Selasa, 23 September 2014

HUBUNGAN DISIPLIN DENGAN PRODUKTIVITAS, MUTU, KINERJA DAN KEBAHAGIAAN PEGAWAI



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Untuk dapat bertahan dan memenangkan persaingan dalam dunia pelayaran dituntut adanya daya saing, kinerja dan mutu yang bagus dari semua sumber yang dimiliki oleh negara, khususnya sumber daya manusia (SDM) yang bermutu dan berfikir modern.
Dalam perusahaan pelayaran, manusia sebagai karyawan laut merupakan suatu asset yang sangat berharga. Karena manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna di dunia. Manusia mempunyai daya pikir, analisa dan kreativitas untuk merencanakan, mengorganisasikan, mengaktualisasikan, dan mengontrol segala sesuatu sesuai dengan fungsinya dalam manajemen. Sehingga perusahaan dapat berkembang dengan optimal yang selalu melakukan perbaikan dan pengembangan secara efektif dan efesisien dalam segala hal untuk mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan pada era persaingan bebas.

Menggerakkan dan mengendalikan manusia agar mau bekerja sesuai dengan harapan perusahaan tidaklah pekerjaan yang mudah karena manusia adalah mahluk yang bermartabat, mempunyai perasaan, cita – cita, keinginan dan harapan. Jalan yang ditempuh perusahaan untuk mengatur manusia agar mau bekerja dengan harapan perusahaan yaitu melalui disiplin karyawan.
Adapun disiplin pada hakikatnya mencerminkan besarnya tanggung jawab seseorang terhadap tugas – tugas yang diberikan kepadanya. Disiplin kerja diartikan jika karyawan selalu datang dan pulang tepat pada waktunya, mengerjakan semua pekerjaannya dengan baik dan tepat waktu, melaksanakan perintah atasan, dan mematuhi semua peraturan perusahaan dan norma – norma yang berlaku. Disiplin kerja yang tinggi akan meningkatkan produktivitas kerja seorang karyawan khususnya karyawan laut. Jika perusahaan pelayaran memiliki karyawan laut yang mempunyai disiplin tinggi tetapi tidak menunjukkan kinerja yang baik maka teknologi maju yang dimiliki perusahaan tidak akan menghasilkan produk yang bermutu secara optimal. Perusahaan menginginkan tenaga kerja yang berkualitas dan produktiv sehingga perusahaan dapat maju dengan pesat dan mampu bersaing pada era persaingan bebas.
Perusahaan melakukan beberapa langkah untuk meningkatkan produktivitas kerja, salah satu langkah yang diambil perusahaan yaitu dengan program pelatihan karyawan laut secara berkesinambungan seperti In House Training Program dan On Board Trainning program. Program yang bertujuan untuk meningkatkan teknis, teoritis konseptual dan moral karyawan laut agar produktivitas kerja menjadi baik dan mencapai hasil yang optimal. Untuk menindaklanjuti program pelatihan tersebut, perusahaan mengadakan penilaian terhadap kinerja karyawan laut apakah produktivitas kerja yang dicapai oleh seorang karyawan memenuhi standar perusahaan dengan adanya Shipboard Appraisal Report dari kapal ke kantor secara berkala setiap enam bulan. Dengan adanya penilaian kerja tersebut, tidak menutup kemungkinan karyawan tersebut akan dipromosikan atau atas balas jasanya dinaikkan atau diberhentikan yang tujuannya untuk mendorong karyawan lebih giat dalam bekerja sehingga dapat memenuhi kebutuhannya.
Untuk menghadapi persaingan bebas yang semakin ketat dituntut disiplin karyawan untuk meningkatkan produktivitas secara optimal, maksudnya setiap sumber daya manusia dituntut untuk dapat melaksanakan semua tugas dan tanggung jawabnya sebaik mungkin, bekerja dengan cepat, tepat pada harapan yang dituju dan bermanfaat bagi perkembangan perusahaan. Sehingga menghasilkan kinerja karyawan yang baik dan mempercepat pencapaian tujuan perusahaan secara efektif dan efisien.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam dan mengemukakan dalam bentuk sebuah makalah dengan judul “Hubungan Disiplin Dengan Produktivitas, Mutu, Kinerja dan Kebahagiaan Karyawan.
B.     Tujuan Penulisan
Sesuai dengan masalah yang di angkat, maka makalah ini penulis kemukakan tujuan yang ingin dicapai yaitu untuk memberi informasi mengenai pengeruh disipllin terhadap kinerja, mutu, produktivitas dan kebahagiaan pegawai.
C.    Kegunaan Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan ini adalah :
1.      Sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas Manajemen Sumber daya manusia
2.      Untuk menambah khasanah dan wawasan ilmiah bagi penulis khususnya dalam hal sumber daya manusia. Disamping itu penelitian ini bertujuan untuk memenuhi persyaratan akademis.













BAB II
LANDASAN TEORI
A.    Pengertian Disiplin
Pada hakekatnya, disiplin merupakan hal yang dapat dilatih. pelatihan disiplin diharapkan dapat menumbuhkan kendali diri, karakter atau keteraturan, dan efisiensi. Jadi secara singkat dapat disimpulkan bahwa disiplin berhubungan dengan pengendalian diri supaya dapat menbedakan mana hal yang benar dan mana hal yang salah sehingga dalam jangka panjang diharapkan bisa menumbuhkan perilaku yang bertanggung jawab  
Berikut ini adalah pengertian dan definisi disiplin menurut para ahli : 
1.       R. F. OLIVIA
Disiplin adalah merujuk pada autoriti, keadaan kelas yang teratur, program studi yang sitematik, serta cara penetapan peraturan atau hukuman
2.       ABDULLAH SANI BIN YAHAYA
Disiplin adalah hubungan tata tertib, tata susila, adab, akhlak, dan kesopanan 
3.       KAMUS BESAR BAHASA INDONESIA
Disiplin adalah tata tertib ( di sekolah, kemiliteran, dsb) atau ketaatan (kepatuhan) kepada peraturan (tata tertib, dsb) 
4.       JIM ROHN
Disiplin adalah jembatan antara tujuan dan prestasi 


5.       MIZAN ADILIAH
Disiplin merupakan latihan yang diberikan kepada murid supaya mereka bertindak sesuai dengan peraturan di rumah, sekolah, dan masyarakat 
6.       TOTO ASMARA
Disiplin merupakan hasil belajar dan mencakup aspek kognitif, afektif, dan behavioral 
7.       TIM PENULIS GRASINDO
Disiplin merupakan wujud nyata dari penghargaan kita pada diri sendiri dan orang lain 
8.       ANDRIAS HAREFA
Disiplin adalah proses pelatihan pikiran dan karakter, yang meningkatkan kemampuan untuk mengendalikan diri sendiri dan menumbuhkan ketaatan atau kepatuhan terhadap tata tertib atau nilai tertentu 
9.       EUIS SUNARTI
Disiplin merupakan salah satu aspek perkembangan seorang individu yang berkaitan dengan cara untuk mengkoreksi atau memperbaiki dan mengajarkan anak tingkah laku baik tanpa merusak harga diri anak 
10.   SUKONO
Disiplin adalah beraneka aturan yang menjadi petunjuk dan pegangan kehidupan beradab suatu masyarakat agar dapat melangsungkan keberadaannya dalam keadaan aman, tertib, serta terkendali berdasarkan hukum dalam semua aspek kehidupan

11.   Siagian, 1998:305-307
Disiplin merupakan tindakan manajemen untuk mendorong para anggota organisasi memenuhi berbagai kebutuhan yang harus dipenuhi oleh para anggota organisasi. Dengan demikian pendisiplinan pegawai adalah suatu bentuk pelatihan yang berusaha memperbaiki dan membentukk pengetahuan, sikap, dan perilaku karyawan sehingga para karyawan tersebut secara sukarela berusaha bekerja secara kooperatif dengan para karyawan yang lain serta meningkatkan prestasi kerjanya.
Dalam suatu organisasi sesederhana apapun berikutnya, terdapat dua jenis disiplin, yaitu disiplin yang bersifat preventif maupun yang bersifat korekatif. Demikian pula bentuk pendisiplinan pun dalam organisasi mencakup pendisiplinan prevetnif dan pendisiplinan korektif. Pendisiplinan preventif merupakan bentuk pendisiplinan yang bersifat tindakan yang mendorong para bawahan untuk taat pada berbagai ketentuan yang berlaku dan memenuhi standar yang telah ditetapkan. Sedangkan pendisiplinan korektif lebih ditujukan kepada pemberian sanksi kepada bawahan atas sejumlah pelanggaran yang telah dilakukannya.
Dengan kejelasan dan penjelasan tentang pola sikap, tindakan, dan perilaku yang diinginkan dari setiap anggota organisasi maka diusahakan pencegahan pelanggaran, dan jangan sampai para pegawai berperilaku negatif.
Keberhasilan penerapan pendisiplinan preventif ini, terletak pada disiplin pribadi para anggota organisasi. Disiplin pribadi ini agar semakin kekal, sedikit nya diperlukan tiga hal yang perlu mendapat perhatian manajemen. Pertama, para anggota organisasi perlu didorong agar mempunyai rasa memiliki organisasi. Hal ini berarti, perlu ditanamkan perasaan kuat bahwa keberadaan mereka dalam organisasi bukan hanya sekedar mencari nafkah dan bahwa mereka adalah anggota keluarga besar organisasi yang bersangkutan. Kedua, para bawahan perlu diberi penjelasan tentang berbagai ketentuan yang wajib ditaati, dan standar yang harus dipenuhi. Ketiga, para bawahan didorong untuk menentukan sendiri cara-cara pendisiplinan diri dalam kerangka ketentuan-ketentuan yang belraku umum bagi seluruh anggota organisasi.
Disiplin, dikembangkan melalui human relations, motivations, renumeration (penghargaan dan hukuman), serta communication yang efektif sehingga tidak timbul salah paham. Penegakan disiplin dalam suatu organisasi merupakan sesuatu yang mutlak harus dilaksanakan,demi peningkatan kinerja organisasi. Dengan demikian disiplin adalah penggunaan beberapa bentuk hukuman atau sanksi apabila bawahan menyimpang dari aturan (Gibson, 1996:322).
Hasibuan (2000:194) berpendapat bahwa kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang menaatik semua peraturan dan peraturan-peraturan yang berlaku. Kesadaran adalah sikap seseorang secara sukarela menaati semua peraturan dan sadar akan tugas dan tanggung jawabnya, sehingga dia akan mematuhi/mengerjakan semua tugasnya dengan baik, bukan atas paksaan. Kesediaan adalah suatu sikap, tingkah laku dan perbuatan seseorang yang sesuai dengan peraturan baik yang tertulis maupun tidak. Sehingga seseorang akan bersedia mematuhi semua peraturan serta melaksanakan tugas-tugasnya secara sukarela maupun terpaksa. Kedisiplinan diartikan jika karyawan selalu datang dan pulang tepat waktunya, mengerjakan semua pekerjaannya dengan baik, mematuhi semua peraturan dan norma-norma sosial yang berlaku. Dalam menegakkan kedisiplinan, peraturan sangat diperlukan untuk memberikan bimbingan dan penyuluhan bagi karyawan dalam menciptakan tata tertib yang baik dalam organisasi. Dengan tata tertib yang baik, semangat kerja, moralkj, efisiensi dan efektivitas kerja karyawan akan meningkat. Hal ini akan mendukung tercapainya tujuan organisasi. Jelasnya organisasi akan sulit mencapai tujuannya, jika pegawai tidak mematuhi peraturan-peraturan tersebut.
B.     Pengertian Produktivitas
Kata produktivitas memang telah menggema di Indonesia dalam beberapa  tahun belakangan ini, walaupun kegiatan untuk meningkatkan produktivitas baik  tenaga, modal, tanah, maupun sumber-sumber alam lainnya yang tersebar di  seluruh tanah air kita telah berlangsung lama.  Kalau kita membicarakan produktivitas, seharusnya kita tidak melepaskan  diri dari falsafah negara kita Pancasila.  Peningkatan produktivitas mutlak diperlukan baik oleh lingkungan badan  pemerintah maupun swasta, karena peningkatan produktivitas mengandung  pertambahan hasil dan perbaikan tata pencapaian produksi. Badan usaha yang  sukses adalah badan usaha yang dapat mengolah tenaga kerjanya dengan baik dan  efektif. Produktivitas tenaga kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain  kompensasi, insentif, lingkungan kerja, pendidikan dan latihan, kesempatan kerja, dan kemampuan manajerial.
Produktivitas mempunyai pengertian filosofis dan teknik operasional. Secara filosofis produktivitas merupakan sikap mental yang mempunyai pandangan bahwa "Mutu kehidupan hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan hari esok harus lebih baik dari hari ini" {Ravianto 1985).
Sikap seperti  di atas tentu sangat diperlukan untuk menjawab berbagai tantangan dalam melakukan berbagai aktivitas dan diharapkan pula menciptakan suasana kehidupan kerja dan prosedur kerja yang  lebih baik serta dapat menciptakan metode-metode dan sistem kerja yang  produktif dan dapat menghindari pemborosan-pemborosan yang pada akhimya  mendatangkan kerugian bagi pihak badan usaha.  Secara teknik operasional, produktivitas diartikan sebagai efisiensi dari  penggunaan sumber daya untuk menghasilkan pengeluaran yang efisien. 
Menurut Werther (1986) yang mengatakan bahw definisi atau pengertian produktivitas adalah keluaran  fisik per unit dari usaha produktif, produktivitas adalah tingkat keefektifan dari  penggunaan tenaga kerja dan peralatan.
Suprihanto (1992) mengatakan bahwa definisi atau pengertian produktivitas adalah  perbandingan antara hasil yang dicapai dengan keseiuruhan sumber  daya yang dipergunakan.
Winardi (1981) mengatakan bahwa definisi atau pengertian produktivitas adalah rasio output fisik  dibandingkan dengan input fisik.
Payaman Simanjuntak (1983) mengungkapkan tiga definisi atau pengertian produktivitas sebagai berikut :
  1. Secara filosofis produktivitas mengandung pengertian pandangan hidup dan sikap mental yang selalu berusaha untuk meningkatkan mutu kehidupan,  keadaan hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan mutu kehidupan harus  lebih baik dari hari ini.
  2. Secara defmisi kerja produktivitas mengandung pengertian perbandingan antara hasil yang dicapai dengan sumber daya yang digunakan persatuan waktu.
  3. Secara teknis operasional produktivitas mengandung makna peningkatan  produksi yang dapat terwujud dengan tiga bentuk yaitu:
a.       Jumlah produksi yang sama dapat diperoleh dengan menggunakan sumber  daya manusia yang lebih sedikit.
b.      Jumlah produksi yang lebih besar dapat dicapai dengan menggunakan  sumber daya yang lebih sedikit.
c.       Jumlah produksi yang lebih besar dapat diperoleh dengan pertambahan  biaya yang relatif sedikit atau kecil.
Dari beberapa batasan yang dikemukakan di atas mengenai produktivitas,  maka dapat dikatakan produktivitas merupakan perbandingan antara keluaran  (output) dengan masukan yang digunakan (input) pada suatu periode.  Adapun  unsur masukan dapat digunakan berupa modal, tenaga kerja, mesin dan peralatan, bahan-bahan, dan sebagainya. Sementara keluarannya dapat berupa fisik unit atau  nilai uang dan dapat berupa non fisik dalam hal ini berbentuk jasa.
Definisi atau pengertian di atas menunjukkan produktivitas total, karena dikaitkan  dengan masukan secara keseluruhan dan keluaran secara keseluruhan pula. Apabila salah satu faktor masukan yang diperhitungkan dinamakan produktivitas  parsial. Misalnya produktivitas tenaga kerja, karena ditinjau dan diperhitungkan  khusus pada unsur tenaga kerja saja.
C.    Pengertian Mutu
Mutu memiliki beberapa pengertian yang berbeda menurut para ahli. Phil Crosby,misalnya, menyatakan mutu berarti kesesuaian terhadap persyaratan ,seperti jam tahan air, sepatu tahan lama, dokter yang ahli,dll. Dokter yang mampu mendiagnosa dengan tepat penyakit pasiennya digolongkan sebagai dokter yang bermutu. Sementara Edward Deming ,menyatakan mutu berarti pemecahan masalah untuk mencapai penyempurnaan terus menerus seperti Kaizen di Toyota. Dalam hal ini berarti mutu berarti sesuatu yang kontinu, senantiasa ada perbaikan,tidak stagnan. K.Ishikawa, pencipta diagram tulang ikan, menyatakan mutu berarti kepuasan pelanggan,baik pelanggan internal maupun eksternal. Kepuasan pelanggan internal akan menyebabkan kepuasan pelanggan eksternal.
Ada 2 keuntungan yang dicapai dengan menghasilkan produk atau pelayanan bermutu:
1.      Peningkatan Pasar (Market Gain).
Mutu produk atau pelayanan yang meningkat akan membuat produk (baik barang maupun jasa) tersebut makin dikenal sehingga  permintaan pasar meningkat dan keuntungan perusahaan juga meningkat. Sebuah kitchen/wardrobe yang bagus desainnya sekaligus tahan lama akan makin banyak dikenal dan dicari orang. Demikian juga rumah sakit atau bank yang memberikan pelayanan yang baik kepada pasien atau nasabahnya akan makin didatangi orang yang membutuhkan jasanya.
2.      Penghematan Biaya (Cost Saving).
Mutu produk yang meningkat akan menurunkan biaya produksi atau service. Cacat  produk tentu akan mengakibatkan penggantian ulang (rework) yang membutuhkan tambahan biaya material, biaya tenaga kerja, listrik,dll, yang mengurangi keuntungan perusahaan.
Ada 5 tahap perkembangan konsep mutu.
1.      Tahap era Tanpa mutu.
Masa ini dimulai sebelum abad ke-18 dimana produk yang dibuat tidak diperhatikan mutunya. Hal seperti ini mungkin terjadi karena pada saat itu belum ada persaingan (monopoli) Dalam era modern saat ini, praktik seperti ini masih bisa dijumpai. Pengadaan listrik misalnya, hingga saat ini masih dikuasai oleh PLN  sehingga masyarakat tidak bisa pindah meskipun pelayanan listriknya sering mati. Dahulu Telkom menjadi satu-satunya operator telepon sehingga masyarakat tidak bisa berpaling meskipun harganya mahal dan sulit untuk mendapatkan sambungan telepon ke rumah.
2.      Tahap era Inspeksi.
Era ini mulai berlangsung sekitar tahun 1800-an, dimana pemilahan produk akhir dilakukan dengan cara melakukan inspeksi sebelum dilepas ke konsumen. Tanggung-jawab mutu produk diserahkan sepenuhnya ke departemen inspeksi (QC). Departemen QC akhirnya selalu jadi sasaran bila ada produk cacat yang lolos ke konsumen. Di sisi lain, biaya mutu menjadi membengkak karena produk seharusnya sudah bisa dicegah masuk ke proses berikutnya pada saat departemen terkait menemukan adanya cacat di bagiannya masing-masing sebelum diperiksa oleh petugas inspeksi.
3.      Tahap Statistical Quality Control Era (Pengendalian Mutu secara Statistik).
Era ini dimulai tahun 1930 oleh Walter Shewart dari Bell Telephone Laboratories. Departemen Inspeksi dilengkapi dengan alat dan metode statistik untuk mendeteksi penyimpangan yang terjadi pada produk yang dihasilkan departemen produksi. Departemen Produksi menggunakan data tersebut untuk melakukan perbaikan terhadap sistem dan proses.
4.      Tahap Quality Assurance Era.
Era ini mulai berkembang tahun 1950-an. Konsep mutu meluas dari sebatas tahap produksi (hilir) ke tahap desain (hulu) dan berkoordinasi dengan departemen jasa (Maintenance,PPIC,Gudang,dll). Manajemen mulai terlibat dalam penentuan pemasok (supplier). Konsep biaya mutu mulai dikenal, bahwa aktivitas pencegahan akan mengurangi pengeluaran daripada upaya perbaikan cacat yang sudah terjadi. Desain yang salah misalnya akan mengakibatkan kesalahan produksi atau instalasi. Oleh sebab itu sangat ketelitian desain untuk mengurangi biaya. Contoh dari era ini adalah penggunaan ISO 9000 versi 1994.
5.      Tahap Strategic Quality Management /Total Quality Management.
Dalam era ini keterlibatan manajemen puncak sangat besar dalam menjadikan kualitas sebagai modal untuk menempatkan perusahaan siap bersaing dengan kompetitor. Sistem ini didefenisikan sebagai sistem manajemen strategis dan integratif yang melibatkan  semua manajer dan karyawan serta menggunakan metode-metode kualitatif dan kuantitatif untuk memperbaiki proses-proses organisasi secara berkesinambungan agar dapat memenuhi dan melampaui harapan pelanggan. Contoh era ini adalah penggunaan Sistem manajemen Mutu ISO 9000 versi 2000 dan 2008.
Dari paparan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa mutu memiliki makna beragam namun pada intinya adalah bagaimana menghasilkan produk atau jasa yang bisa melayani kebutuhan pelanggan bahkan melampaui harapan mereka. Dari sisi perusahaan, keunggulan mutu produk akan memberikan keuntungan berupa peningkatan jumlah pelanggan dan penurunan biaya yang pada akhirnya akan meningkatkan keuntungan yang diperoleh perusahaan. Pengenalan tahap-tahap perkembangan konsep mutu akan menyadarkan kita posisi konsep mutu yang kita terapkan saat ini di perusahaan atau organisasi kita dan menyesuaikan dengan konsep yang terbaru. Dengan demikian kita akan selalu siap memberikan mutu yang terbaik untuk keuntungan pelanggan dan perusahaan kita sendiri.
D.    Pengertian Kinerja
kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Definisi kinerja menurut Bambang Kusriyanto dalam A.A. Anwar Prabu Mangkunegara (2005: 9) adalah perbandingan hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga kerja per satuan waktu (lazimnya per jam).
Faustino Cardosa Gomes dalam A.A. Anwar Prabu Mangkunegara, (2005: 9) mengemukakan definisi kinerja sebagai ungkapan seperti output, efisiensi serta efektivitas sering dihubungkan dengan produktivitas. Sedangkan Menurut A.A. Anwar Prabu Mangkunegara (2005: 9), kinerja karyawan (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa kinerja SDM adalah prestasi kerja, atau hasil kerja (output) baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai SDM per satuan periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Penilaian prestasi kerja merupakan usaha yang dilakukan pimpinan untuk menilai hasil kerja bawahannya. Menurut Leon C. Mengginson dalam A.A. Anwar Prabu Mangkunegara, (2005: 10), penilaian prestasi kerja (performance appraisal) adalah suatu proses yang digunakan pimpinan untuk menentukan apakah seorang karyawan melakukan pekerjaannya sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya. Selanjutnya Andrew E. Sikula dalam A.A. Anwar Prabu Mangkunegara, (2005: 10) mengemukakan bahwa penilaian pegawai merupakan evaluasi yang sistematis dari pekerjaan pegawai dan potensi yang dapat dikembangkan. Penilaian dalam proses penafsiran atau penentuan nilai, kualitas atau status dari beberapa obyek orang ataupun sesuatu barang.
Menurut T. Hani Handoko (2001: 235), penilaian prestasi kerja (performance appraisal) adalah proses melalui mana organisasi-organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan. Kegiatan ini dapat memperbaiki keputusan-keputusan personalia dan memberikan umpan balik kepada para karyawan tentang pelaksanaan kerja mereka.
Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa penilaian prestasi kerja (kinerja) adalah penilaian yang dilakukan secara sistematis untuk mengetahui hasil pekerjaan karyawan dan kinerja organisasi. Disamping itu, juga untuk menentukan pelatihan kerja secara tepat, memberikan tanggapan yang lebih baik di masa mendatang dan sebagai dasar untuk menentukan kebijakan dalam hal promosi jabatan dan penentuan imbalan. Tujuan dari penilaian prestasi kerja (kinerja) adalah untuk memperbaiki atau meningkatkan kinerja organisasi dari SDM organisasi. Secara spesifik, tujuan dari evaluasi kinerja sebagaimana dikemukakan Agus Sunyoto dalam A.A. Anwar Prabu Mangkunegara, (2005: 10) adalah:
1.      Meningkatkan saling pengertian antara karyawan tentang persyaratan kinerja.
2.       Mencatat dan mengakui hasil kerja seseorang karyawan, sehingga mereka termotivasi untuk berbuat yang lebih baik, atau sekurang-kurangnya berprestasi sama dengan prestasi yang terdahulu.
3.      Memberikan peluang kepada karyawan untuk mendiskusikan keinginan dan aspirasinya dan meningkatkan kepedulian terhadap karir atau terhadap pekerjaan yang diembannya sekarang.
4.      Mendefinisikan atau merumuskan kembali sasaran masa depan, sehingga karyawan termotivasi untuk berprestasi sesuai dengan potensinya.
5.      Memeriksa rencana pelaksanaan dan pengembangan yang sesuai dengan kebutuhan pelatihan, khusus rencana diklat, dan kemudian menyetujui rencana itu jika tidak ada hal-hal yang perlu diubah.
Penilaian kinerja pegawai memiliki beberapa sasaran seperti yang dikemukakan Agus Sunyoto dalam A.A. Anwar Prabu Mangkunegara, (2005: 11) yaitu:
1.      Membuat analisis kerangka dari waktu yang lalu secara berkesinambungan dan periodik baik kinerja karyawan maupun kinerja organisasi.
2.      Membuat evaluasi kebutuhan pelatihan dari para karyawan melalui audit keterampilan dan pengetahuan sehingga dapat mengembangkan kemampuan dirinya. Atas dasar evaluasi kebutuhan pelatihan ini dapat menyelenggarakan program pelatihan dengan tepat.
3.      Menentukan sasaran dari kinerja yang akan datang dan memberikan tanggung jawab perorangan dan kelompok sehingga untuk periode selanjutnya jelas apa yang harus diperbuat oleh karyawan, mutu dan bahan baku yang harus dicapai, sarana dan prasarana yang diperlukan untuk meningkatkan kinerja karyawan.
4.      Menentukan potensi karyawan yang berhak memperoleh promosi, dan kalau berdasarkan hasil diskusi antara karyawan dengan pimpinan itu untuk menyusun suatu proposal mengenai sistem bijak (merit system) dan sistem promosi lainnya, seperti imbalan (yaitu reward system recommendation)
Sedangkan T. Hani Handoko (2001: 138-139), penilaian hendaknya memberikan gambaran akurat mengenai prestasi kerja karyawan sehingga untuk mencapai tujuan ini sistem penilaian harus mempunyai hubungan dengan pekerjaan (jon related), praktis, mempunyai standar-standar dan menggunakan berbagai ukuran yang dapat diandalkan. Job related berarti bahwa sistem menilai perilaku-perilaku kritis yang mewujudkan keberhasilan perusahaan. Sedangkan suatu sistem disebut praktis bila dipahami atau dimengerti oleh para penilai dan karyawan. Di samping harus job related dan praktis, evaluasi prestasi kerja memerlukan standar-standar pelaksanaan kerja (performance standard) dengan mana prestasi kerja diukur. Agar efektif, standar hendaknya berhubungan dengan hasil-hasil yang diinginkan pada setiap pekerjaan. Lebih lanjut, evaluasi juga memerlukan ukuran-ukuran prestasi kerja yang dapat diandalkan (performance measures). Berbagai ukuran ini, agar berguna, harus mudah digunakan, reliabel dan melaporkan perilaku-perilaku kritis yang menentukan prestasi-prestasi kerja.
Menurut B. Siswanto Sastrohadiwiryo (2005: 232), penilaian kinerja (prestasi kerja) merupakan proses subjektif yang menyangkut penilaian manusia. Dikatakan penilaian kinerja subyektif, karena kebanyakan pekerjaan benar-benar tidak mungkin diukur secara obyektif, hal ini disebabkan beberapa alasan, termasuk alasan kerumitan dalam tugas pengukuran, lingkaran yang berubah-ubah, dan kesulitan dalam merumuskan tugas dan pekerjaan individual tenaga kerja secara rinci. Dengan demikian, penilaian kinerja sangat mungkin keliru dan sangat mudah dipengaruhi oleh sumber yang tidak aktual. Tidak sedikit sumber tersebut mempengaruhi proses penilaian sehingga harus diperhitungkan dan dipertimbangkan dengan wajar. Penilaian kinerja dianggap memenuhi sasaran apabila memiliki dampak yang baik pada tenaga kerja yang baru dinilai kinerja/keragaannya.
Menurut Henry Simamora (2004: 362-363), meskipun mustahil mengidentifikasi setiap kriteria kinerja yang universal yang dapat diterapkan pada semua pekerjaan, adalah mungkin menentukan beberapa karakteristik yang harus dimiliki oleh kriteria apabila kriteria itu diharapkan bermanfaat bagi penilaian kinerja. Karakteristiknya adalah:
1.      Kriteria yang baik harus mampu diukur dengan cara-cara yang dapat dipercaya. Konsep keandalan pengukuran mempunyai dua komponen: stabilitas dan konsistensi. Stabilitas menyiratkan bahwa pengukuran kriteria yang dilaksanakan pada waktu yang berbeda haruslah mencapai hasil yang kira-kira serupa. Konsistensi menunjukkan bahwa pengukuran kriteria yang dilakukan dengan metode yang berbeda atau orang yang berbeda harus mencapai hasil yang kira-kira sama.
2.      Kriteria yang baik harus mampu membedakan individu-individu sesuai dengan kinerja mereka. Salah satu tujuan penilaian kinerja adalah evaluasi kinerja anggota organisasi. Jikalau kriteria semcam itu memberikan skor yang identik kepada semua orang, maka kriteria tersebut tidak berguna untuk mendistribusikan kompensasi atas kinerja, merekomendasikan kandidat untuk promosi, ataupun menilai kebutuhan-kebutuhan pelatihan dan pengembangan.
3.      Kriteria yang baik haruslah sensitif terhadap masukan dan tindakan pemegang jabatan. Karena tujuan penilaian kinerja adalah untuk menilai efektivitas individu anggota organisasi, kriteria efektivitas yang dipakai dalam sistem itu haruslah terutama di bawah kebijakan pengendalian orang yang sedang dinilai.
4.      Kriteria yang baik harus dapat diterima oleh individu yang mengetahui kinerjanya sedang dinilai. Adalah penting agar orang-orang yang kinerjanya sedang diukur merasa bahwa kinerja yang sedang digunakan memberikan petunjuk yang adil dan benar tentang kinerja mereka.
Menurut B. Siswanto Sastrohadiwiryo (2005: 235), belum adanya kesamaan antara perusahaan yang satu dengan perusahaan lainnya dalam menentukan unsur yang harus dinilai dalam proses penilaian kinerja yang dilakukan manajemen/penyelia penilai disebabkan selain terdapat perbedaan yang diharapkan dari masing-masing perusahaan, juga karena belum terdapat standar baku tentang unsur-unsur yang perlu diadakan penilaian. Pada umumnya unsur-unsur yang perlu diadakan penilaian dalam proses penilaian kinerja adalah kesetiaan, prestasi kerja, tanggung jawab, ketaatan, kejujuran, kerjasama, prakarsa, dan kepemimpinan.
1.      Kesetiaan
kesetiaan yang dimaksud adalah tekad dan kesanggupan mentaati, melaksanakan dan mengamalkan sesuatu yang ditaati dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab. Tekad dan kesanggupan tersebut harus dibuktikan dengan sikap dan perilaku tenaga kerja yang bersangkutan dalam kegiatan sehari-hari serta dalam melaksanaan tugas dan pekerjaan yang diberikan kepadanya. Kesetiaan tenaga kerja terhadap perusahaan sangat berhubungan dengan pengabdiannya. Pengabdian yang dimaksud adalah sumbangan pikiran dan tenaga yang ikhlas dengan mengutamakan kepentingan publik.

2.      Hasil kerja
Yang dimaksud dengan hasil kerja adalah kinerja yang dicapai oleh seorang tenaga kerja dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan yang diberikan kepadanya. Pada umumnya kerja seorang tenaga kerja antara lain dipengaruhi oleh kecakapan, keterampilan, pengalaman, dan kesungguhan tenaga kerja yang bersangkutan.
3.      Tanggung jawab.
Tanggung jawab adalah kesanggupan seorang tenaga kerja dalam menyelesaikan tugas dan pekerjaan yang diserahkan kepadanya dengan sebaik-baiknya dan tepat waktu serta berani memikul resiko atas keputusan yang diambilnya atau tindakan yang dilakukannya.
4.      Ketaatan.
Yang dimaksud ketaatan adalah kesanggupan seorang tenaga kerja untuk mentaati segala ketetapan, peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku, mentaati perintah kedinasan yang diberikan atasan yang berwenang, serta kesanggupan untuk tidak melanggar larangan yang telah ditetapkan perusahaan maupun pemerintah, baik secara tertulis maupun tidak tertulis.
5.       Kejujuran
Yang dimaksud dengan kejujuran adalah ketulusan hati seorang tenaga kerja dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan serta kemampuan untuk tidak menyalahgunakan wewenang yang telah diberikan kepadanya.
6.      Kerjasama
Kerjasama adalah kemampuan seorang tenaga kerja untuk bekerja sama dengan orang lain dalam menyelesaikan suatu tugas dan pekerjaan yang telah ditetapkan, sehingga mencapai daya guna dan hasil guna yang sebesar-besarnya.
7.      Prakarsa
Prakarsa adalah kemampuan seorang tenaga kerja untuk mengambil keputusan, langkah-langkah atau melaksanakan sesuatu tindakan yang diperlukan dalam melaksanakan tugas pokok tanpa menunggu perintah dan bimbingan dari manajemen lainnya.
8.      Kepemimpinan
Yang dimaksud dengan kepemimpinan adalah kemampuan yang dimiliki seorang tenaga kerja untuk meyakinkan orang lain (tenaga kerja lain) sehingga dapat dikerahkan secara maksimum untuk melaksanakan tugas pokok. Penilaian unsur kepemimpinan bagi tenaga kerja sebenarnya khusus diperuntukkan bagi tenaga kerja yang memiliki jabatan di seluruh hirarki dalam perusahaan.
E.     Pengertian Kebahagiaan
Kebahagiaan ialah suatu keadaan perasaan aman damai serta gembira. Dengan kata yang lain, kebahagiaan melebihi hanya perasaan kegembiraan. Umumnya, kegembiraan amat berkait dengan sesuatu kejadian atau pencapaian yang khusus, sedangkan kebahagiaan berkait dengan keadaan yang lebih umum seperti kesenangan hidup atau kehidupan berumah tangga. Bagaimanapun, kedua-dua perasaan ini adalah amat berkait dan juga amat subjektif.
Kebahagiaan seseorang tidak dapat diukur atau digambarkan, dan berubah-ubah mengikut peredaran masa dan tempat. Orang yang kelihatan bahagia tidak semestinya bahagia, dan orang yang kelihatan tidak bahagia tidak semestinya tidak bahagia. Cuma orang itu sendiri yang tahu (iaitu berasa) sama ada dia bahagia atau tidak.
Pengertian kebahagiaan berbeza-beza antara seorang dengan seorang. Ada yang berasa bahagia kalau dia mendapat makanan, pakaian dan kediaman yang paling sederhana, terelak daripada penyakit, kelaparan, dan perang. Sebaliknya, ada orang berasa tidak bahagia meskipun hidupnya dalam keadaan yang aman, mewah, sihat, dan senang-lenang. Ada orang berasa tidak bahagia sekalipun, walaupun dia mempunyai kuasa, status, dan kekayaan







BAB III
PEMBAHASAN
A.    Hubungan Disiplin Dengan Produktivitas
Pentingnya disiplin kerja dalam perusahaan dikemukakan oleh Hariandja (2002) yang mengatakan bahwa semua organisasi atau perusahaan pasti mempunyai standar perilaku yang harus dilakukan dalam hubungan dengan pekerjaan baik tertulis maupun tidak, dan menginginkan para pegawai untuk mematuhinya supaya meningkatkan produktivitas kerja. Oleh karena itu peningkatan disiplin kerja menjadi bagian yang penting dalam manajemen sumber daya manusia sebagai faktor penting dalam peningkatan produktivitas kerja.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui disiplin kerja, untuk mengetahui produktivitas kerja, dan untuk mengetahui hubungan antara disiplin kerja dan produktivitas kerja karyawan PT. Cakra Mandiri Pratama Indonesia Divisi Manufaktur dan Niaga Turen Malang.
Rancangan penelitian ini adalah deskriptif korelasional. Merupakan penelitian populasi karena subyeknya meliputi semua yang terdapat didalam populasi sebanyak 120 orang, atau juga disebut sensus. Instrumen yang digunakan adalah skala disiplin kerja dan skala produktivitas kerja. Teknik analisis yang digunakan adalah deskriptif disiplin kerja dan produktivitas kerja, dan korelasi Product Moment.
Hasil penelitian menunjukan bahwa sebanyak 98 orang (81,67%) karyawan memiliki disiplin kerja sedang, sedangkan produktivitas kerja karyawan juga termasuk sedang yaitu sebanyak 90 orang (75%) karyawan. Hasil analisis uji korelasi antara skor skala disiplin kerja dan skala produktivitas kerja menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan r = 0,511 ; p 0,000 < 0,05 pada karyawan PT. Cakra Mandiri Pratama Indonesia Divisi Manufaktur dan Niaga Turen Malang berarti semakin tinggi disiplin kerja maka semakin tinggi pula produktivitas kerjanya. Diketahui R sebesar 0,261 yang berarti sumbangan efektif atau pengaruh yang diberikan disiplin kerja terhadap produktivitas kerja dalam penelitian sebesar 26,1%. Berarti bahwa ada faktor selain disiplin kerja yaitu sebesar 73,9% yang mampu menjelaskan produktivitas kerja antara lain : pemberian upah atau gaji, komunikasi, motivasi kerja, etika kerja, manajemen, kesempatan berprestasi.
B.     Hubungan Disiplin Dengan Mutu
Disiplin kerja merupakan suatu sikap mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini harus lebih baik dari hari kemarin, dan hari esok harus lebih baik dari hari ini. Indikator yang dapat digunakan sebagai kriteria manfaat dan komponen-komponen pengukuran produktivitas antara lain adalah peningkatan prestasi, penurunan absensi karyawan, dan perputaran tenaga kerja.
Sedangkan untuk mengukur mutu karwayan dapat dilihat dari peningkatan keterlibatan kerja, peningkatan kepuasan kerja, penurunan stres, penurunan jumlah karyawan yang sakit. Faktor-faktor yang dianggap produktivitas secara langsung maupun tidak langsung melalui perubahan unsur-unsur pemasukan dan hasil serta hubungan satu sama lain.
Menurut Simanjuntak, dikutip J Ravianto, (1982: 22), Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu karyawan yaitu :
1.      Pendidikan dan Pelatihan
Pendidikan memberikan pengetahuan bukan saja yang langsung dengan pelaksanaan tugas tetapi juga landasan untuk mengembangkan diri serta kemampuan memanfaatkan semua sarana yang ada di sekitar kita untuk kelancaran pelaksanaan tugas. Pelatihan kerja dengan cara melengkapi karyawan dengan, keterampilan dan cara-cara yang tepat untuk menggunakan peralatan kerja. Pada dasarnya pelatihan melengkapi pendidikan.
2.      Tingkat Penghasilan
Rendahnya tingkat pendapatan menyebabkan seseorang tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok secara memadai, yang lebih lanjut menyebabkan mutu kerja rendah, oleh sebab itu terutama di negara-negara berkembang seperti Indonesia, peningkatan mutu kerja perlu didukung oleh usaha-usaha perbaikan dan peningkatan penghasilan masyarakat, salah satu upaya untuk itu adalah melalui sistem pengupahan yang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan karyawan dan keluarganya dan sekaligus dapat mendorong peningkatan produktivitas kerja karyawan.

3.      Pemilihan Teknologi dan Sarana Kerja
Mutu kerja seseorang juga dipengaruhi sarana produksi, teknologi, dan lingkungan kerja. Mutu kerja seseorang yang menggunakan peralatan yang lebih lengkap dan sempurna, lebih tinggi dari kerja seseorang yang menggunakan peralatan sederhana. Demikian juga mutu karyawan yang bekerja di lingkungan kerja yang baik dan aman lebih tinggi dari karyawan yang bekerja di lingkungan kerja yang tidak menyenangkan.
4.      Peningkatan Kemampuan Manajerial Pimpinan
Prinsip manajemen adalah peningkatan efisiensi dengan mengurangi keborosan. Sumber-sumber digunakan secara maksimal termasuk barang modal, bahan-bahan mentah, dan setengah jadi serta tenaga kerja itu sendiri. Penggunaan sumber-sumber tersebut dikendalikan secara berdaya guna dan tepat guna. Efisiensi dan pencapaian tujuan dari tiap-tiap aspek tersebut diperoleh melalui penerapan fungsi-fungsi manajemen seperti perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan. Perusahaan adalah suatu tempat dimana orang-orang memperoleh pengalaman kerja dan kesempatan meningkatkan keterampilannya. Tanggung jawab peningkatan keterampilan seperti itu sebagian tergantung dari pimpinan perusahaan dan kondisi perusahaan itu sendiri.
5.      Kesempatan Kerja
Tingkat mutu seseorang sangat tergantung pada kesempatan yang terbuka padanya. Kesempatan dalam hal ini sekaligus berarti kesempatan untuk bekerja, pekerjaan yang sesuai dengan pendidikan dan keterampilan tiap-tiap orang dan kesempatan pengembangan diri. Mutu kerja juga berkembang dan meningkat melalui kesempatan melakukan tugas dan tanggung jawab yang lebih berat dalam jabatan yang lebih tinggi yang menuntut kemampuan dan produktivitas kerja Sebaliknya penugasan seseorang yang terlalu lama dalam suatu jabatan tertentu dapat menimbulkan kebosanan dan menurunkan gairah kerja, oleh sebab itu dalam setiap waktu tertentu dan teratur kepada setiap orang diberi kesempatan baru yang dapat dikaitkan dengan pembinaan karirnya.
C.    Hubungan Disiplin Dengan Kinerja
Adapun disiplin pada hakikatnya mencerminkan besarnya tanggung jawab seseorang terhadap tugas – tugas yang diberikan kepadanya. Disiplin kerja diartikan jika karyawan selalu datang dan pulang tepat pada waktunya, mengerjakan semua pekerjaannya dengan baik dan tepat waktu, melaksanakan perintah atasan, dan mematuhi semua peraturan perusahaan dan norma – norma yang berlaku. Disiplin kerja yang tinggi akan meningkatkan kinerja seorang karyawan khususnya karyawan laut. Jika perusahaan pelayaran memiliki karyawan laut yang mempunyai disiplin tinggi tetapi tidak menunjukkan kinerja yang baik maka teknologi maju yang dimiliki perusahaan tidak akan menghasilkan produk yang bermutu secara optimal. Perusahaan menginginkan tenaga kerja yang berkualitas dan produktiv sehingga perusahaan dapat maju dengan pesat dan mampu bersaing pada era persaingan bebas.
Perusahaan melakukan beberapa langkah untuk meningkatkan kinerja karyawan, salah satu langkah yang diambil perusahaan yaitu dengan program pelatihan karyawan laut secara berkesinambungan seperti In House Training Program dan On Board Trainning program. Program yang bertujuan untuk meningkatkan teknis, teoritis konseptual dan moral karyawan laut agar kinerja karyawan menjadi baik dan mencapai hasil yang optimal. Untuk menindaklanjuti program pelatihan tersebut, perusahaan mengadakan penilaian terhadap kinerja karyawan laut apakah kinerja yang dicapai oleh seorang karyawan memenuhi standar perusahaan dengan adanya Shipboard Appraisal Report dari kapal ke kantor secara berkala setiap enam bulan. Dengan adanya penilaian kerja tersebut, tidak menutup kemungkinan karyawan tersebut akan dipromosikan atau atas balas jasanya dinaikkan atau diberhentikan yang tujuannya untuk mendorong karyawan lebih giat dalam bekerja sehingga dapat memenuhi kebutuhannya.
Untuk menghadapi persaingan bebas yang semakin ketat dituntut disiplin karyawan untuk meningkatkan kinerja karyawan secara optimal, maksudnya setiap sumber daya manusia dituntut untuk dapat melaksanakan semua tugas dan tanggung jawabnya sebaik mungkin, bekerja dengan cepat, tepat pada harapan yang dituju dan bermanfaat bagi perkembangan perusahaan. Sehingga menghasilkan kinerja karyawan yang baik dan mempercepat pencapaian tujuan perusahaan secara efektif dan efisien.
D.    Hubungan Disiplin Dengan Kebahagiaan
Dengan terbiasanya seorang karyawan disiplin, dia akan mampu mengendal;ikan dan mengatur waktu dan kegiatannya, sehingga kegiatannya tidak ada yang timpang tindah, maupun kegiatan yang terbengkali. Sehingga dia bisa saja menentukan kapan waktu untuk bekerja, waktu untuk hiburan dan waktu untuk istirahat.
Dengan demikian seseorang itu akan bisa menyeimbangkan tenaga dan istirahatnya. Dengan begitu dia bisa merasakan kebahagiaan. Kebahagiaan dengan tersedianya waktu untuk istirahat, waktu bersama keluarga, namun hal tersebut tidak mengganggu pekerjaannya, karena pekerjaan tersebut telah dia atur. Pekerjaan-pekerjaan bisa dia selesaikan tepat waktu. Sehingga tujuan pribadi tercapai, dan tujuan organisasi tercapai secara efektif dan efisien.








BAB IV
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Simpulan yang dapat diambil dari Hubungan Disiplin Dengan Produktivitas, Mutu, Kinerja Dan Kebahagiaan adalah sebagai berikut :
1.               Disiplin adalah proses pelatihan pikiran dan karakter, yang meningkatkan kemampuan untuk mengendalikan diri sendiri dan menumbuhkan ketaatan atau kepatuhan terhadap tata tertib atau nilai tertentu 
2.               Disiplin mempunyai Hubungan yang sangat erat dan Timbal balik yang saling mempengaruhi antara satu dengan yang lain dengan Produktivitas, Mutu, Kinerja dan Kebahagiaan.
B.     Saran
Sesuai dengan hasil penulisan, adapun rekomendasi yang penulis sarankan, adalah sebagai berikut :
1.      Perusahaan agar lebih meningkatkan kedisiplinan kerja karyawan sehingga produktivitas kerja karyawan meningkat.
2.      karyawan hendaknya lebih meningkatkan disiplin kerja yang diharapkan dapat meningkatkan produktivitas kerja.
3.      peneliti selanjutnya hendaknya dapat meneliti variabel produktivitas kerja dengan variabel lain, antara lain pemberian upah, komunikasi, etika kerja, motivasi kerja, manajemen, kesempatan berprestasi.















DAFTAR PUSTAKA
Suardi, Rudy. 2001. Sistem Manajemen Mutu ISO 9000 : 2000 : Penerapannya untuk Mencapai TQM. Jakarta : PPM.
www.kabar-pendidikan.blogspot.com. DIAKSES 6 April 2012.

www.arminaperdana.blogspot.com. Diakses 5 April 2012.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar