Selasa, 23 September 2014

KURANGNYA KOMPETENSI GURU DALAM MELAKSANAKAN KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Sumber daya manusia masih sangat lemah untuk mendukung perkembangan industri dan ekonomi. Penyebabnya karena pemerintah selama ini tidak pernah menempatkan pendidikan senbagai prioritas terpenting. Tidak ditempatkannya pendidian sebagai prioritas terpenting, karena rakyat indonesia, mulai dari yang awam hingga politisi hingga pejabat pemerintah hanya berorientasi  mengejar uang untuk memperkaya diri sendiri dan tidak pernah berfikir panjang.
Pendidikan adalah alat untuk mengembangkan ekonomi dan bukan sekedar pertumbuhan ekonomi. Pada praksis manajemen pendidikan modern, salah satu dari lima fungsi pendidikan adalah fungsi teknis-ekonomis baik pada tataran individual hingga tataran global. Fungsi teknis-eonomis merujuk pada konstribusi pendidikan untuk perkembangan ekonomi. Misalnya pendidikna dapat membantu siswa untuk mendapatkan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk hidup berkompetisi dalam ekonomi yang kompetitif. Secara umum terbukti bahwa semakin berpendidikan seseorang maka tingkat pendapatannya semakin baik. Hal ini dimungkinkan karena orang yang berpendidikan lebih produtif bila dibandingkan dengan yang tidak berpendidikan. Produkktivitas seseorang tersebut dimilikinya keterampilan teknis yang diperoleh dari pendidikan. Oleh karena itu, salah satu tujuan yang harus dicapai oleh pendidikan adlah mengembangkan keterampilan hidup. Inlah sebenarnya arah kurikulum berbasis kompetensi, pendidikan life skill dan broad based education yang dikembangkan di Indonesia akhir-akhir ini
.
Para penganut teori human capital berpendapat bahwa pendidikan adalah sebagai investasi sumber daya manusia yang memberi manfaat moneter ataupun non-moneter. Manfaat non-moneter dari pendidikan adalah diperolehnya kondisi kerja yang lebih baik, kepuasan kerja, efisiensi konsumsi, kepuasan menikmati masa pensiun dan manfaat hidup yang lebih lama karena peningkatan gizi dan kesehatan. Serdangkan manfaat moneter adalah manfaat ekonomis yaitu berupa tambahan pendapatan seseorang yang telah menyelesaian tingkat pendidikan tertentu dibandingkan dengan pendapatan lulusan dibawahnya.
Sumber daya manusia yan berpendidikan akan menjadi modal utama pembangunan nasional, terutama untuk perkembangan ekonomi. Semakin banyak orang yang berpendidikan maka semain mudah bagi suatu negara untuk membangun bangsanya. Hal ini dikarenakan telah dikuasainya keterampilan, ilmu pengetahuan dan teknologi oleh sumber daya manusianya sehingga pemerintah lebih mudah dalam menggerakkan pembangunan nasional.
Penyelenggaraan pendidikan nasional selama ini yang disorot mengalami kemunduran, sebenarnya telah mengalami banyak perubahan. Diantaranya keingnan untuk mengajukan kurikulum berbasi kompetensi sebagai pengganti kurikulum 1994 pada tahun 2004. Kurikulum itu mengacu pada kemampuan setiap peserta didik supaya benar-benar dapat diuji setelah menuntaskan pendidiannya ditingkat tertentu. Perubahan kurikulum pendidikan untuk penyempurnaan mutu pendidikan, merupakan topik yang menarik untuk dibahas atau didiskusikan. Keberhasilan penyelenggaraan kurikulum tentu tidak lepas dari tanggung jawab sumber daya manusia di bidang pendidikan serta tidak kalah pentingnya dukungan dari masyarakat sendiri.  Perubahan kurikulum itu sendiri didasari pada kesadaran bahwa perkembangan dan perubahan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di Indonesia tidak terlepas dar pengaruh perubahan global, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni dan budaya. Perubahan secara terus menerus ini menuntut perlu adanya perbaikan sistem pendidikan nasional termasuk penyempurnaan kurikulum untuk mewujudkan masyarakat yang mampu bersaing dan menyesuaikan diri dengan perubahan zaman.
Upaya peningkatan mutu pendidikan harus dilakukan secara menyeluruh yang mencakup pengembangan dimensi manusia seutuhnya, yakni aspek-aspek moral, akhlak, budi pekerti, pengetahuan, keterampilan, seni, olah raga dan prilaku. Pengembangan aspek-aspek tersebut bermuara pada peningkatan dan pengembangan kecakapan hidup (life skills) yang diwujudkan melalui pencapaian kompetensi peserta didik untuk bertahan hidup, menyesuaikan diri, dan berhasil dimasa datang. Dengan demikian peserta didik memiliki ketangguhan, kemandirian, dan jati diri yang dikembangkan melalui pembelajaranajaran dan/atau pelatihan yang dilakuka secara bertahap dan berkesinambungan.
Rumusan kompetensi dalam Kurikulum Berbasis kompetensi merupaan pernyataan apa yang diharapkan dapat diketahui, disiapi, atau dilakukan siswa dalam setiap tingkatan kelas dan sekolah, sekaligus menggambarkan kemajuan siswa secara bertahap dan berkelanjutan untuk menjadi kompeten. Model kurikulum pendidikan di Indonesia  hari ini masih belum bisa dilepaskan dari keterlibatan peran pengajar secara penuh.
Sejak TK hingga peguruan tinggi para siswa terbiasa duduka mendengarkan guru berceramah. Jika ada yang bertanya, maka si murid di anggap bodoh atau malah ditertawakan. Tanpa disadari, tradisi  proses pembelajaran seperti ini sudah mendarah daging. Pelajar merupakan faktor terpenting dalam menentukan sistem atau metode pengajaran terhadap anak didiknya. Mereka berperan membentuk sikap-sikap kritis sebagai pembentukan citra diri anak didik. Selama ini sitem pengajaran di Indonesia tetap mash kita anggap konvensional, meski era globalisas sudah membius gaya hidup pendidikan kita. Watak dan pola pikir peserta didik masih bersifat tradisional. Disinilah dibutuhkan kesadaran para dosen untuk menjadi proses pembelajaran sebagai ruang eksploitasi bersama dalam bentu sistem belajar yang terpadu.
Kurkulum Berbnasis Kompetensi (KBK) sebagai acuan kurikulum baru, baik disekolah dasa, menengah, bahkan peguruan tinggi memberi ruang bagi dosen dan mahasiswa untuk bereksploitasi bersama dalam proses pembelajaran. Bahkan KBK menyaratkan bahwa proses pembelajaran harus berpusat pada mahasiswa. Proses pembelajaran harus memberi kesempatan dan ruang yang lebih besar bagi mahasiswa untuk bereksploitasi, mengalami, menemukan dan juga menguji pemahaman sendiri dengan terus-menerus bertanya dan mempertanyakan apa yang dipelajari.
Konsep KBK yang demikian kiranya dapat besinergi dengan pendidikasn serba bertanya yang pernah digagaskan oleh Romo Mangun pada sekitar tahun 1970-an. Pendidikan serba bertanya adalah proses pendidikan yang mendorong siswa untuk selalu bertanya dan mempertanyakan banyak hal yang menggelitik penemuan dan pemikiran baru. Semangat bertanya dan mempertanyakan akan mendorong siswa untuk membuka cakrawala. Ironsnya, walaupun tradisi di sekolah dan disana-sini telah mengalami perubahan, tetapi sistem bertanya pada guru sebagian masih menjadi bumerang.
Maka dari itu, sudah selayaknya pendidikan pada tingkatan peguruan tinggi harus diterapkan KBK secara utuh. Sebab ini pintu pertama dalam menumbuhkan sikap kritis pada diri mahasiswa, serta tidak hanya sekadar dijadikan percontohan.
Oleh karena itu, spirit pendidikan serba bertanya akan dapat mengembangkan sikap kritis, membangun kepercayaan diri, menumbuhkan siap saling menghargai diri dan memiliki kemandirian berfikir. Begitulah gambaran kecil kondisi mahasiswa Indonesia yang pada umumnya setara dengan sistem pendidikan.
Melalui KBK, setiap peguruan tinggi diharapkan memiliki kekhusuan (center excellent) yang berbeda dengan peguruan inggi lainnya. Sistem seperti itu seharusnya dapat diterapkan pada semua jenjang, baik diploma yang mahasiswanya memeng dididik sebagai pekerja atau sarjana, dimana lulusannya diharapkan dapat menjadi analisis keilmuan yang handal. Bagaimana pun juga, apa yang terjadi di era globalisasi menuntut kondisi yang lebih cepat dan sinergis dalam menghadapi persolan-persoalan ekonomi, pendidikan, dan lain-lain.
Dalam beberapa hal, pemerintah adalah pencetus KBK yang merupakan jawaban dari anggapan bahwa lulusan peguruan tinggi tidak mempunyai keunggulan seperti apa yang diharapkan masyarakat. Dealam KBK, nantiny apara lulusannya diharapkan juga punya kepemimpinan, keterampilan dan kreativitas yang mumpuni.
Permasalahannya, signifikansi KBK masih diragukan. Hal ini dikarenakan variabel-variabel yang berperan di dalamnya, seperti mahasiswa, institusi kampus, sarana dan prasarana ternyata masih semrawut dan jauh dari standar kelengkapan. Ambil contoh mahasiswa jurusan kedokteran dan pertanian yang mana lebih representatif untuk dipelajari dalam salah satu kelengkapan BK, nyatanya belum siap untuk diterapkan. Terlepas dari peran serta variabel yang lain, ada beberapa hal yang mengindikasikan ketidaksiapan mahasiswa menerima KBK.
Mahasiswa di dalam dunia kampus juga rendah. Hal ini berbanding terbalik dengan esensi dari KBK itu sendiri yan mengharuskan lulusan memiliki skill dan kreativitas yang tinggi. Kreativitas tersebut baik di bidang organisasi kemahasiswaan maupun interaksi dengan masyarakat.
Memang tidaklah mudah mengubah suatu hal yang sudah menjadi tradisi, terutama di dunia pendidikan. Dibutuhkan kerja keras dan kebersamaan  dari semua pihak yang berepentingan agar pelaksanaan KBK sesuai dengan yang diharapan. Bila ingin dunia pendidikan lebih maju maka sistem mekanisme KBK harus segera dibenahi dan sektor dana subsidi pendidikan dari pemerintah harus ada pengertian dari kurikulum pendidikan berbasis kompetensi adalah seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai siswa, penilaian, kegiatan pembelajaran, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah dnaikkan untuk menunjang sistem pendidian terpadu. Rumusan klompetensi merupakan pernyataan apa yang diharapkan dapat diketehui, disikapi, atau dilakuan siswa dalam setiap tingkatan kelas dan sekolah dan sekaligus menggambarkan kemajuan siswa yang dicapai secara bertahap dan berkelanjutan untuk menjad kompeten.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana kesiapan guru dalam pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi ?
2.      Kendala apa yang dihadapi dalam pelaksanaan KBK dan bagaimana cara mengatasinya ?
C.    Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui kesiapan guru dalam pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi.
2.      Mengetahui Kendala apa yang dihadapi dalam pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi.







BAB II
LANDASAN TEORI
Kurikulum pendidikan berbasis kompetensi adalah perangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai siswa, penilaian kegiatan belajar mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah.
Kurikulum berbasis kompetensi berorientasi pada :
1.      Hasil dan dampak yang diharapkan muncul pada diri peserta didik melalui serangkaian pengalaman belajar yang bermakna.
2.      Keberagaman yang dapat dimanifestasikan sesuai dengan kebutuhannya (Departemen Pendidikan Nasional, 2004).
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) atau kurikulum 2004, adalah kurikulum dalam dunia pendidikan di Indonesia yang mulai diterapkan sejak tahun 2004 walau sudah ada sekolah yang mulai menggunakan kurikulum ini sejak sebelum diterapkannya. Secara materi, sebenarnya kurikulum ini tidak berbeda dengan Kurikulum 1994, perbedaannya hanya pada murid yang belajar di kelas.
Dalam kurikulum terdahalu, para murid dikondisikan dengan system caturwulan. Sedangkan dalam kurikulum baru ini, para sswa dikondisikan dalam system semester. Dahulu pun para siswa hanya belajar pada isi materi pelajaran belaka, yakni menerima materi dari guru saja. Dalam kurikulum 2004 ini, siswa diharapkan aktif mengembangkan keterampilan untuk menerapkan IPTEK tanpa meninggalkan kerja sama dan solidaritas, meski sesungguhnya antar siswa saling berkompetisi. Jadi disini, guru hanya bertindak sebagai fasilitator, namun meski begitu pendidikan yang ada ialah pendidikan untuk semua. Dalam kegiatan di kelas, para siswa bukan lagi objek, namun subjek. Dan setiap kegiatan siswa ada nilainya. Sejak tahun ajaran 2006/2007, diberlakukan kurikulum yang bernama Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, yang merupakan penyempurnaan kurikulum 2004.
Model kurikulum pendidikan di Indonesia hari ini masih belum bisa dilepaskan dari keterlibatan peran pengajar secara penuh.sejak TK hingga peguruan tinggi para siswa terbiasa duduk mendengar guru berceramah. Jika ada yang bertanya, maka siswa dianggap bodoh atau malah ditertawakan. Tanpa disadari, tradisi proses belajar-mengajar seperti ini lambat laun sudah mendarah daging.
Pengajar merupakan factor terpenting dalam menentukan system atau metode pengajaran terrhadap anak didiknya. Mereka berperan membentuk sikap-sikap kritis sebagai pembentukan citra diri anak didik. Selama ini sitem pengajaran di Indonesia tetap masih dianggap konvensional, meski era globalisasi sudah membius gaya hidup pendidikan kita. Watak dan pola pikir peserta didik masih bersifat tradisional. Disinilah dibutuhkan kesadaran para dosen untuk menjadikan proses pembelajaran sebagai ruang eksplorasi bersama dalam membentuk system belajar yang terpadu.
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) sebagai acuan kurikulum baru baik disekolah dasar, menengah, bahkan peguruan tinggi memberi ruang bagi dosen dan mahasiswa untuk bereksplorasi bersama dalam proses pembelajaran. Bahkan KBK menyaratkan dalam proses pembelajaran harus berpusat pada mahasiswa. Proses pembelajaran harus memberi kesempatan dan ruang yang lebih besar bagi mahasiswa untuk bereksploirasi , mengalami, menemukan, dan juga menguji pemahama sendiri ddengan terus-menerus bertanya dan mempertanyakan apa yang dipelajari.
Konsep KBK yang demikian kiranya dapat bersinergi dengan pendidikan serba-bertanya yang pernah digagas oleh Romo Mangun pada sekitar tahun 1970-an. Pendidikan serba bertanya adalah proses pendidikan yang mendorong siswa untuk selalu bertanya dan mempertanyakan akan mendorong mahasiswa untuk membuka cakrawala. Ironisnya, walaupun tradisi di kampus disana –sini telah mengalami perubahan, tetapi sistem bertanya pada dosen sebagian masih menjadi boomerang.
Maka dari itu, sudah selayaknya pendidikan pada tingkatan peguruan tinggi  harus diterapkan KBK secara utuh. Sebab itu pintu pertama dalam menumbuhkan sikap kritis pada diri mahasiswa, serta tidak hanya sekedar dijadikan percontohan. Oleh karena itu , spirit pendidikan serba bertanya akan dapat mengembangkan sikap kritis, membangun kepercayaan diri, membangun sikap menghargai diri dan memilikki kemandirian berfikir. Begitulah gambaran kecil kondisi mahasiswa Indonesia yang pada menerima KBK.
Pertama, prilaku belajar mahasiswa saat ini masih one way traffic(belajar satu arah). Mereka menganggap bahwa fungsi dosen yang seharusnya, yaitu sebagai information sharer dan merupakanb cirri khas KBK sudah mulai berkurang. Implikasinya, ketika di luar bangku kuliah dan tidak ada tugas dari dosen, mahasiswa cenderung melakukan aktivitas yang tidak ada hub ungannya dengan disiplin ilmu yang ditekuninya. Mereka lebih senang bermain play station, ngerumpi, dan dugem. Akibatnya, mahasiswa kurang mampu berpikir dan bertindak kreatif, karena masih menganggap dosen adalah segalanya.
Kedua, motivasi belajar mahasiswa sangat rendah. Mahasiswa hari ini malas membaca buku, kurang berminat bergabung membentuk forum-forum diskusi, kelompok-kelompok kajian, studi tentang disiplin ilmu tertentu, dan mengikuti seminar. Kebanyakan mahasiswa kita ternyata hanya bangga dengan label kemahasiswa-annya, dan lebih senang menyaksikan sinetron, drama, atau nonton konser.
Ketiga, kreatifitas dan inovasi mahasiswa didalam dunia kampus juga rendah. Hal itu berbanding terbalik dengan esernsi dari KBK itu sendiri yang mengharuskan lulusan memiliki skill dan kreativitas yang tinggi. Kreativitas tersebut baik di bidang organisasi kemahasiswaan maupun interaksi dengan masyarakat.
Memang tidak mudah mengubah suatu hal yang sudah menjadi tradisi, terutama di dunia pendidikan. Dibutuhkan kerja keras dan kebersamaan dari semua pihak yan berkepentingan agar pelaksanaan KBK sesuai dengan yang diharapkan. Bila ingin dunia pendidikan lebih maju maka system mekanisme KBK harus segera dibenahi dan sector dana subsidi pendidikan dari pemerintah harus dinaikkan untuk menunjuang system pendidikan yang terpadu.
Kurikkulum Berbasis Kompetensi memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Departemen Pendidikan Nasional, 2004) :
  1. menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasik, berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
  2. penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
  3. sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
















BAB III
PEMBAHASAN
A.    Masalah
Kurang maksimalnya penerapan kurikulum Berbasis Kompetensi di sekolah karena kurangnya subsidi dana untuk pendidikan dan kurangnya kecakapan guru dalam memotivasi siswa untuk belajar.
B.     Penyebab
Kendala terbesar kurikulum 2004 fakta menunjukkna bahwa guru di Indonesia masih jauh dari memadai untuk melakukan perubahan yang sifatnya mendasar macam kurukulum berbasis kompetensi ini. Berdasarkan statistik 60% guru SD, 40% guru SMP, 43% SMA, 34% SMK dianggap belum layak untuk mengajar di jenjang masing-masing.  Selain 17,2% guru atau setara dengan 69.477 guru mengajar bukan bidang studinya. Kualiitas SDM kita adalah urutan 109 dari 179 negara berdasarkan Human Development Index berdasarkan pengamatan, pemahaman, dan penerapan KBK masih jauh dari harapan. Bahkan secara nasional tidak tersedia tutor yang benar-benar paham prinsip-prinsip maupun penerapan dari KBK ini secara tuntas. Para guru bahkan belum mengenal pengajaran dengan menggunakan proyek-proyek yang menggabungkan beberapa mata pelajaran sekaligus. Pengajaran tematik bahkan masih asing terdengar oleh guru.  Kurikulum hanya dipahami secara parsial sehingga diterapkan juga secara parsial.
Ketidakmampuan mamahami pendekatan yang mendasari kurikulum ini membuat guru tidak berusaha untuk mengubah pola pengajaran lasma mereka secara mendasar. Mereka belum mampu melaksanakan KBM dalam sebuah proyek secara bersama guru-guru dari bidang stud lain. Guru belum memahami konstelasi bidang studi yang diajarkannya dalam kaitan dan hubungannya dengan bidang studi lain dan masih melihat berbagai bidang studi secara terpisah dan tersendiri tanpa ada hubungan dengan bidang studi lain. Guru masih melihat bidang studinya berupa text dan belum context karena metode CTL masih berupa wacana dan belum menjadi pengetahuan, apalagi keterampilan bagi para guru. Guru-guru masih terjebak pada filosofi dan pendekatan lamanya. Hal ini nampak jelas pada evaluasi yang mereka lakukan. Evaluasi yang digunakan oleh para guru dilapangan masih berpedoman pada paradigma lama yang hanya mengukur kemampuan kognitif dengan bentuk-bentuk evaluasi yang hampir tidak berubah sama sekali dengan kurikulum sebelumnya. Kesulitan utama pada guru-guru adalah ketidakpahaman mereka terhadap mengenai apa dan bagaimana melakuan evaluasi dengan portofolio. Karea ketidkpahaman ni mereka kembali pada pola assesment lama dengan tes-tes dan ulagan-ulangan kognitif –based semata. Tidak adanya model sekolah yang bisa dijadikan sebagai rujukan membuat para guru mampu melakukan perubahan, apalagi lompatan ddalam proses peningkatan kegiatan belajar mengajar.
Sebagian besar guru, bahkan pada sekolah-sekolah yang dianggap unggulan, bahkan belum paham benar dengan prinsip student centered dan kegiatan belajar mengajar masih berpusat pada gurunya. CBSA  yang sebelum ini telah dikenalkan masih berupa wacana dan belum menjadi kegiatan sehari-hari dikelas. Secara makro hal ini disebabkan karena secara nasional maupun lokal guru tidak ditempatkan sebagai SDM strategis untuk melakukan perubahan (dibandingkan dengan negara-negara tetangga sekalipun). Disamping kualitas guru yang masih rendah, mereka juga masih dibayar rendah, honor guru kontrak masih dibawah UMR. Sebaliknya, di Jepang meskipun bukan profesi dengan pendapatan tinggi, guru adalah warganegara terhormat dimana semua profesi lainnya hormat padanya.
Persiapan untuk  perubahan ke kurikulum KBK ini juga tergesa-gesa. Guru dan sekolah hanyalah pelaksana dan mereka tidak dipersiapkan untuk menjadi pembawa perubahan. Selain itu, karena keterbatasan kemampuan untu mensosialisasikan seminar dan pelatihan-pelatihan untuk KBK ini biasanya hanya diberikan pada guru-guru negeri saja. Padahal guru swasta 8 (delapan) kali lebih banyak dari pada guru negeri dan rata-rata sekolah swasta kualitasnya masih dibawah sekolah negeri. Mereka jarang sekali memndapatkan pelatihan baik dari pemerintah maupun dari yayasan dimana mereka bekerja.
Kesalahpahaman mendasar juga terlihat bahwa kompetensi masih terlihat secara sempit sebagai upaya untuk memberi keterampilan vokasional agar siswa dapat terjun langsung ketengah kehidupan. KBK disejajarkan dengan program Life skill yang kebetulan diluncurkan hampir bersamaan dengan KBK ini. Faktor lain adalah inkonsistensi pemerintah dalam menerapkan KBK, tapi dilain pihak masih bersikeras menggunakan bentuk evaluasi ujian Nasional (UN) untuk menentukan kelulusan siswa. Ujian Nasioana yang coggnitive-based sama sekali tidak sejalan dengan KBK secara filosofis. Karena penilaian yang berorientasi hasil daripada proses ini, sedikait banyak menyebabkan orientasi siswa menjadi bersifat karbitan, cenderung ingin hasil yang instan, dan ujung-ujungnya yang lahir adalah mental potong kompas : bukan sesuatu yang substansial. Implikasi dari model penilaian prestasi belajar siswa semacam ini sebetulnya rawan, menyebabkan terjadinya kualitas pembelajaran menjadi stagnan, bahkan kontra-produktif. Sifat dan fenomena perubahan.
1.      New material. Material baru, apapun itu, merupaan bagian yang tangible dalam suatu inovasi, baik itu berupa benda ataupun kebijakan, sekaligus yang relatif paling mudah diusahakan.
2.      New behavior / practices. Yang sulit adalah dalam melakukan perubahan. Keahlian, latihan dan metoda pelajaran apa yang harus dilakukan jika guru melaksanankan KBK dibandingkan saat melakukan kurikulum yang sebelumnya. Perubahan prilaku menunjukkan hal yang lebih rumit. Bahan pelajaran bisa didapatkan dalam semalam, namun ini tidak menjanjikan bahwa besoknya kita menjadi ahli dalam melakukannya. Perubahan adalah suatu proses dan bukan sekedar kejadian. Untuk mengembangan keahlian secara terus-menerus diperlukan upaya pengembangan profesi.
3.      New belief / Understanding. Bagaimana kita memahami perubahan adalah hal yang sangat penting untuk membuat penilaian, apakah kita akan melaksanakannya atau tidak dan bagaiman menggunakannya. “guru harus diajak berubah dengan dilatih terus-menerus dalam pembuatan satuan pelajaran, metode pelajarannya yang berbasis inquiry, discovery, contextual teaching and learning, menggunakan alat bantunya, menyusun evaluasinya, perubahan filosofisnya dan lain-lain.
Problema yang dihadapi guru dalam pelaksanaan KBK antara lain :
1.      Jumlah murid terlalu banyak/kurang ideal untuk model kurikulum KBK.
2.      Pemahaman guru tentang KBK masih lemah.
3.      Media yang terbatas/kurang menunjang, menghambat PBM.
4.      Lembar evaluasi untuk non tugas dan portofolio belum siap pakai.
5.      Siswa yang memiliki IQ rendah, kurang siap mengikuti KBK, SDM guru yang masih belum cukup memadai.
6.      Guru kurang kreatif.
C.    Solusi
Secara umum dapat dilakukan dengan cara :
1.      Kegiatan training untuk memahami dokumen KBK, kemudian dilanjutkan dengan pengembangan silabus, pengembangan sistem berbasis kelas, dan membuat rencana pembelajaran.
2.      Training implementasi
3.      Training evaluasi KBK berbasis kelas.
4.      Guru harus mengikuti, mempunyai kemampuan mengoperasikan teknologi.
Bagaimana mencapai itu semua ?
Rekrutlah guru-guru yang memang memiliki kualifikasi tinggi pada bidangnya. Syarat utama bagi guru untk dapat mengajar KBK denga baik adalah guru yang memiliki kapasitas penguasaan materi yang telah memadai. Guru harus benar-benar kompeten dengan materi yang aan diberikan. Guru yang tidak kompeten tentu tidak akan dapat menghasilan siswa yang ompeten. Selain tu guru juga harus memiliki komitmen yang benar-benar tinggi dalam usaha untuk mengembangkan kurikulum ini. Guru yang memilik motivasi rendah tidak akan dapat melaksanakan KBK ini, karena KBK menuntut kerja keras guru untuk mempersiapkan dan melaksnakan dikelas. Setelah itu berikan perlatihan tenteng KBK ini sebanyak-banyaknya dan biarkan mereka berkreasi dikelas. Kalu perlu magangkan mereka ke kelas-kelas internasional agar mereka melihat langsung bagaimana pendekatan competencce-based ini dilakukan di kelas. Berikan otonomi seluas-luasnya kepada mereka untk mengembangkan kurikulum. Apabila guru telah dapat menguasai materi yang hendak diajarkan, maka guru harus dapat mengupdate dirinya. Pelatihan terus-menerus adalah jawabnya. Baik itu metodologi-metodologi pengajaran yang berkolerasi dengan penguasaan KBK, maupun pemahaman filosofi dan paradigma yang menyertainya. Pelatihan ini harus dibarengi dengan usaha-usaha keras untuk mengembangkan sensifias dan kreatifitas dari masing-masing guru untuk mengembangkan sendiri metodologi yang tepat bagi siswa masing-masing. Sekolah juga harus terus aktif untuk meninbgkatkan motivasi dari gurunya dalam memberikan pengajaran yang terbaik bagi siswa-siswanya. Sekolah berewajiban untuk meningkatkan kompetensi guru-gurunya dalam memahami materi yang diajarkannya dan metodologi penyampaiannya. Untuk itu sekolahharus secara berkala menyelenggarakan atau mengirim guru-gurunya untuk mengikuti seminar, lokakarya, pelatihan, magang, maupun studi banding ke sekolah-sejolah yang telah mampu melaksanakan sistem pengjaran yang efektif. Minimal guru harus dapat memperoleh 3 (tiga) kali seminar atau pelatihan mengenai bidang studi yang diajarkan maupun tentang metodologi. Guru juga harus aktif mengikuti perkembangan metodologi pengajaran dengan mengikuti berbagai kegiatan kelompok profesi sejenis maupun melalui buletin-buletin profesi. Dianjurkan agar sekolah-sekolah mau belajar kesekolah-sekolah internasional yang ada di kota masing-masing, karena mereka telah lama melaksanankan pendekatan ‘student-centered’ maupun ‘competence-based’ ini, terutama dalam penerapan evaluasi dengan menggunakan portofolio. Ibarat koki yang harus memahami dasar-dasar tentang segala jenis bahan makanan dan peralatan masak, sebelum ia mampu membuat suatu masakan atau sajian yang benar-benar berkualitas, guru juga harus memahami materi yang henda diajarkan dan tahu tentang bagaimana mengolahnya menjadi suatu kegiatan belajar mengajar yang mampu mengembangkan kompetensi siswa-siswanya. Dibutuhkan guru-guru profesional untuk dapat mengembangkan KBK ini dan bukan guru berkualitaws standar. Guru KBK bukan hanya harus benar-benar menguasai materi yang akan disampaikan kepada siswa dan kaitannya dengan tujuan penddikan nasional secara filosofis maupun praktis. Ia juga harus paham hal-hal mendasar seperti prinsip belajar otakk kiri dan kanan, pendekatan Quantum Teaching and Learning, pemahaman tenang Multiple Intelligences dan penerapannya di kelas. Taksonomi Bloom dan aplikasinya pada proses belajar mengajar, metode Contextual Teaching and Learning, mengakses dan memanfaatkan internet sebagai wahana belajar, mengorkestrasikan materi yang diajarkannya dengan materi pelajaran lain dalam suatu KBM tematik dalam bentuk project.


BAB IV
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Jadi kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) atau kurikulum 2004, adalah kuriulum dalam dunia pendidikan di Indonesia yang mulai diterapkan sejak tahun 2004 walau sudah ada sekolah yang mulai menggunakan kurikulum ini sejak sebelum diterapkannya secara menyeluruh. Secara materi, sebenarnya kurikulum ini tak berbeda dari kurkulum 1994, perbedaannya hanya pada cara murid belajar di kelas, guru yang diperlukan dalam kurikulum 2004 adalah guru yang mempunyai kualifikasi atau kompetensi khusus untuk menunjang pencapaian kompetensi lulusan pada suatu pendidikan. Guru bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran dan melakukan pembimbingan serta pelatihan.
B.     Saran
Secara menyeluruh, guru hendaknya mengkuti pelatihan-pelatihan ataui seminar, lokakarya yang diadakan oleh pemerintah atau instansi terkait. Kepada kepala sekolah hendaknya melengkapi dan memperbanyak sarana dan media pembelajaran geografi, seperti laboratorium goegrafi, VCD, panthograf, peta, globe, dan media lainnya yang mendukung materi geografi, sehingga siswa lebih tertarik pada pelajaran geografi. Kepala dinas pendidikan hendaknya ikut berperan aktif dalam pembinaan kepala sekolah tentang pelaksanaan kurikulum 2004. Kepada masyaraat atau wali murid hendaknya berperan atif dalam pelaksanaan kurikulum 2004, yaitu ikut memperhatikan kegiatan siswa dluar sekolah. Disarankan kepada guru, hendaknya lebih aktif lagi dalam mempelajari kurikulum 2004.





DAFTAR PUTAKA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar