BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Untuk dapat
bertahan dan memenangkan persaingan dalam dunia pelayaran dituntut adanya daya
saing, kinerja dan mutu yang bagus dari semua sumber yang dimiliki oleh negara,
khususnya sumber daya manusia (SDM) yang bermutu dan berfikir modern.
Dalam
perusahaan pelayaran, manusia sebagai karyawan laut merupakan suatu asset yang
sangat berharga. Karena manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang paling
sempurna di dunia. Manusia mempunyai daya pikir, analisa dan kreativitas untuk
merencanakan, mengorganisasikan, mengaktualisasikan, dan mengontrol segala
sesuatu sesuai dengan fungsinya dalam manajemen. Sehingga perusahaan dapat
berkembang dengan optimal yang selalu melakukan perbaikan dan pengembangan
secara efektif dan efesisien dalam segala hal untuk mempertahankan kelangsungan
hidup perusahaan pada era persaingan bebas.
Menggerakkan dan mengendalikan manusia agar mau bekerja sesuai dengan harapan perusahaan tidaklah pekerjaan yang mudah karena manusia adalah mahluk yang bermartabat, mempunyai perasaan, cita – cita, keinginan dan harapan. Jalan yang ditempuh perusahaan untuk mengatur manusia agar mau bekerja dengan harapan perusahaan yaitu melalui disiplin karyawan.
Adapun
disiplin pada hakikatnya mencerminkan besarnya tanggung jawab seseorang
terhadap tugas – tugas yang diberikan kepadanya. Disiplin kerja diartikan jika
karyawan selalu datang dan pulang tepat pada waktunya, mengerjakan semua
pekerjaannya dengan baik dan tepat waktu, melaksanakan perintah atasan, dan
mematuhi semua peraturan perusahaan dan norma – norma yang berlaku. Disiplin
kerja yang tinggi akan meningkatkan produktivitas kerja seorang karyawan
khususnya karyawan laut. Jika perusahaan pelayaran memiliki karyawan laut yang
mempunyai disiplin tinggi tetapi tidak menunjukkan kinerja yang baik maka
teknologi maju yang dimiliki perusahaan tidak akan menghasilkan produk yang
bermutu secara optimal. Perusahaan menginginkan tenaga kerja yang berkualitas
dan produktiv sehingga perusahaan dapat maju dengan pesat dan mampu bersaing
pada era persaingan bebas.
Perusahaan
melakukan beberapa langkah untuk meningkatkan produktivitas kerja, salah satu
langkah yang diambil perusahaan yaitu dengan program pelatihan karyawan laut
secara berkesinambungan seperti In House Training Program dan On Board
Trainning program. Program yang bertujuan untuk meningkatkan teknis, teoritis
konseptual dan moral karyawan laut agar produktivitas kerja menjadi baik dan
mencapai hasil yang optimal. Untuk menindaklanjuti program pelatihan tersebut,
perusahaan mengadakan penilaian terhadap kinerja karyawan laut apakah
produktivitas kerja yang dicapai oleh seorang karyawan memenuhi standar
perusahaan dengan adanya Shipboard Appraisal Report dari kapal ke kantor secara
berkala setiap enam bulan. Dengan adanya penilaian kerja tersebut, tidak
menutup kemungkinan karyawan tersebut akan dipromosikan atau atas balas jasanya
dinaikkan atau diberhentikan yang tujuannya untuk mendorong karyawan lebih giat
dalam bekerja sehingga dapat memenuhi kebutuhannya.
Untuk
menghadapi persaingan bebas yang semakin ketat dituntut disiplin karyawan untuk
meningkatkan produktivitas secara optimal, maksudnya setiap sumber daya manusia
dituntut untuk dapat melaksanakan semua tugas dan tanggung jawabnya sebaik
mungkin, bekerja dengan cepat, tepat pada harapan yang dituju dan bermanfaat
bagi perkembangan perusahaan. Sehingga menghasilkan kinerja karyawan yang baik
dan mempercepat pencapaian tujuan perusahaan secara efektif dan efisien.
Berdasarkan
uraian di atas maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam dan
mengemukakan dalam bentuk sebuah makalah dengan judul “Hubungan Disiplin Dengan
Produktivitas, Mutu, Kinerja dan Kebahagiaan Karyawan.
B.
Tujuan
Penulisan
Sesuai
dengan masalah yang di angkat, maka makalah ini penulis kemukakan tujuan yang
ingin dicapai yaitu untuk memberi informasi mengenai pengeruh disipllin
terhadap kinerja, mutu, produktivitas dan kebahagiaan pegawai.
C.
Kegunaan
Penulisan
Adapun
manfaat dari penulisan ini adalah :
1. Sebagai
salah satu syarat untuk memenuhi tugas Manajemen Sumber daya manusia
2. Untuk
menambah khasanah dan wawasan ilmiah bagi penulis khususnya dalam hal sumber
daya manusia. Disamping itu penelitian ini bertujuan untuk memenuhi persyaratan
akademis.
BAB II
LANDASAN TEORI
A.
Pengertian
Disiplin
Pada
hakekatnya, disiplin merupakan hal yang dapat dilatih. pelatihan disiplin
diharapkan dapat menumbuhkan kendali diri, karakter atau keteraturan, dan
efisiensi. Jadi secara singkat dapat disimpulkan bahwa disiplin berhubungan
dengan pengendalian diri supaya dapat menbedakan mana hal yang benar dan mana
hal yang salah sehingga dalam jangka panjang diharapkan bisa menumbuhkan
perilaku yang bertanggung jawab
Berikut ini adalah pengertian dan
definisi disiplin menurut para ahli :
1.
R. F. OLIVIA
Disiplin
adalah merujuk pada autoriti, keadaan kelas yang teratur, program studi yang
sitematik, serta cara penetapan peraturan atau hukuman
2.
ABDULLAH SANI BIN YAHAYA
Disiplin
adalah hubungan tata tertib, tata susila, adab, akhlak, dan kesopanan
3.
KAMUS BESAR BAHASA INDONESIA
Disiplin
adalah tata tertib ( di sekolah, kemiliteran, dsb) atau ketaatan (kepatuhan)
kepada peraturan (tata tertib, dsb)
4.
JIM ROHN
Disiplin
adalah jembatan antara tujuan dan prestasi
5.
MIZAN ADILIAH
Disiplin
merupakan latihan yang diberikan kepada murid supaya mereka bertindak sesuai
dengan peraturan di rumah, sekolah, dan masyarakat
6.
TOTO ASMARA
Disiplin
merupakan hasil belajar dan mencakup aspek kognitif, afektif, dan
behavioral
7.
TIM PENULIS GRASINDO
Disiplin
merupakan wujud nyata dari penghargaan kita pada diri sendiri dan orang
lain
8.
ANDRIAS HAREFA
Disiplin
adalah proses pelatihan pikiran dan karakter, yang meningkatkan kemampuan untuk
mengendalikan diri sendiri dan menumbuhkan ketaatan atau kepatuhan terhadap
tata tertib atau nilai tertentu
9.
EUIS SUNARTI
Disiplin
merupakan salah satu aspek perkembangan seorang individu yang berkaitan dengan
cara untuk mengkoreksi atau memperbaiki dan mengajarkan anak tingkah laku baik
tanpa merusak harga diri anak
10.
SUKONO
Disiplin
adalah beraneka aturan yang menjadi petunjuk dan pegangan kehidupan beradab
suatu masyarakat agar dapat melangsungkan keberadaannya dalam keadaan aman,
tertib, serta terkendali berdasarkan hukum dalam semua aspek kehidupan
11.
Siagian, 1998:305-307
Disiplin merupakan tindakan manajemen
untuk mendorong para anggota organisasi memenuhi berbagai kebutuhan yang harus
dipenuhi oleh para anggota organisasi. Dengan demikian pendisiplinan pegawai
adalah suatu bentuk pelatihan yang berusaha memperbaiki dan membentukk
pengetahuan, sikap, dan perilaku karyawan sehingga para karyawan tersebut
secara sukarela berusaha bekerja secara kooperatif dengan para karyawan yang
lain serta meningkatkan prestasi kerjanya.
Dalam suatu organisasi sesederhana apapun berikutnya, terdapat dua jenis disiplin, yaitu disiplin yang bersifat preventif maupun yang bersifat korekatif. Demikian pula bentuk pendisiplinan pun dalam organisasi mencakup pendisiplinan prevetnif dan pendisiplinan korektif. Pendisiplinan preventif merupakan bentuk pendisiplinan yang bersifat tindakan yang mendorong para bawahan untuk taat pada berbagai ketentuan yang berlaku dan memenuhi standar yang telah ditetapkan. Sedangkan pendisiplinan korektif lebih ditujukan kepada pemberian sanksi kepada bawahan atas sejumlah pelanggaran yang telah dilakukannya.
Dalam suatu organisasi sesederhana apapun berikutnya, terdapat dua jenis disiplin, yaitu disiplin yang bersifat preventif maupun yang bersifat korekatif. Demikian pula bentuk pendisiplinan pun dalam organisasi mencakup pendisiplinan prevetnif dan pendisiplinan korektif. Pendisiplinan preventif merupakan bentuk pendisiplinan yang bersifat tindakan yang mendorong para bawahan untuk taat pada berbagai ketentuan yang berlaku dan memenuhi standar yang telah ditetapkan. Sedangkan pendisiplinan korektif lebih ditujukan kepada pemberian sanksi kepada bawahan atas sejumlah pelanggaran yang telah dilakukannya.
Dengan kejelasan dan penjelasan tentang
pola sikap, tindakan, dan perilaku yang diinginkan dari setiap anggota
organisasi maka diusahakan pencegahan pelanggaran, dan jangan sampai para
pegawai berperilaku negatif.
Keberhasilan penerapan pendisiplinan preventif ini, terletak pada disiplin pribadi para anggota organisasi. Disiplin pribadi ini agar semakin kekal, sedikit nya diperlukan tiga hal yang perlu mendapat perhatian manajemen. Pertama, para anggota organisasi perlu didorong agar mempunyai rasa memiliki organisasi. Hal ini berarti, perlu ditanamkan perasaan kuat bahwa keberadaan mereka dalam organisasi bukan hanya sekedar mencari nafkah dan bahwa mereka adalah anggota keluarga besar organisasi yang bersangkutan. Kedua, para bawahan perlu diberi penjelasan tentang berbagai ketentuan yang wajib ditaati, dan standar yang harus dipenuhi. Ketiga, para bawahan didorong untuk menentukan sendiri cara-cara pendisiplinan diri dalam kerangka ketentuan-ketentuan yang belraku umum bagi seluruh anggota organisasi.
Keberhasilan penerapan pendisiplinan preventif ini, terletak pada disiplin pribadi para anggota organisasi. Disiplin pribadi ini agar semakin kekal, sedikit nya diperlukan tiga hal yang perlu mendapat perhatian manajemen. Pertama, para anggota organisasi perlu didorong agar mempunyai rasa memiliki organisasi. Hal ini berarti, perlu ditanamkan perasaan kuat bahwa keberadaan mereka dalam organisasi bukan hanya sekedar mencari nafkah dan bahwa mereka adalah anggota keluarga besar organisasi yang bersangkutan. Kedua, para bawahan perlu diberi penjelasan tentang berbagai ketentuan yang wajib ditaati, dan standar yang harus dipenuhi. Ketiga, para bawahan didorong untuk menentukan sendiri cara-cara pendisiplinan diri dalam kerangka ketentuan-ketentuan yang belraku umum bagi seluruh anggota organisasi.
Disiplin, dikembangkan melalui human
relations, motivations, renumeration (penghargaan dan hukuman), serta
communication yang efektif sehingga tidak timbul salah paham. Penegakan
disiplin dalam suatu organisasi merupakan sesuatu yang mutlak harus dilaksanakan,demi
peningkatan kinerja organisasi. Dengan demikian disiplin adalah penggunaan
beberapa bentuk hukuman atau sanksi apabila bawahan menyimpang dari aturan
(Gibson, 1996:322).
Hasibuan (2000:194) berpendapat
bahwa kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang menaatik semua
peraturan dan peraturan-peraturan yang berlaku. Kesadaran adalah sikap
seseorang secara sukarela menaati semua peraturan dan sadar akan tugas dan
tanggung jawabnya, sehingga dia akan mematuhi/mengerjakan semua tugasnya dengan
baik, bukan atas paksaan. Kesediaan adalah suatu sikap, tingkah laku dan
perbuatan seseorang yang sesuai dengan peraturan baik yang tertulis maupun
tidak. Sehingga seseorang akan bersedia mematuhi semua peraturan serta
melaksanakan tugas-tugasnya secara sukarela maupun terpaksa. Kedisiplinan
diartikan jika karyawan selalu datang dan pulang tepat waktunya, mengerjakan
semua pekerjaannya dengan baik, mematuhi semua peraturan dan norma-norma sosial
yang berlaku. Dalam menegakkan kedisiplinan, peraturan sangat diperlukan untuk
memberikan bimbingan dan penyuluhan bagi karyawan dalam menciptakan tata tertib
yang baik dalam organisasi. Dengan tata tertib yang baik, semangat kerja,
moralkj, efisiensi dan efektivitas kerja karyawan akan meningkat. Hal ini akan mendukung
tercapainya tujuan organisasi. Jelasnya organisasi akan sulit mencapai
tujuannya, jika pegawai tidak mematuhi peraturan-peraturan tersebut.
B.
Pengertian
Produktivitas
Kata
produktivitas memang telah menggema di Indonesia dalam beberapa tahun
belakangan ini, walaupun kegiatan untuk meningkatkan produktivitas baik
tenaga, modal, tanah, maupun sumber-sumber alam lainnya yang tersebar di
seluruh tanah air kita telah berlangsung lama. Kalau kita membicarakan
produktivitas, seharusnya kita tidak melepaskan diri dari falsafah negara
kita Pancasila. Peningkatan produktivitas mutlak diperlukan baik oleh
lingkungan badan pemerintah maupun swasta, karena peningkatan
produktivitas mengandung pertambahan hasil dan perbaikan tata pencapaian
produksi. Badan usaha yang sukses adalah badan usaha yang dapat mengolah
tenaga kerjanya dengan baik dan efektif. Produktivitas tenaga kerja
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kompensasi, insentif,
lingkungan kerja, pendidikan dan latihan, kesempatan kerja, dan kemampuan
manajerial.
Produktivitas
mempunyai pengertian filosofis dan teknik operasional. Secara filosofis
produktivitas merupakan sikap mental yang mempunyai pandangan bahwa
"Mutu kehidupan hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan hari
esok harus lebih baik dari hari ini" {Ravianto 1985).
Sikap seperti di atas tentu sangat diperlukan untuk menjawab berbagai tantangan dalam melakukan berbagai aktivitas dan diharapkan pula menciptakan suasana kehidupan kerja dan prosedur kerja yang lebih baik serta dapat menciptakan metode-metode dan sistem kerja yang produktif dan dapat menghindari pemborosan-pemborosan yang pada akhimya mendatangkan kerugian bagi pihak badan usaha. Secara teknik operasional, produktivitas diartikan sebagai efisiensi dari penggunaan sumber daya untuk menghasilkan pengeluaran yang efisien.
Sikap seperti di atas tentu sangat diperlukan untuk menjawab berbagai tantangan dalam melakukan berbagai aktivitas dan diharapkan pula menciptakan suasana kehidupan kerja dan prosedur kerja yang lebih baik serta dapat menciptakan metode-metode dan sistem kerja yang produktif dan dapat menghindari pemborosan-pemborosan yang pada akhimya mendatangkan kerugian bagi pihak badan usaha. Secara teknik operasional, produktivitas diartikan sebagai efisiensi dari penggunaan sumber daya untuk menghasilkan pengeluaran yang efisien.
Menurut
Werther (1986) yang mengatakan bahw definisi atau pengertian produktivitas
adalah keluaran fisik per unit dari usaha produktif, produktivitas adalah
tingkat keefektifan dari penggunaan tenaga kerja dan peralatan.
Suprihanto
(1992) mengatakan bahwa definisi atau pengertian produktivitas adalah
perbandingan antara hasil yang dicapai dengan keseiuruhan sumber
daya yang dipergunakan.
Winardi
(1981) mengatakan bahwa definisi atau pengertian produktivitas adalah rasio
output fisik dibandingkan dengan input fisik.
Payaman
Simanjuntak (1983) mengungkapkan tiga definisi atau pengertian produktivitas
sebagai berikut :
- Secara filosofis produktivitas mengandung pengertian pandangan hidup dan sikap mental yang selalu berusaha untuk meningkatkan mutu kehidupan, keadaan hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan mutu kehidupan harus lebih baik dari hari ini.
- Secara defmisi kerja produktivitas mengandung pengertian perbandingan antara hasil yang dicapai dengan sumber daya yang digunakan persatuan waktu.
- Secara teknis operasional produktivitas mengandung makna peningkatan produksi yang dapat terwujud dengan tiga bentuk yaitu:
a. Jumlah
produksi yang sama dapat diperoleh dengan menggunakan sumber daya manusia
yang lebih sedikit.
b. Jumlah
produksi yang lebih besar dapat dicapai dengan menggunakan sumber daya
yang lebih sedikit.
c. Jumlah
produksi yang lebih besar dapat diperoleh dengan pertambahan biaya yang
relatif sedikit atau kecil.
Dari beberapa
batasan yang dikemukakan di atas mengenai produktivitas, maka dapat
dikatakan produktivitas merupakan perbandingan antara keluaran (output)
dengan masukan yang digunakan (input) pada suatu periode. Adapun
unsur masukan dapat digunakan berupa modal, tenaga kerja, mesin dan peralatan,
bahan-bahan, dan sebagainya. Sementara keluarannya dapat berupa fisik unit
atau nilai uang dan dapat berupa non fisik dalam hal ini berbentuk jasa.
Definisi atau
pengertian di atas menunjukkan produktivitas total, karena dikaitkan
dengan masukan secara keseluruhan dan keluaran secara keseluruhan pula. Apabila
salah satu faktor masukan yang diperhitungkan dinamakan produktivitas
parsial. Misalnya produktivitas tenaga kerja, karena ditinjau dan diperhitungkan
khusus pada unsur tenaga kerja saja.
C.
Pengertian
Mutu
Mutu memiliki
beberapa pengertian yang berbeda menurut para ahli. Phil Crosby,misalnya,
menyatakan mutu berarti kesesuaian terhadap persyaratan ,seperti jam tahan air,
sepatu tahan lama, dokter yang ahli,dll. Dokter yang mampu mendiagnosa dengan
tepat penyakit pasiennya digolongkan sebagai dokter yang bermutu. Sementara
Edward Deming ,menyatakan mutu berarti pemecahan masalah untuk mencapai
penyempurnaan terus menerus seperti Kaizen di Toyota. Dalam hal ini berarti
mutu berarti sesuatu yang kontinu, senantiasa ada perbaikan,tidak stagnan.
K.Ishikawa, pencipta diagram tulang ikan, menyatakan mutu berarti kepuasan
pelanggan,baik pelanggan internal maupun eksternal. Kepuasan pelanggan internal
akan menyebabkan kepuasan pelanggan eksternal.
Ada 2
keuntungan yang dicapai dengan menghasilkan produk atau pelayanan bermutu:
1. Peningkatan
Pasar (Market Gain).
Mutu produk
atau pelayanan yang meningkat akan membuat produk (baik barang maupun jasa)
tersebut makin dikenal sehingga permintaan pasar meningkat dan keuntungan
perusahaan juga meningkat. Sebuah kitchen/wardrobe yang bagus desainnya
sekaligus tahan lama akan makin banyak dikenal dan dicari orang. Demikian juga
rumah sakit atau bank yang memberikan pelayanan yang baik kepada pasien atau
nasabahnya akan makin didatangi orang yang membutuhkan jasanya.
2. Penghematan
Biaya (Cost Saving).
Mutu produk
yang meningkat akan menurunkan biaya produksi atau service. Cacat produk
tentu akan mengakibatkan penggantian ulang (rework) yang membutuhkan tambahan
biaya material, biaya tenaga kerja, listrik,dll, yang mengurangi keuntungan
perusahaan.
Ada 5 tahap
perkembangan konsep mutu.
1. Tahap
era Tanpa mutu.
Masa ini
dimulai sebelum abad ke-18 dimana produk yang dibuat tidak diperhatikan mutunya.
Hal seperti ini mungkin terjadi karena pada saat itu belum ada persaingan
(monopoli) Dalam era modern saat ini, praktik seperti ini masih bisa dijumpai.
Pengadaan listrik misalnya, hingga saat ini masih dikuasai oleh PLN
sehingga masyarakat tidak bisa pindah meskipun pelayanan listriknya sering
mati. Dahulu Telkom menjadi satu-satunya operator telepon sehingga masyarakat
tidak bisa berpaling meskipun harganya mahal dan sulit untuk mendapatkan
sambungan telepon ke rumah.
2. Tahap
era Inspeksi.
Era ini mulai
berlangsung sekitar tahun 1800-an, dimana pemilahan produk akhir dilakukan
dengan cara melakukan inspeksi sebelum dilepas ke konsumen. Tanggung-jawab mutu
produk diserahkan sepenuhnya ke departemen inspeksi (QC). Departemen QC
akhirnya selalu jadi sasaran bila ada produk cacat yang lolos ke konsumen. Di
sisi lain, biaya mutu menjadi membengkak karena produk seharusnya sudah bisa
dicegah masuk ke proses berikutnya pada saat departemen terkait menemukan
adanya cacat di bagiannya masing-masing sebelum diperiksa oleh petugas
inspeksi.
3. Tahap
Statistical Quality Control Era (Pengendalian Mutu secara Statistik).
Era ini
dimulai tahun 1930 oleh Walter Shewart dari Bell Telephone Laboratories.
Departemen Inspeksi dilengkapi dengan alat dan metode statistik untuk
mendeteksi penyimpangan yang terjadi pada produk yang dihasilkan departemen
produksi. Departemen Produksi menggunakan data tersebut untuk melakukan
perbaikan terhadap sistem dan proses.
4. Tahap
Quality Assurance Era.
Era ini mulai
berkembang tahun 1950-an. Konsep mutu meluas dari sebatas tahap produksi
(hilir) ke tahap desain (hulu) dan berkoordinasi dengan departemen jasa
(Maintenance,PPIC,Gudang,dll). Manajemen mulai terlibat dalam penentuan pemasok
(supplier). Konsep biaya mutu mulai dikenal, bahwa aktivitas pencegahan akan
mengurangi pengeluaran daripada upaya perbaikan cacat yang sudah terjadi.
Desain yang salah misalnya akan mengakibatkan kesalahan produksi atau
instalasi. Oleh sebab itu sangat ketelitian desain untuk mengurangi biaya.
Contoh dari era ini adalah penggunaan ISO 9000 versi 1994.
5. Tahap
Strategic Quality Management /Total Quality Management.
Dalam era ini
keterlibatan manajemen puncak sangat besar dalam menjadikan kualitas sebagai
modal untuk menempatkan perusahaan siap bersaing dengan kompetitor. Sistem ini
didefenisikan sebagai sistem manajemen strategis dan integratif yang
melibatkan semua manajer dan karyawan serta menggunakan metode-metode
kualitatif dan kuantitatif untuk memperbaiki proses-proses organisasi secara
berkesinambungan agar dapat memenuhi dan melampaui harapan pelanggan. Contoh
era ini adalah penggunaan Sistem manajemen Mutu ISO 9000 versi 2000 dan 2008.
Dari paparan di atas,
dapat ditarik kesimpulan bahwa mutu memiliki makna beragam namun pada intinya
adalah bagaimana menghasilkan produk atau jasa yang bisa melayani kebutuhan
pelanggan bahkan melampaui harapan mereka. Dari sisi perusahaan, keunggulan
mutu produk akan memberikan keuntungan berupa peningkatan jumlah pelanggan dan
penurunan biaya yang pada akhirnya akan meningkatkan keuntungan yang diperoleh
perusahaan. Pengenalan tahap-tahap perkembangan konsep mutu akan menyadarkan
kita posisi konsep mutu yang kita terapkan saat ini di perusahaan atau
organisasi kita dan menyesuaikan dengan konsep yang terbaru. Dengan demikian
kita akan selalu siap memberikan mutu yang terbaik untuk keuntungan pelanggan
dan perusahaan kita sendiri.
D.
Pengertian
Kinerja
kinerja
merupakan hasil kerja yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan
tugas dan tanggung jawabnya. Definisi kinerja menurut Bambang Kusriyanto dalam
A.A. Anwar Prabu Mangkunegara (2005: 9) adalah perbandingan hasil yang dicapai
dengan peran serta tenaga kerja per satuan waktu (lazimnya per jam).
Faustino
Cardosa Gomes dalam A.A. Anwar Prabu Mangkunegara, (2005: 9) mengemukakan
definisi kinerja sebagai ungkapan seperti output, efisiensi serta efektivitas
sering dihubungkan dengan produktivitas. Sedangkan Menurut A.A. Anwar Prabu
Mangkunegara (2005: 9), kinerja karyawan (prestasi kerja) adalah hasil kerja
secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa kinerja SDM adalah prestasi kerja, atau
hasil kerja (output) baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai SDM per satuan
periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab
yang diberikan kepadanya.
Penilaian
prestasi kerja merupakan usaha yang dilakukan pimpinan untuk menilai hasil
kerja bawahannya. Menurut Leon C. Mengginson dalam A.A. Anwar Prabu
Mangkunegara, (2005: 10), penilaian prestasi kerja (performance appraisal)
adalah suatu proses yang digunakan pimpinan untuk menentukan apakah seorang
karyawan melakukan pekerjaannya sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya.
Selanjutnya Andrew E. Sikula dalam A.A. Anwar Prabu Mangkunegara, (2005: 10)
mengemukakan bahwa penilaian pegawai merupakan evaluasi yang sistematis dari
pekerjaan pegawai dan potensi yang dapat dikembangkan. Penilaian dalam proses
penafsiran atau penentuan nilai, kualitas atau status dari beberapa obyek orang
ataupun sesuatu barang.
Menurut
T. Hani Handoko (2001: 235), penilaian prestasi kerja (performance appraisal)
adalah proses melalui mana organisasi-organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi
kerja karyawan. Kegiatan ini dapat memperbaiki keputusan-keputusan personalia
dan memberikan umpan balik kepada para karyawan tentang pelaksanaan kerja
mereka.
Berdasarkan
pendapat beberapa ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa penilaian prestasi kerja
(kinerja) adalah penilaian yang dilakukan secara sistematis untuk mengetahui
hasil pekerjaan karyawan dan kinerja organisasi. Disamping itu, juga untuk
menentukan pelatihan kerja secara tepat, memberikan tanggapan yang lebih baik
di masa mendatang dan sebagai dasar untuk menentukan kebijakan dalam hal
promosi jabatan dan penentuan imbalan. Tujuan dari penilaian prestasi kerja
(kinerja) adalah untuk memperbaiki atau meningkatkan kinerja organisasi dari
SDM organisasi. Secara spesifik, tujuan dari evaluasi kinerja sebagaimana
dikemukakan Agus Sunyoto dalam A.A. Anwar Prabu Mangkunegara, (2005: 10)
adalah:
1. Meningkatkan
saling pengertian antara karyawan tentang persyaratan kinerja.
2. Mencatat dan mengakui hasil kerja seseorang
karyawan, sehingga mereka termotivasi untuk berbuat yang lebih baik, atau
sekurang-kurangnya berprestasi sama dengan prestasi yang terdahulu.
3. Memberikan
peluang kepada karyawan untuk mendiskusikan keinginan dan aspirasinya dan
meningkatkan kepedulian terhadap karir atau terhadap pekerjaan yang diembannya
sekarang.
4. Mendefinisikan
atau merumuskan kembali sasaran masa depan, sehingga karyawan termotivasi untuk
berprestasi sesuai dengan potensinya.
5. Memeriksa
rencana pelaksanaan dan pengembangan yang sesuai dengan kebutuhan pelatihan,
khusus rencana diklat, dan kemudian menyetujui rencana itu jika tidak ada
hal-hal yang perlu diubah.
Penilaian
kinerja pegawai memiliki beberapa sasaran seperti yang dikemukakan Agus Sunyoto
dalam A.A. Anwar Prabu Mangkunegara, (2005: 11) yaitu:
1. Membuat
analisis kerangka dari waktu yang lalu secara berkesinambungan dan periodik
baik kinerja karyawan maupun kinerja organisasi.
2. Membuat
evaluasi kebutuhan pelatihan dari para karyawan melalui audit keterampilan dan
pengetahuan sehingga dapat mengembangkan kemampuan dirinya. Atas dasar evaluasi
kebutuhan pelatihan ini dapat menyelenggarakan program pelatihan dengan tepat.
3. Menentukan
sasaran dari kinerja yang akan datang dan memberikan tanggung jawab perorangan
dan kelompok sehingga untuk periode selanjutnya jelas apa yang harus diperbuat
oleh karyawan, mutu dan bahan baku yang harus dicapai, sarana dan prasarana
yang diperlukan untuk meningkatkan kinerja karyawan.
4. Menentukan
potensi karyawan yang berhak memperoleh promosi, dan kalau berdasarkan hasil
diskusi antara karyawan dengan pimpinan itu untuk menyusun suatu proposal
mengenai sistem bijak (merit system) dan sistem promosi lainnya, seperti
imbalan (yaitu reward system recommendation)
Sedangkan
T. Hani Handoko (2001: 138-139), penilaian hendaknya memberikan gambaran akurat
mengenai prestasi kerja karyawan sehingga untuk mencapai tujuan ini sistem
penilaian harus mempunyai hubungan dengan pekerjaan (jon related), praktis,
mempunyai standar-standar dan menggunakan berbagai ukuran yang dapat
diandalkan. Job related berarti bahwa sistem menilai perilaku-perilaku kritis
yang mewujudkan keberhasilan perusahaan. Sedangkan suatu sistem disebut praktis
bila dipahami atau dimengerti oleh para penilai dan karyawan. Di samping harus
job related dan praktis, evaluasi prestasi kerja memerlukan standar-standar
pelaksanaan kerja (performance standard) dengan mana prestasi kerja diukur.
Agar efektif, standar hendaknya berhubungan dengan hasil-hasil yang diinginkan
pada setiap pekerjaan. Lebih lanjut, evaluasi juga memerlukan ukuran-ukuran
prestasi kerja yang dapat diandalkan (performance measures). Berbagai ukuran
ini, agar berguna, harus mudah digunakan, reliabel dan melaporkan
perilaku-perilaku kritis yang menentukan prestasi-prestasi kerja.
Menurut
B. Siswanto Sastrohadiwiryo (2005: 232), penilaian kinerja (prestasi kerja)
merupakan proses subjektif yang menyangkut penilaian manusia. Dikatakan
penilaian kinerja subyektif, karena kebanyakan pekerjaan benar-benar tidak
mungkin diukur secara obyektif, hal ini disebabkan beberapa alasan, termasuk
alasan kerumitan dalam tugas pengukuran, lingkaran yang berubah-ubah, dan
kesulitan dalam merumuskan tugas dan pekerjaan individual tenaga kerja secara
rinci. Dengan demikian, penilaian kinerja sangat mungkin keliru dan sangat
mudah dipengaruhi oleh sumber yang tidak aktual. Tidak sedikit sumber tersebut
mempengaruhi proses penilaian sehingga harus diperhitungkan dan dipertimbangkan
dengan wajar. Penilaian kinerja dianggap memenuhi sasaran apabila memiliki
dampak yang baik pada tenaga kerja yang baru dinilai kinerja/keragaannya.
Menurut
Henry Simamora (2004: 362-363), meskipun mustahil mengidentifikasi setiap
kriteria kinerja yang universal yang dapat diterapkan pada semua pekerjaan,
adalah mungkin menentukan beberapa karakteristik yang harus dimiliki oleh
kriteria apabila kriteria itu diharapkan bermanfaat bagi penilaian kinerja.
Karakteristiknya adalah:
1. Kriteria
yang baik harus mampu diukur dengan cara-cara yang dapat dipercaya. Konsep
keandalan pengukuran mempunyai dua komponen: stabilitas dan konsistensi.
Stabilitas menyiratkan bahwa pengukuran kriteria yang dilaksanakan pada waktu
yang berbeda haruslah mencapai hasil yang kira-kira serupa. Konsistensi
menunjukkan bahwa pengukuran kriteria yang dilakukan dengan metode yang berbeda
atau orang yang berbeda harus mencapai hasil yang kira-kira sama.
2. Kriteria
yang baik harus mampu membedakan individu-individu sesuai dengan kinerja
mereka. Salah satu tujuan penilaian kinerja adalah evaluasi kinerja anggota
organisasi. Jikalau kriteria semcam itu memberikan skor yang identik kepada
semua orang, maka kriteria tersebut tidak berguna untuk mendistribusikan
kompensasi atas kinerja, merekomendasikan kandidat untuk promosi, ataupun
menilai kebutuhan-kebutuhan pelatihan dan pengembangan.
3. Kriteria
yang baik haruslah sensitif terhadap masukan dan tindakan pemegang jabatan.
Karena tujuan penilaian kinerja adalah untuk menilai efektivitas individu
anggota organisasi, kriteria efektivitas yang dipakai dalam sistem itu haruslah
terutama di bawah kebijakan pengendalian orang yang sedang dinilai.
4. Kriteria
yang baik harus dapat diterima oleh individu yang mengetahui kinerjanya sedang
dinilai. Adalah penting agar orang-orang yang kinerjanya sedang diukur merasa
bahwa kinerja yang sedang digunakan memberikan petunjuk yang adil dan benar
tentang kinerja mereka.
Menurut
B. Siswanto Sastrohadiwiryo (2005: 235), belum adanya kesamaan antara
perusahaan yang satu dengan perusahaan lainnya dalam menentukan unsur yang
harus dinilai dalam proses penilaian kinerja yang dilakukan manajemen/penyelia
penilai disebabkan selain terdapat perbedaan yang diharapkan dari masing-masing
perusahaan, juga karena belum terdapat standar baku tentang unsur-unsur yang
perlu diadakan penilaian. Pada umumnya unsur-unsur yang perlu diadakan
penilaian dalam proses penilaian kinerja adalah kesetiaan, prestasi kerja,
tanggung jawab, ketaatan, kejujuran, kerjasama, prakarsa, dan kepemimpinan.
1. Kesetiaan
kesetiaan yang dimaksud adalah tekad dan kesanggupan mentaati, melaksanakan dan mengamalkan sesuatu yang ditaati dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab. Tekad dan kesanggupan tersebut harus dibuktikan dengan sikap dan perilaku tenaga kerja yang bersangkutan dalam kegiatan sehari-hari serta dalam melaksanaan tugas dan pekerjaan yang diberikan kepadanya. Kesetiaan tenaga kerja terhadap perusahaan sangat berhubungan dengan pengabdiannya. Pengabdian yang dimaksud adalah sumbangan pikiran dan tenaga yang ikhlas dengan mengutamakan kepentingan publik.
kesetiaan yang dimaksud adalah tekad dan kesanggupan mentaati, melaksanakan dan mengamalkan sesuatu yang ditaati dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab. Tekad dan kesanggupan tersebut harus dibuktikan dengan sikap dan perilaku tenaga kerja yang bersangkutan dalam kegiatan sehari-hari serta dalam melaksanaan tugas dan pekerjaan yang diberikan kepadanya. Kesetiaan tenaga kerja terhadap perusahaan sangat berhubungan dengan pengabdiannya. Pengabdian yang dimaksud adalah sumbangan pikiran dan tenaga yang ikhlas dengan mengutamakan kepentingan publik.
2. Hasil
kerja
Yang dimaksud dengan
hasil kerja adalah kinerja yang dicapai oleh seorang tenaga kerja dalam
melaksanakan tugas dan pekerjaan yang diberikan kepadanya. Pada umumnya kerja
seorang tenaga kerja antara lain dipengaruhi oleh kecakapan, keterampilan,
pengalaman, dan kesungguhan tenaga kerja yang bersangkutan.
3. Tanggung
jawab.
Tanggung jawab adalah
kesanggupan seorang tenaga kerja dalam menyelesaikan tugas dan pekerjaan yang
diserahkan kepadanya dengan sebaik-baiknya dan tepat waktu serta berani memikul
resiko atas keputusan yang diambilnya atau tindakan yang dilakukannya.
4. Ketaatan.
Yang dimaksud ketaatan adalah kesanggupan seorang tenaga kerja untuk mentaati segala ketetapan, peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku, mentaati perintah kedinasan yang diberikan atasan yang berwenang, serta kesanggupan untuk tidak melanggar larangan yang telah ditetapkan perusahaan maupun pemerintah, baik secara tertulis maupun tidak tertulis.
Yang dimaksud ketaatan adalah kesanggupan seorang tenaga kerja untuk mentaati segala ketetapan, peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku, mentaati perintah kedinasan yang diberikan atasan yang berwenang, serta kesanggupan untuk tidak melanggar larangan yang telah ditetapkan perusahaan maupun pemerintah, baik secara tertulis maupun tidak tertulis.
5. Kejujuran
Yang dimaksud dengan kejujuran adalah ketulusan hati seorang tenaga kerja dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan serta kemampuan untuk tidak menyalahgunakan wewenang yang telah diberikan kepadanya.
Yang dimaksud dengan kejujuran adalah ketulusan hati seorang tenaga kerja dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan serta kemampuan untuk tidak menyalahgunakan wewenang yang telah diberikan kepadanya.
6. Kerjasama
Kerjasama adalah kemampuan seorang tenaga kerja untuk bekerja sama dengan orang lain dalam menyelesaikan suatu tugas dan pekerjaan yang telah ditetapkan, sehingga mencapai daya guna dan hasil guna yang sebesar-besarnya.
Kerjasama adalah kemampuan seorang tenaga kerja untuk bekerja sama dengan orang lain dalam menyelesaikan suatu tugas dan pekerjaan yang telah ditetapkan, sehingga mencapai daya guna dan hasil guna yang sebesar-besarnya.
7. Prakarsa
Prakarsa adalah kemampuan seorang tenaga kerja untuk mengambil keputusan, langkah-langkah atau melaksanakan sesuatu tindakan yang diperlukan dalam melaksanakan tugas pokok tanpa menunggu perintah dan bimbingan dari manajemen lainnya.
Prakarsa adalah kemampuan seorang tenaga kerja untuk mengambil keputusan, langkah-langkah atau melaksanakan sesuatu tindakan yang diperlukan dalam melaksanakan tugas pokok tanpa menunggu perintah dan bimbingan dari manajemen lainnya.
8. Kepemimpinan
Yang dimaksud dengan kepemimpinan adalah kemampuan yang dimiliki seorang tenaga kerja untuk meyakinkan orang lain (tenaga kerja lain) sehingga dapat dikerahkan secara maksimum untuk melaksanakan tugas pokok. Penilaian unsur kepemimpinan bagi tenaga kerja sebenarnya khusus diperuntukkan bagi tenaga kerja yang memiliki jabatan di seluruh hirarki dalam perusahaan.
Yang dimaksud dengan kepemimpinan adalah kemampuan yang dimiliki seorang tenaga kerja untuk meyakinkan orang lain (tenaga kerja lain) sehingga dapat dikerahkan secara maksimum untuk melaksanakan tugas pokok. Penilaian unsur kepemimpinan bagi tenaga kerja sebenarnya khusus diperuntukkan bagi tenaga kerja yang memiliki jabatan di seluruh hirarki dalam perusahaan.
E.
Pengertian
Kebahagiaan
Kebahagiaan ialah suatu keadaan perasaan aman damai serta gembira. Dengan kata
yang lain, kebahagiaan melebihi hanya perasaan kegembiraan. Umumnya, kegembiraan amat
berkait dengan sesuatu kejadian atau pencapaian yang khusus, sedangkan
kebahagiaan berkait dengan keadaan yang lebih umum seperti kesenangan hidup
atau kehidupan berumah tangga. Bagaimanapun, kedua-dua perasaan ini adalah amat
berkait dan juga amat subjektif.
Kebahagiaan seseorang tidak dapat diukur atau
digambarkan, dan berubah-ubah mengikut peredaran masa dan tempat. Orang yang
kelihatan bahagia tidak semestinya bahagia, dan orang yang kelihatan tidak
bahagia tidak semestinya tidak bahagia. Cuma orang itu sendiri yang tahu (iaitu
berasa) sama ada dia bahagia atau tidak.
Pengertian kebahagiaan berbeza-beza antara seorang dengan
seorang. Ada yang berasa bahagia kalau dia mendapat makanan,
pakaian
dan kediaman
yang paling sederhana, terelak daripada penyakit,
kelaparan, dan perang.
Sebaliknya, ada orang berasa tidak bahagia meskipun hidupnya dalam keadaan yang
aman, mewah, sihat, dan senang-lenang. Ada orang berasa tidak bahagia
sekalipun, walaupun dia mempunyai kuasa, status, dan kekayaan
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Hubungan
Disiplin Dengan Produktivitas
Pentingnya disiplin kerja dalam perusahaan dikemukakan oleh
Hariandja (2002) yang mengatakan bahwa semua organisasi atau perusahaan pasti
mempunyai standar perilaku yang harus dilakukan dalam hubungan dengan pekerjaan
baik tertulis maupun tidak, dan menginginkan para pegawai untuk mematuhinya
supaya meningkatkan produktivitas kerja. Oleh karena itu peningkatan disiplin
kerja menjadi bagian yang penting dalam manajemen sumber daya manusia sebagai
faktor penting dalam peningkatan produktivitas kerja.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui disiplin kerja,
untuk mengetahui produktivitas kerja, dan untuk mengetahui hubungan antara
disiplin kerja dan produktivitas kerja karyawan PT. Cakra Mandiri Pratama
Indonesia Divisi Manufaktur dan Niaga Turen Malang.
Rancangan penelitian ini adalah deskriptif korelasional.
Merupakan penelitian populasi karena subyeknya meliputi semua yang terdapat
didalam populasi sebanyak 120 orang, atau juga disebut sensus. Instrumen yang
digunakan adalah skala disiplin kerja dan skala produktivitas kerja. Teknik
analisis yang digunakan adalah deskriptif disiplin kerja dan produktivitas
kerja, dan korelasi Product Moment.
Hasil penelitian menunjukan bahwa sebanyak 98 orang (81,67%)
karyawan memiliki disiplin kerja sedang, sedangkan produktivitas kerja karyawan
juga termasuk sedang yaitu sebanyak 90 orang (75%) karyawan. Hasil analisis uji
korelasi antara skor skala disiplin kerja dan skala produktivitas kerja
menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan r = 0,511 ; p 0,000 <
0,05 pada karyawan PT. Cakra Mandiri Pratama Indonesia Divisi Manufaktur dan
Niaga Turen Malang berarti semakin tinggi disiplin kerja maka semakin tinggi
pula produktivitas kerjanya. Diketahui R sebesar 0,261 yang berarti sumbangan
efektif atau pengaruh yang diberikan disiplin kerja terhadap produktivitas
kerja dalam penelitian sebesar 26,1%. Berarti bahwa ada faktor selain disiplin
kerja yaitu sebesar 73,9% yang mampu menjelaskan produktivitas kerja antara
lain : pemberian upah atau gaji, komunikasi, motivasi kerja, etika kerja,
manajemen, kesempatan berprestasi.
B.
Hubungan
Disiplin Dengan Mutu
Disiplin kerja merupakan suatu sikap
mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini harus
lebih baik dari hari kemarin, dan hari esok harus lebih baik dari hari ini.
Indikator yang dapat digunakan sebagai kriteria manfaat dan komponen-komponen
pengukuran produktivitas antara lain adalah peningkatan prestasi, penurunan
absensi karyawan, dan perputaran tenaga kerja.
Sedangkan untuk mengukur mutu
karwayan dapat dilihat dari peningkatan keterlibatan kerja, peningkatan
kepuasan kerja, penurunan stres, penurunan jumlah karyawan yang sakit.
Faktor-faktor yang dianggap produktivitas secara langsung maupun tidak langsung
melalui perubahan unsur-unsur pemasukan dan hasil serta hubungan satu sama
lain.
Menurut Simanjuntak, dikutip J
Ravianto, (1982: 22), Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu karyawan yaitu :
1.
Pendidikan dan Pelatihan
Pendidikan memberikan pengetahuan bukan saja yang
langsung dengan pelaksanaan tugas tetapi juga landasan untuk mengembangkan diri
serta kemampuan memanfaatkan semua sarana yang ada di sekitar kita untuk
kelancaran pelaksanaan tugas. Pelatihan kerja dengan cara melengkapi karyawan
dengan, keterampilan dan cara-cara yang tepat untuk menggunakan peralatan
kerja. Pada dasarnya pelatihan melengkapi pendidikan.
2.
Tingkat Penghasilan
Rendahnya tingkat pendapatan menyebabkan seseorang
tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok secara memadai, yang lebih lanjut
menyebabkan mutu kerja rendah, oleh sebab itu terutama di negara-negara
berkembang seperti Indonesia, peningkatan mutu kerja perlu didukung oleh
usaha-usaha perbaikan dan peningkatan penghasilan masyarakat, salah satu upaya
untuk itu adalah melalui sistem pengupahan yang dapat menjamin pemenuhan
kebutuhan karyawan dan keluarganya dan sekaligus dapat mendorong peningkatan
produktivitas kerja karyawan.
3.
Pemilihan Teknologi dan Sarana Kerja
Mutu kerja seseorang juga dipengaruhi sarana produksi,
teknologi, dan lingkungan kerja. Mutu kerja seseorang yang menggunakan
peralatan yang lebih lengkap dan sempurna, lebih tinggi dari kerja seseorang
yang menggunakan peralatan sederhana. Demikian juga mutu karyawan yang bekerja
di lingkungan kerja yang baik dan aman lebih tinggi dari karyawan yang bekerja
di lingkungan kerja yang tidak menyenangkan.
4.
Peningkatan Kemampuan Manajerial Pimpinan
Prinsip manajemen adalah peningkatan efisiensi dengan
mengurangi keborosan. Sumber-sumber digunakan secara maksimal termasuk barang
modal, bahan-bahan mentah, dan setengah jadi serta tenaga kerja itu sendiri.
Penggunaan sumber-sumber tersebut dikendalikan secara berdaya guna dan tepat
guna. Efisiensi dan pencapaian tujuan dari tiap-tiap aspek tersebut diperoleh
melalui penerapan fungsi-fungsi manajemen seperti perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan. Perusahaan adalah suatu tempat
dimana orang-orang memperoleh pengalaman kerja dan kesempatan meningkatkan
keterampilannya. Tanggung jawab peningkatan keterampilan seperti itu sebagian
tergantung dari pimpinan perusahaan dan kondisi perusahaan itu sendiri.
5.
Kesempatan Kerja
Tingkat mutu seseorang sangat tergantung pada
kesempatan yang terbuka padanya. Kesempatan dalam hal ini sekaligus berarti
kesempatan untuk bekerja, pekerjaan yang sesuai dengan pendidikan dan
keterampilan tiap-tiap orang dan kesempatan pengembangan diri. Mutu kerja juga
berkembang dan meningkat melalui kesempatan melakukan tugas dan tanggung jawab
yang lebih berat dalam jabatan yang lebih tinggi yang menuntut kemampuan dan
produktivitas kerja Sebaliknya penugasan seseorang yang terlalu lama dalam
suatu jabatan tertentu dapat menimbulkan kebosanan dan menurunkan gairah kerja,
oleh sebab itu dalam setiap waktu tertentu dan teratur kepada setiap orang
diberi kesempatan baru yang dapat dikaitkan dengan pembinaan karirnya.
C.
Hubungan
Disiplin Dengan Kinerja
Adapun
disiplin pada hakikatnya mencerminkan besarnya tanggung jawab seseorang
terhadap tugas – tugas yang diberikan kepadanya. Disiplin kerja diartikan jika
karyawan selalu datang dan pulang tepat pada waktunya, mengerjakan semua
pekerjaannya dengan baik dan tepat waktu, melaksanakan perintah atasan, dan
mematuhi semua peraturan perusahaan dan norma – norma yang berlaku. Disiplin
kerja yang tinggi akan meningkatkan kinerja seorang karyawan khususnya karyawan
laut. Jika perusahaan pelayaran memiliki karyawan laut yang mempunyai disiplin
tinggi tetapi tidak menunjukkan kinerja yang baik maka teknologi maju yang
dimiliki perusahaan tidak akan menghasilkan produk yang bermutu secara optimal.
Perusahaan menginginkan tenaga kerja yang berkualitas dan produktiv sehingga
perusahaan dapat maju dengan pesat dan mampu bersaing pada era persaingan
bebas.
Perusahaan
melakukan beberapa langkah untuk meningkatkan kinerja karyawan, salah satu
langkah yang diambil perusahaan yaitu dengan program pelatihan karyawan laut
secara berkesinambungan seperti In House Training Program dan On Board
Trainning program. Program yang bertujuan untuk meningkatkan teknis, teoritis
konseptual dan moral karyawan laut agar kinerja karyawan menjadi baik dan
mencapai hasil yang optimal. Untuk menindaklanjuti program pelatihan tersebut,
perusahaan mengadakan penilaian terhadap kinerja karyawan laut apakah kinerja
yang dicapai oleh seorang karyawan memenuhi standar perusahaan dengan adanya
Shipboard Appraisal Report dari kapal ke kantor secara berkala setiap enam
bulan. Dengan adanya penilaian kerja tersebut, tidak menutup kemungkinan
karyawan tersebut akan dipromosikan atau atas balas jasanya dinaikkan atau
diberhentikan yang tujuannya untuk mendorong karyawan lebih giat dalam bekerja
sehingga dapat memenuhi kebutuhannya.
Untuk
menghadapi persaingan bebas yang semakin ketat dituntut disiplin karyawan untuk
meningkatkan kinerja karyawan secara optimal, maksudnya setiap sumber daya
manusia dituntut untuk dapat melaksanakan semua tugas dan tanggung jawabnya
sebaik mungkin, bekerja dengan cepat, tepat pada harapan yang dituju dan
bermanfaat bagi perkembangan perusahaan. Sehingga menghasilkan kinerja karyawan
yang baik dan mempercepat pencapaian tujuan perusahaan secara efektif dan
efisien.
D.
Hubungan
Disiplin Dengan Kebahagiaan
Dengan
terbiasanya seorang karyawan disiplin, dia akan mampu mengendal;ikan dan mengatur
waktu dan kegiatannya, sehingga kegiatannya tidak ada yang timpang tindah,
maupun kegiatan yang terbengkali. Sehingga dia bisa saja menentukan kapan waktu
untuk bekerja, waktu untuk hiburan dan waktu untuk istirahat.
Dengan
demikian seseorang itu akan bisa menyeimbangkan tenaga dan istirahatnya. Dengan
begitu dia bisa merasakan kebahagiaan. Kebahagiaan dengan tersedianya waktu
untuk istirahat, waktu bersama keluarga, namun hal tersebut tidak mengganggu
pekerjaannya, karena pekerjaan tersebut telah dia atur. Pekerjaan-pekerjaan
bisa dia selesaikan tepat waktu. Sehingga tujuan pribadi tercapai, dan tujuan
organisasi tercapai secara efektif dan efisien.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Simpulan
yang dapat diambil dari Hubungan Disiplin Dengan Produktivitas, Mutu, Kinerja
Dan Kebahagiaan adalah sebagai berikut :
1.
Disiplin adalah proses pelatihan pikiran dan karakter,
yang meningkatkan kemampuan untuk mengendalikan diri sendiri dan menumbuhkan
ketaatan atau kepatuhan terhadap tata tertib atau nilai tertentu
2.
Disiplin mempunyai Hubungan yang sangat
erat dan Timbal balik yang saling mempengaruhi antara satu dengan yang lain
dengan Produktivitas, Mutu, Kinerja dan Kebahagiaan.
B.
Saran
Sesuai
dengan hasil penulisan, adapun rekomendasi yang penulis sarankan, adalah
sebagai berikut :
1. Perusahaan
agar lebih meningkatkan kedisiplinan kerja karyawan sehingga produktivitas
kerja karyawan meningkat.
2. karyawan
hendaknya lebih meningkatkan disiplin kerja yang diharapkan dapat meningkatkan
produktivitas kerja.
3. peneliti
selanjutnya hendaknya dapat meneliti variabel produktivitas kerja dengan
variabel lain, antara lain pemberian upah, komunikasi, etika kerja, motivasi
kerja, manajemen, kesempatan berprestasi.
DAFTAR PUSTAKA
Suardi, Rudy. 2001. Sistem Manajemen Mutu ISO 9000 : 2000 : Penerapannya
untuk Mencapai TQM. Jakarta : PPM.
www.kabar-pendidikan.blogspot.com.
DIAKSES 6 April 2012.
www.arminaperdana.blogspot.com.
Diakses 5 April 2012.
http://id.shvoong.com/business-management/management/2179828-definisi-atau-pengertian-produktivitas/#ixzz1rph1iBLV.
Diakses 6 April 2012.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar