, tradisi
proses pembelajaran seperti ini sudah mendarah daging. Pelajar merupakan
faktor terpenting dalam menentukan sistem atau metode pengajaran terhadap anak
didiknya. Mereka berperan membentuk sikap-sikap kritis sebagai pembentukan
citra diri anak didik. Selama ini sitem pengajaran di Indonesia tetap mash kita
anggap konvensional, meski era globalisas sudah membius gaya hidup pendidikan
kita. Watak dan pola pikir peserta didik masih bersifat tradisional. Disinilah
dibutuhkan kesadaran para dosen untuk menjadi proses pembelajaran sebagai ruang
eksploitasi bersama dalam bentu sistem belajar yang terpadu.
Kurkulum
Berbnasis Kompetensi (KBK) sebagai acuan kurikulum baru, baik disekolah dasa,
menengah, bahkan peguruan tinggi memberi ruang bagi dosen dan mahasiswa untuk
bereksploitasi bersama dalam proses pembelajaran. Bahkan KBK menyaratkan bahwa
proses pembelajaran harus berpusat pada mahasiswa. Proses pembelajaran harus
memberi kesempatan dan ruang yang lebih besar bagi mahasiswa untuk
bereksploitasi, mengalami, menemukan dan juga menguji pemahaman sendiri dengan
terus-menerus bertanya dan mempertanyakan apa yang dipelajari.
Konsep
KBK yang demikian kiranya dapat besinergi dengan pendidikasn serba bertanya
yang pernah digagaskan oleh Romo Mangun pada sekitar tahun 1970-an. Pendidikan
serba bertanya adalah proses pendidikan yang mendorong siswa untuk selalu
bertanya dan mempertanyakan banyak hal yang menggelitik penemuan dan pemikiran
baru. Semangat bertanya dan mempertanyakan akan mendorong siswa untuk membuka
cakrawala. Ironsnya, walaupun tradisi di sekolah dan disana-sini telah
mengalami perubahan, tetapi sistem bertanya pada guru sebagian masih menjadi
bumerang.
Maka
dari itu, sudah selayaknya pendidikan pada tingkatan peguruan tinggi harus
diterapkan KBK secara utuh. Sebab ini pintu pertama dalam menumbuhkan sikap
kritis pada diri mahasiswa, serta tidak hanya sekadar dijadikan percontohan.
Oleh
karena itu, spirit pendidikan serba bertanya akan dapat mengembangkan sikap
kritis, membangun kepercayaan diri, menumbuhkan siap saling menghargai diri dan
memiliki kemandirian berfikir. Begitulah gambaran kecil kondisi mahasiswa
Indonesia yang pada umumnya setara dengan sistem pendidikan.
Melalui
KBK, setiap peguruan tinggi diharapkan memiliki kekhusuan (center excellent) yang berbeda dengan peguruan inggi lainnya.
Sistem seperti itu seharusnya dapat diterapkan pada semua jenjang, baik diploma
yang mahasiswanya memeng dididik sebagai pekerja atau sarjana, dimana
lulusannya diharapkan dapat menjadi analisis keilmuan yang handal. Bagaimana
pun juga, apa yang terjadi di era globalisasi menuntut kondisi yang lebih cepat
dan sinergis dalam menghadapi persolan-persoalan ekonomi, pendidikan, dan
lain-lain.
Dalam
beberapa hal, pemerintah adalah pencetus KBK yang merupakan jawaban dari
anggapan bahwa lulusan peguruan tinggi tidak mempunyai keunggulan seperti apa
yang diharapkan masyarakat. Dealam KBK, nantiny apara lulusannya diharapkan
juga punya kepemimpinan, keterampilan dan kreativitas yang mumpuni.
Permasalahannya,
signifikansi KBK masih diragukan. Hal ini dikarenakan variabel-variabel yang
berperan di dalamnya, seperti mahasiswa, institusi kampus, sarana dan prasarana
ternyata masih semrawut dan jauh dari standar kelengkapan. Ambil contoh
mahasiswa jurusan kedokteran dan pertanian yang mana lebih representatif untuk
dipelajari dalam salah satu kelengkapan BK, nyatanya belum siap untuk diterapkan.
Terlepas dari peran serta variabel yang lain, ada beberapa hal yang
mengindikasikan ketidaksiapan mahasiswa menerima KBK.
Mahasiswa
di dalam dunia kampus juga rendah. Hal ini berbanding terbalik dengan esensi
dari KBK itu sendiri yan mengharuskan lulusan memiliki skill dan kreativitas
yang tinggi. Kreativitas tersebut baik di bidang organisasi kemahasiswaan
maupun interaksi dengan masyarakat.
Memang
tidaklah mudah mengubah suatu hal yang sudah menjadi tradisi, terutama di dunia
pendidikan. Dibutuhkan kerja keras dan kebersamaan dari semua pihak yang berepentingan agar
pelaksanaan KBK sesuai dengan yang diharapan. Bila ingin dunia pendidikan lebih
maju maka sistem mekanisme KBK harus segera dibenahi dan sektor dana subsidi
pendidikan dari pemerintah harus ada pengertian dari kurikulum pendidikan
berbasis kompetensi adalah seperangkat rencana dan pengaturan tentang
kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai siswa, penilaian, kegiatan
pembelajaran, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan
kurikulum sekolah dnaikkan untuk menunjang sistem pendidian terpadu. Rumusan
klompetensi merupakan pernyataan apa yang
diharapkan dapat diketehui, disikapi, atau dilakuan siswa dalam setiap
tingkatan kelas dan sekolah dan sekaligus menggambarkan kemajuan siswa yang
dicapai secara bertahap dan berkelanjutan untuk menjad kompeten.
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
kesiapan guru dalam pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi ?
2. Kendala
apa yang dihadapi dalam pelaksanaan KBK dan bagaimana cara mengatasinya ?
C.
Tujuan
Penulisan
1. Mengetahui
kesiapan guru dalam pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi.
2. Mengetahui
Kendala apa yang dihadapi dalam pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi.
BAB II
LANDASAN TEORI
Kurikulum
pendidikan berbasis kompetensi adalah perangkat rencana dan pengaturan tentang
kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai siswa, penilaian kegiatan
belajar mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan
kurikulum sekolah.
Kurikulum
berbasis kompetensi berorientasi pada :
1. Hasil
dan dampak yang diharapkan muncul pada diri peserta didik melalui serangkaian
pengalaman belajar yang bermakna.
2. Keberagaman
yang dapat dimanifestasikan sesuai dengan kebutuhannya (Departemen Pendidikan
Nasional, 2004).
Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK) atau kurikulum 2004, adalah kurikulum dalam dunia
pendidikan di Indonesia yang mulai diterapkan sejak tahun 2004 walau sudah ada
sekolah yang mulai menggunakan kurikulum ini sejak sebelum diterapkannya.
Secara materi, sebenarnya kurikulum ini tidak berbeda dengan Kurikulum 1994,
perbedaannya hanya pada murid yang belajar di kelas.
Dalam
kurikulum terdahalu, para murid dikondisikan dengan system caturwulan.
Sedangkan dalam kurikulum baru ini, para sswa dikondisikan dalam system
semester. Dahulu pun para siswa hanya belajar pada isi materi pelajaran belaka,
yakni menerima materi dari guru saja. Dalam kurikulum 2004 ini, siswa
diharapkan aktif mengembangkan keterampilan untuk menerapkan IPTEK tanpa
meninggalkan kerja sama dan solidaritas, meski sesungguhnya antar siswa saling
berkompetisi. Jadi disini, guru hanya bertindak sebagai fasilitator, namun
meski begitu pendidikan yang ada ialah pendidikan untuk semua. Dalam kegiatan
di kelas, para siswa bukan lagi objek, namun subjek. Dan setiap kegiatan siswa
ada nilainya. Sejak tahun ajaran 2006/2007, diberlakukan kurikulum yang bernama
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, yang merupakan penyempurnaan kurikulum
2004.
Model kurikulum pendidikan di Indonesia
hari ini masih belum bisa dilepaskan dari keterlibatan peran pengajar secara
penuh.sejak TK hingga peguruan tinggi para siswa terbiasa duduk mendengar guru
berceramah. Jika ada yang bertanya, maka siswa dianggap bodoh atau malah
ditertawakan. Tanpa disadari, tradisi proses belajar-mengajar seperti ini
lambat laun sudah mendarah daging.
Pengajar merupakan factor terpenting
dalam menentukan system atau metode pengajaran terrhadap anak didiknya. Mereka
berperan membentuk sikap-sikap kritis sebagai pembentukan citra diri anak
didik. Selama ini sitem pengajaran di Indonesia tetap masih dianggap
konvensional, meski era globalisasi sudah membius gaya hidup pendidikan kita.
Watak dan pola pikir peserta didik masih bersifat tradisional. Disinilah
dibutuhkan kesadaran para dosen untuk menjadikan proses pembelajaran sebagai ruang
eksplorasi bersama dalam membentuk system belajar yang terpadu.
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
sebagai acuan kurikulum baru baik disekolah dasar, menengah, bahkan peguruan
tinggi memberi ruang bagi dosen dan mahasiswa untuk bereksplorasi bersama dalam
proses pembelajaran. Bahkan KBK menyaratkan dalam proses pembelajaran harus
berpusat pada mahasiswa. Proses pembelajaran harus memberi kesempatan dan ruang
yang lebih besar bagi mahasiswa untuk bereksploirasi , mengalami, menemukan,
dan juga menguji pemahama sendiri ddengan terus-menerus bertanya dan
mempertanyakan apa yang dipelajari.
Konsep KBK yang demikian kiranya dapat
bersinergi dengan pendidikan serba-bertanya yang pernah digagas oleh Romo
Mangun pada sekitar tahun 1970-an. Pendidikan serba bertanya adalah proses
pendidikan yang mendorong siswa untuk selalu bertanya dan mempertanyakan akan
mendorong mahasiswa untuk membuka cakrawala. Ironisnya, walaupun tradisi di
kampus disana –sini telah mengalami perubahan, tetapi sistem bertanya pada
dosen sebagian masih menjadi boomerang.
Maka dari itu, sudah selayaknya
pendidikan pada tingkatan peguruan tinggi
harus diterapkan KBK secara utuh. Sebab itu pintu pertama dalam
menumbuhkan sikap kritis pada diri mahasiswa, serta tidak hanya sekedar dijadikan
percontohan. Oleh karena itu , spirit pendidikan serba bertanya akan dapat
mengembangkan sikap kritis, membangun kepercayaan diri, membangun sikap
menghargai diri dan memilikki kemandirian berfikir. Begitulah gambaran kecil
kondisi mahasiswa Indonesia yang pada menerima KBK.
Pertama,
prilaku belajar mahasiswa saat ini masih one
way traffic(belajar satu arah). Mereka menganggap bahwa fungsi dosen yang
seharusnya, yaitu sebagai information
sharer dan merupakanb cirri khas KBK sudah mulai berkurang. Implikasinya,
ketika di luar bangku kuliah dan tidak ada tugas dari dosen, mahasiswa
cenderung melakukan aktivitas yang tidak ada hub ungannya dengan disiplin ilmu
yang ditekuninya. Mereka lebih senang bermain play station, ngerumpi, dan
dugem. Akibatnya, mahasiswa kurang mampu berpikir dan bertindak kreatif, karena
masih menganggap dosen adalah segalanya.
Kedua,
motivasi belajar mahasiswa sangat rendah. Mahasiswa hari ini malas membaca
buku, kurang berminat bergabung membentuk forum-forum diskusi,
kelompok-kelompok kajian, studi tentang disiplin ilmu tertentu, dan mengikuti
seminar. Kebanyakan mahasiswa kita ternyata hanya bangga dengan label
kemahasiswa-annya, dan lebih senang menyaksikan sinetron, drama, atau nonton
konser.
Ketiga,
kreatifitas dan inovasi mahasiswa didalam dunia kampus juga rendah. Hal itu
berbanding terbalik dengan esernsi dari KBK itu sendiri yang mengharuskan
lulusan memiliki skill dan kreativitas yang tinggi. Kreativitas tersebut baik
di bidang organisasi kemahasiswaan maupun interaksi dengan masyarakat.
Memang
tidak mudah mengubah suatu hal yang sudah menjadi tradisi, terutama di dunia
pendidikan. Dibutuhkan kerja keras dan kebersamaan dari semua pihak yan
berkepentingan agar pelaksanaan KBK sesuai dengan yang diharapkan. Bila ingin
dunia pendidikan lebih maju maka system mekanisme KBK harus segera dibenahi dan
sector dana subsidi pendidikan dari pemerintah harus dinaikkan untuk menunjuang
system pendidikan yang terpadu.
Kurikkulum
Berbasis Kompetensi memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Departemen Pendidikan
Nasional, 2004) :
- menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasik, berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
- penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
- sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Masalah
Kurang
maksimalnya penerapan kurikulum Berbasis Kompetensi di sekolah karena kurangnya
subsidi dana untuk pendidikan dan kurangnya kecakapan guru dalam memotivasi
siswa untuk belajar.
B.
Penyebab
Kendala
terbesar kurikulum 2004 fakta menunjukkna bahwa guru di Indonesia masih jauh
dari memadai untuk melakukan perubahan yang sifatnya mendasar macam kurukulum
berbasis kompetensi ini. Berdasarkan statistik 60% guru SD, 40% guru SMP, 43%
SMA, 34% SMK dianggap belum layak untuk mengajar di jenjang masing-masing. Selain 17,2% guru atau setara dengan 69.477
guru mengajar bukan bidang studinya. Kualiitas SDM kita adalah urutan 109 dari
179 negara berdasarkan Human Development Index berdasarkan pengamatan,
pemahaman, dan penerapan KBK masih jauh dari harapan. Bahkan secara nasional
tidak tersedia tutor yang benar-benar paham prinsip-prinsip maupun penerapan
dari KBK ini secara tuntas. Para guru bahkan belum mengenal pengajaran dengan
menggunakan proyek-proyek yang menggabungkan beberapa mata pelajaran sekaligus.
Pengajaran tematik bahkan masih asing terdengar oleh guru. Kurikulum hanya dipahami secara parsial
sehingga diterapkan juga secara parsial.
Ketidakmampuan
mamahami pendekatan yang mendasari kurikulum ini membuat guru tidak berusaha
untuk mengubah pola pengajaran lasma mereka secara mendasar. Mereka belum mampu
melaksanakan KBM dalam sebuah proyek secara bersama guru-guru dari bidang stud
lain. Guru belum memahami konstelasi bidang studi yang diajarkannya dalam
kaitan dan hubungannya dengan bidang studi lain dan masih melihat berbagai
bidang studi secara terpisah dan tersendiri tanpa ada hubungan dengan bidang
studi lain. Guru masih melihat bidang studinya berupa text dan belum context
karena metode CTL masih berupa wacana dan belum menjadi pengetahuan, apalagi
keterampilan bagi para guru. Guru-guru masih terjebak pada filosofi dan
pendekatan lamanya. Hal ini nampak jelas pada evaluasi yang mereka lakukan.
Evaluasi yang digunakan oleh para guru dilapangan masih berpedoman pada
paradigma lama yang hanya mengukur kemampuan kognitif dengan bentuk-bentuk
evaluasi yang hampir tidak berubah sama sekali dengan kurikulum sebelumnya.
Kesulitan utama pada guru-guru adalah ketidakpahaman mereka terhadap mengenai
apa dan bagaimana melakuan evaluasi dengan portofolio. Karea ketidkpahaman ni
mereka kembali pada pola assesment lama dengan tes-tes dan ulagan-ulangan
kognitif –based semata. Tidak adanya model sekolah yang bisa dijadikan sebagai
rujukan membuat para guru mampu melakukan perubahan, apalagi lompatan ddalam
proses peningkatan kegiatan belajar mengajar.
Sebagian
besar guru, bahkan pada sekolah-sekolah yang dianggap unggulan, bahkan belum
paham benar dengan prinsip student centered dan kegiatan belajar mengajar masih
berpusat pada gurunya. CBSA yang sebelum
ini telah dikenalkan masih berupa wacana dan belum menjadi kegiatan sehari-hari
dikelas. Secara makro hal ini disebabkan karena secara nasional maupun lokal
guru tidak ditempatkan sebagai SDM strategis untuk melakukan perubahan
(dibandingkan dengan negara-negara tetangga sekalipun). Disamping kualitas guru
yang masih rendah, mereka juga masih dibayar rendah, honor guru kontrak masih
dibawah UMR. Sebaliknya, di Jepang meskipun bukan profesi dengan pendapatan
tinggi, guru adalah warganegara terhormat dimana semua profesi lainnya hormat
padanya.
Persiapan
untuk perubahan ke kurikulum KBK ini
juga tergesa-gesa. Guru dan sekolah hanyalah pelaksana dan mereka tidak
dipersiapkan untuk menjadi pembawa perubahan. Selain itu, karena keterbatasan
kemampuan untu mensosialisasikan seminar dan pelatihan-pelatihan untuk KBK ini
biasanya hanya diberikan pada guru-guru negeri saja. Padahal guru swasta 8
(delapan) kali lebih banyak dari pada guru negeri dan rata-rata sekolah swasta
kualitasnya masih dibawah sekolah negeri. Mereka jarang sekali memndapatkan
pelatihan baik dari pemerintah maupun dari yayasan dimana mereka bekerja.
Kesalahpahaman
mendasar juga terlihat bahwa kompetensi masih terlihat secara sempit sebagai
upaya untuk memberi keterampilan vokasional agar siswa dapat terjun langsung
ketengah kehidupan. KBK disejajarkan dengan program Life skill yang kebetulan diluncurkan
hampir bersamaan dengan KBK ini. Faktor lain adalah inkonsistensi pemerintah
dalam menerapkan KBK, tapi dilain pihak masih bersikeras menggunakan bentuk
evaluasi ujian Nasional (UN) untuk menentukan kelulusan siswa. Ujian Nasioana
yang coggnitive-based sama sekali tidak sejalan dengan KBK secara filosofis.
Karena penilaian yang berorientasi hasil daripada proses ini, sedikait banyak
menyebabkan orientasi siswa menjadi bersifat karbitan, cenderung ingin hasil
yang instan, dan ujung-ujungnya yang lahir adalah mental potong kompas : bukan
sesuatu yang substansial. Implikasi dari model penilaian prestasi belajar siswa
semacam ini sebetulnya rawan, menyebabkan terjadinya kualitas pembelajaran
menjadi stagnan, bahkan kontra-produktif. Sifat dan fenomena perubahan.
1. New
material. Material baru, apapun itu, merupaan bagian yang tangible dalam suatu
inovasi, baik itu berupa benda ataupun kebijakan, sekaligus yang relatif paling
mudah diusahakan.
2. New
behavior / practices. Yang sulit adalah dalam melakukan perubahan. Keahlian,
latihan dan metoda pelajaran apa yang harus dilakukan jika guru melaksanankan
KBK dibandingkan saat melakukan kurikulum yang sebelumnya. Perubahan prilaku
menunjukkan hal yang lebih rumit. Bahan pelajaran bisa didapatkan dalam
semalam, namun ini tidak menjanjikan bahwa besoknya kita menjadi ahli dalam
melakukannya. Perubahan adalah suatu proses dan bukan sekedar kejadian. Untuk
mengembangan keahlian secara terus-menerus diperlukan upaya pengembangan
profesi.
3. New
belief / Understanding. Bagaimana kita memahami perubahan adalah hal yang
sangat penting untuk membuat penilaian, apakah kita akan melaksanakannya atau
tidak dan bagaiman menggunakannya. “guru harus diajak berubah dengan dilatih
terus-menerus dalam pembuatan satuan pelajaran, metode pelajarannya yang berbasis
inquiry, discovery, contextual teaching and learning, menggunakan alat
bantunya, menyusun evaluasinya, perubahan filosofisnya dan lain-lain.
Problema yang dihadapi guru dalam
pelaksanaan KBK antara lain :
1. Jumlah
murid terlalu banyak/kurang ideal untuk model kurikulum KBK.
2. Pemahaman
guru tentang KBK masih lemah.
3. Media
yang terbatas/kurang menunjang, menghambat PBM.
4. Lembar
evaluasi untuk non tugas dan portofolio belum siap pakai.
5. Siswa
yang memiliki IQ rendah, kurang siap mengikuti KBK, SDM guru yang masih belum
cukup memadai.
6. Guru
kurang kreatif.
C.
Solusi
Secara umum dapat dilakukan dengan cara
:
1. Kegiatan
training untuk memahami dokumen KBK, kemudian dilanjutkan dengan pengembangan
silabus, pengembangan sistem berbasis kelas, dan membuat rencana pembelajaran.
2. Training
implementasi
3. Training
evaluasi KBK berbasis kelas.
4. Guru
harus mengikuti, mempunyai kemampuan mengoperasikan teknologi.
Bagaimana
mencapai itu semua ?
Rekrutlah guru-guru yang memang memiliki
kualifikasi tinggi pada bidangnya. Syarat utama bagi guru untk dapat mengajar
KBK denga baik adalah guru yang memiliki kapasitas penguasaan materi yang telah
memadai. Guru harus benar-benar kompeten dengan materi yang aan diberikan. Guru
yang tidak kompeten tentu tidak akan dapat menghasilan siswa yang ompeten.
Selain tu guru juga harus memiliki komitmen yang benar-benar tinggi dalam usaha
untuk mengembangkan kurikulum ini. Guru yang memilik motivasi rendah tidak akan
dapat melaksanakan KBK ini, karena KBK menuntut kerja keras guru untuk
mempersiapkan dan melaksnakan dikelas. Setelah itu berikan perlatihan tenteng
KBK ini sebanyak-banyaknya dan biarkan mereka berkreasi dikelas. Kalu perlu
magangkan mereka ke kelas-kelas internasional agar mereka melihat langsung
bagaimana pendekatan competencce-based ini dilakukan di kelas. Berikan otonomi
seluas-luasnya kepada mereka untk mengembangkan kurikulum. Apabila guru telah
dapat menguasai materi yang hendak diajarkan, maka guru harus dapat mengupdate
dirinya. Pelatihan terus-menerus adalah jawabnya. Baik itu metodologi-metodologi
pengajaran yang berkolerasi dengan penguasaan KBK, maupun pemahaman filosofi
dan paradigma yang menyertainya. Pelatihan ini harus dibarengi dengan
usaha-usaha keras untuk mengembangkan sensifias dan kreatifitas dari
masing-masing guru untuk mengembangkan sendiri metodologi yang tepat bagi siswa
masing-masing. Sekolah juga harus terus aktif untuk meninbgkatkan motivasi dari
gurunya dalam memberikan pengajaran yang terbaik bagi siswa-siswanya. Sekolah
berewajiban untuk meningkatkan kompetensi guru-gurunya dalam memahami materi
yang diajarkannya dan metodologi penyampaiannya. Untuk itu sekolahharus secara
berkala menyelenggarakan atau mengirim guru-gurunya untuk mengikuti seminar,
lokakarya, pelatihan, magang, maupun studi banding ke sekolah-sejolah yang
telah mampu melaksanakan sistem pengjaran yang efektif. Minimal guru harus
dapat memperoleh 3 (tiga) kali seminar atau pelatihan mengenai bidang studi
yang diajarkan maupun tentang metodologi. Guru juga harus aktif mengikuti
perkembangan metodologi pengajaran dengan mengikuti berbagai kegiatan kelompok
profesi sejenis maupun melalui buletin-buletin profesi. Dianjurkan agar
sekolah-sekolah mau belajar kesekolah-sekolah internasional yang ada di kota
masing-masing, karena mereka telah lama melaksanankan pendekatan
‘student-centered’ maupun ‘competence-based’ ini, terutama dalam penerapan
evaluasi dengan menggunakan portofolio. Ibarat koki yang harus memahami
dasar-dasar tentang segala jenis bahan makanan dan peralatan masak, sebelum ia
mampu membuat suatu masakan atau sajian yang benar-benar berkualitas, guru juga
harus memahami materi yang henda diajarkan dan tahu tentang bagaimana mengolahnya
menjadi suatu kegiatan belajar mengajar yang mampu mengembangkan kompetensi
siswa-siswanya. Dibutuhkan guru-guru profesional untuk dapat mengembangkan KBK
ini dan bukan guru berkualitaws standar. Guru KBK bukan hanya harus benar-benar
menguasai materi yang akan disampaikan kepada siswa dan kaitannya dengan tujuan
penddikan nasional secara filosofis maupun praktis. Ia juga harus paham hal-hal
mendasar seperti prinsip belajar otakk kiri dan kanan, pendekatan Quantum
Teaching and Learning, pemahaman tenang Multiple Intelligences dan penerapannya
di kelas. Taksonomi Bloom dan aplikasinya pada proses belajar mengajar, metode
Contextual Teaching and Learning, mengakses dan memanfaatkan internet sebagai
wahana belajar, mengorkestrasikan materi yang diajarkannya dengan materi
pelajaran lain dalam suatu KBM tematik dalam bentuk project.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Jadi
kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) atau kurikulum 2004, adalah kuriulum dalam
dunia pendidikan di Indonesia yang mulai diterapkan sejak tahun 2004 walau
sudah ada sekolah yang mulai menggunakan kurikulum ini sejak sebelum
diterapkannya secara menyeluruh. Secara materi, sebenarnya kurikulum ini tak
berbeda dari kurkulum 1994, perbedaannya hanya pada cara murid belajar di
kelas, guru yang diperlukan dalam kurikulum 2004 adalah guru yang mempunyai
kualifikasi atau kompetensi khusus untuk menunjang pencapaian kompetensi
lulusan pada suatu pendidikan. Guru bertugas merencanakan dan melaksanakan
proses pembelajaran dan melakukan pembimbingan serta pelatihan.
B.
Saran
Secara
menyeluruh, guru hendaknya mengkuti pelatihan-pelatihan ataui seminar,
lokakarya yang diadakan oleh pemerintah atau instansi terkait. Kepada kepala sekolah
hendaknya melengkapi dan memperbanyak sarana dan media pembelajaran geografi,
seperti laboratorium goegrafi, VCD, panthograf, peta, globe, dan media lainnya
yang mendukung materi geografi, sehingga siswa lebih tertarik pada pelajaran
geografi. Kepala dinas pendidikan hendaknya ikut berperan aktif dalam pembinaan
kepala sekolah tentang pelaksanaan kurikulum 2004. Kepada masyaraat atau wali
murid hendaknya berperan atif dalam pelaksanaan kurikulum 2004, yaitu ikut
memperhatikan kegiatan siswa dluar sekolah. Disarankan kepada guru, hendaknya
lebih aktif lagi dalam mempelajari kurikulum 2004.
DAFTAR
PUTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar