BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Perkembangan
Ilmu pengetahuan dan teknologi laju pesat, cenderung tak terkendalikan bahkan
hampir-hampir tak mampu dielakkan. Dunia senantiasa mengalami perubahan dari
waktu ke waktu dan perubahan itu semakin cepat dan semakin cepat. Seiring
perkembangan itu, semakin kurang pula komunikasi antar individu dalam
lingkungannya, termasuk komunikasi dalam organisasi. Baik dalam organisasi
pemerintahan, sosial maupun pendidikan.
Sehingga
banyak terjadi pergolakan-pergolakan dalam organisasi tersebut, seperti yang
sering terdengar maupun terlihat, maraknya demonstrasi yang dilakukan karyawan
terhadap atasannya; pelajar terhadap
staf pengajar, malahan ada juga terlihan demonstrasi guru dan karyawan-karyawati terhadap kepala sekolah; dan demonstrasi
masyarakat umum terhadap pemerintah.
Semua
itu bisa terjadi karena tidak adanya transparansi dari atasan terhadap
bawahannya, staf pengajar terhadap pelajar dan pemerintah masyarakat.
Bagaimana mungkin tercipta transparansi jika tidak adanya komunikasi yang baik
dalam setiap organisasi tersebut.
Apalagi
mengingat kantor adalah tempat atau wadah untuk melaksanakan kegiatan
orgaanisasi. Namun jika dalam lingkungan kantor tersebut terjadinya ketegangan
akibat komunikasi yang tidak lancar antara pimpinan dengan bawahannya,
bagaimana mungkin dalam kantor itu dapat terwujud tujuan yang telah
ditetapkannya. Mungkinkah organisasi itu bisa berkembang?
Untuk
itulah dibutuhkannya lingkungan yang kondusif untuk mendukung proses pencapaian
tujuan organisasi tersebut. Namun jika komunikasi dalam organisasi itu tidak
baik, mustahil akan terwujudkan lingkungan organisasi yang aman, nyaman dan insani
yang mendukung kegiatan organisasi tersebut.
Apalagi
komunikasi merupakan hal utama yang dapat mempengaruhi hubungan antar pimpinan
dengan bawahan, dan bawahan denngn bawahan. Apabila kita tidak mengetahui
kiat-kiat sukses untuk meningkatkan komunikasi interpersonal dalam lingkungan
kantor tersebut, tentu hubungan antarpersonal yang ada dalam organisasi kantor
tersebut juga tidak akan efektif.
B.
Tujuan
Penulisan
Sesuai
dengan masalah yang di angkat, maka makalah ini penulis kemukakan tujuan yang
ingin dicapai yaitu untuk memberi informasi mengenai cara meningkatkan
komunikasi antara :
1. Pimpinan
dengan karyawan yang dipimpinnya dalam lingkungan kantor.
2. Sesama
karyawan di lingkungan organisasi.
C.
Rumusan
Masalah
Adapun
masalah yang diangkatkan pada penulisan makalah ini adalah :
1. Mengapa
kita perlu berkomunikasi ?
2. Apa
yang menyebabkan komunikasi antarpersonal dalam lingkungan kantor itu tidak
efektif ?
3. Apa
dampak yang ditimbulkan oleh komunikasi yang tidak efektif ?
4. Bagaimana
cara meningkatkan efektifitas komunikasi antar personal dalam lingkungan kantor
?
BAB II
LANDASAN TEORI
A.
Pengertian
Komunikasi Interpersonal
Komunikasi
intrapersonal yaitu komunikasi yang terjadi dalam diri sendiri. Dalam diri kita
masing-masing terdapat komponen-komponen komunikasi, seperti : sumber, pesan,
chanel, penerima dan balikan. Jika dalam komunikasi intrapersonal hanya seorang
yang terlibat, sedangkan dalam komunikasi interpersonal melibatkan dua orang
atau lebih. Meskipun dalam komunikasi intrapersonal penyampaian pesan mulai dan
berakhir dalam diri individu masing-masing, namun komunikasi intrapersonal
mempengaruhi komunikasi intrapersonal dan hubungan dengan orang lain. Wenburg
dan Wilmat (1973) menyatakan bahwa persepsi individu tidak dapat dicek oleh
orang lain, tetapi semua arti atribut pesan ditentukan oleh masing-masing
individu. Persepsi seseorang memegang peranan penting dalam menginterpretasikan
pesan.
Semua
pesan diciptakan bermula dalam diri kita. Kita bereaksi menurut perbedaan
personal kita terhadap pesan disekeliling kita. Inilah yang membuat komunikasi
kejadian yang bersifat personal, karena tidak pernah dapat dipisahkan dari
interaksi kita dengan orang lain.
Jadi komunikasi interpersonal adalah proses
pertukaran informasi diantara seseorang dengan paling kurang satu orang lainnya
atau biasanya diantara dua orang yang dapat langsung diketahui balikannya.
Dengan bertambahnya orang yang terlibat dalam komunikasi, menjadi bertambahlah
persepsi orang lain dalam kejadian komunikasi, sehingga bertambah komplekslah
komunikasi tersebut.
B.
Klasifikasi
Komunikasi Interpersonal
1.
Reaksi
Intim
Reaksi intim merupakan komunikasi yang
terjadi antara seseorang dengan yang lainnya yang sudah mempunyai hubungan yang
dekat. Misalnya, Pasangan yang sudah menikah, anggota keluarga, dan orang-orang
yang memiliki ikatan emosional yang kuat. Biasanya percakapan ini bersifat pribadi.
Kekuatan dari hubungan, menentukan iklim interaksi yang terjadi. Contoh lainnya
yaitu hubungan yang terlihat diantara dua orang teman baik dalam organisasi,
yang mempunyai interaksi personal mungkin diluar peranan dan fungsinya dalam
organisasi.
2.
Percakapan
Sosial
Percakapan sosial interaksi untuk menyenangkan
seseorang secara sederhana dengan sedikit berbicara. Percakapan biasanya tidak
begitu terlibat secara mendalam. Percakapan ini meliputi percakapan tentang
perhatian mengenai sesuatu. Misalnya, dua orang atau lebih bersama-sama dan
berbicara tentang perhatian, minat diluar organisasi, seperti : family, sport,
dan isu politik.
3.
Interogasi
atau Pemeriksaan
Interogasi
atau pemeriksaan adalah interaksi antara seseorang yang ada dalam control, yang
meminta atau bahkan menurut informasi dari orang lain. Percakapan ini biasanya
meliputi percakapan untuk memperoleh informasi mengenai sesuatu hal, dan
terbatas pekerjaan untuk penyelidikan. Misalnya seorang guru memeriksa seorang
siswa terkait sebuah kehilangan diruang kelas. Meskipun bentuk komunikasi ini
tidaklah selalu diingini, tetapi ada dalam organisasi. Misalnya bila seorang
karyawan dituduh mengambil barang-barang organisasi untuk kepentingan pribadi.
Biasanya karyawan tersebut diinterogasi oleh atasannya untuk mengetahui benar
atau tidaknya tuduhan itu.
4.
Wawancara
Wawancara
adalah suatu bentuk komunikasi interpersonal dimana dua orang terlibat dalam
percakapan yang berupa tanya jawab. Salah seorang mengajukan pertanyaan untuk
mendapatkan informasi dan yang lainnya mendengarkan dengan baik kemudian
memberikan jawaban yang dikehendaki sampai tujuan wawancara tercapai. Misalnya,
seorang dosen penasehat akademis mewawancarai mahasiswa yang dibimbingnya untuk
mendapatkan informasi yang lebih jauh mengenai mahasiswa tersebut.
C.
Kebutuhan
Komunikasi Interpersonal
Tiap-tiap
individu mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda, yang bersifat fisik, maupun
biologis. Diantara kebutuhan itu adalah kebuhan makan, minum, dan udara. Selain
dari kebutuhan itu, individu juga mempumyai kebutuhan interpersonal atau
kebutuhan social yang dipenuhinya melalui komunikasi interpersonal. William C.
schutz (1966) mengidentifikasi tiga macam kebutuhan interpersonal, yaitu ;
1.
Kasih
Sayang
Kebutuhan
akan kasih sayang adalah kebutuhan untuk mempertimbangkan apakah diri kita
disukai atau disayangi oleh orang lain. Misalnya, dalam organisasi atau dalam
sebuah kelas kelihatan bahwa seseorang disukai oleh tiap orang. Orang ini
mempunyai pemikiran yang lurus dan sanggup menghadapi hampir semua orang dengan
siapa mereka mengadakan kontak.
2.
Diikut
Sertakan
Kebutuhan diikutsertakan merupakan kebutuhan merasa
berarti dan diperhitungkan keberadaannya ditengah-tengah orang lain. Orang ini
sanggup menangani situasi dengan atau tanpa orang lain, karena dia sudah
memiliki konsep dan perhitungan dalam dirinya. Jadi ada atau tidaknya orang
lain, tidak akan mempengaruhi pendiriannya.
3.
Kontrol
Kontrol akan timbul karena karena rasa
tanggung jawab dari kepemimpinan. Hampir semua kita mempunyai beberapa
kebutuhan mengontrol orang lain atau lingkungan disekeliling kita, tetapi
kekuatan kebutuhan ini dan cara menyatakannya berbeda-beda.
D.
Asiokma
Komunikasi Interpersonal
1.
Komunikasi
Tidak dapat Dielakkan
Sering kita mengira bahwa komunikasi
sebagai sesuatu yang disengaja, bertujuan, dan dimotivasi secara sadar.
Kebanyakan memang demikian, tetapi dalam keadaan lain kita berkomunikasi
meskipun kita tidak mengiranya atau bahkan tidak menginginkan berkomunikasi,.
Misalnya, seorang siswa duduk dibelakang dengan muka yang tidak ada ekspresi,
atau barangkali mungkin sedang menatap kemuka kelas atau mungkin menatap keluar
jendela. Meskipun siswa itu berkata bahwa ia tidak berkomunikasi dengan guru
atau teman lainnya, namun jelas bahwa siswa itu mengkomunikasikan banyak hal.
Diantaranya, mungkin dia tidak ada perhatian atau merasa bosan dengan pelajaran
yang diterangkan guru tersebut.
2.
Komunikasi
Tidak dapat Dibalikkan
Komunikasi
interpersonal adalah proses yang tidak dapat dibalikkan. Kita tidak pernah
dapat membuka kembali apa yang telah selesai kita kerjakan. Apa yang telah
dikomunikasikan tetap telah dikomunikasikan, kita tidak dapat untuk tidak
mengkomunikasikan kembali, meskipun kita mencoba untuk merubah, meniadakan atau
mengurangi efek dari pesan kita.
3.
Komunikasi
Mempunyai Isi dan Dimensi Hubungan
Komunikasi secara luas menunjukkan
kepada kita dunia nyata, yaitu sesuatu yang diluar diri si pembicara dan
pendengar. Akan tetapi dalam waktu yang sama, komunikasi juga menunjukkan
hubungan diantara kedua pihak. Misalnya, seorang guru mungkin berkata kepada
seorang siswa, temui saya setelah jampembelajaran ini. Pesan sederhana ini
mempunyai aspek isi yang menunjukkan respon yang bersifat tingkah laku yang
diharapkan, seperti siswa menemui guru setelah jam pembelajaran
4.
Komunikasi
Meliputi Proses Penyesuaian
Komunikasi mungkin hanya terjadi pada
kelompok-kelompok yang saling memberi system tanda yang sama. Ini keliatan bila
sipembicara menggunakan bahasa yang berbeda dengan sipendengar , orang tidak
akan dapat berkomunikasi. Misalnya, bila orang asing yang berbahasa inggris
datang dan berkomunikasi dengan bangsa kita yang tidak mengerti bahasa inggris,
tentu tidak akan terjadi komunikasi verbal.
5.
Hubungan
Ditentukan Oleh Pemberian Tanda
Peristiwa komunikasi adalah transaksi
terus menerus. Apa yang menjadi stimulus dan apa yang menjadi respon dalam
suatu komunikasi tidaklah mudah untuk menentukannya
6.
Interaksi
Dipandang Sebagai Sesuatu Yang Simetris
Dalam hubungan yang simetris diantara
dua orang individu, tingkah laku yang seorang merupakan kaca bagi tingkah laku
lainnya. Tingkah laku seorang merupakan refleksi dari tingkah laku lainnya.
Misalnya, jika seorang mengomel, maka anggota yang lainnya berespon secara
tidak baik.
Dalam hubungan yang saling mengisi atau
melengkapi, dua orang individu terlibat dalam tingkah laku yang berbeda dengan
tingkah laku yang lainnya, yang berfungsi sebagai stimulus untuk melengkapi
tingkah laku lainnya. Dalam hubungan melengkapi perbedaan diantara dua pihak
adalah maksimum dan kedua mereka menduduki posisi yang berbeda, satu tinggi dan
satu lagi rendah.
E.
Teori-teori
Komunikasi dalam Konteks Interpersonal
Teori-teori
komunikasi interpersonal, artinya teori-teori yang banyak diaplikasikan dalam
konteks hubungan antaerpersonal, yakni proses komunikasi yang terjadi antara
dua orang, baik langsung maupun yang menggunakan media tertentu.
Beberapa teori
yang tergabung dalam konteks intrapersonal yaitu :
1.
Communication
Pragmatics/Interaction View
Communication pragmatics/interaction view yaitu
pandangan interaksional dalam komunikasi interpersonal. Teori ini biasa
digunakan untuk menjelaskan kasus-kasus yang terjadi dalam kehidupan
sehari-hari, baik dilingkungan keluarga, sekolah, pekerjaan, kelembagaan
informasi, atau dimana pun peristiwa komunikasi itu terjadi.
2.
Competence
Kompetensi komunikasi adalah suatu kemampuan untuk
memilih perilaku komunikasi yang cocok dan efektif bagi situasi tertentu. Model
yang sering digunakan untuk menjelaskan kompetensi ini yaitu model komponen
yang meliputi tiga komponen, yaitu pengetahuan, keahlian, dan motivasi.
Pengetahuan diartikan sebagai pemilihan perilaku apa yang terbaik yang
digunakan untuk situasi tertentu. Sedangkan keahlian adalah kemampuan
mengaplikasikan perilaku tadi pada situasi yang sama. Dan motivasi yaitu
memiliki hasrat untuk berkomunikasi dengan membawa sifat-sifat seseorang yang
ahli dibidangnya.
3.
Konstruktivisme
Teori ini bisa menjelaskan bahwa orang yang memiliki
persepsi kognitif yangkompleks terhadap orang lain, akan memiliki kapasitas
berkomunikasi secara canggih dengan hasil yang positif.
4.
Coordinated
Management of Meaning
Teori ini digunakan untuk menjelaskan suatu
percakapan (kegiatan komunikasi antara dua orang), dimana para pelaku
komunikasinya membentuk realitas sosialnya sendiri dengan cara memperoleh
pertalian tertentu.
5.
Expectancy
Violation (Teori Langgaran)
Teori ini memandang komunikasi sebagai proses
pertukaran informasi tingkat tinggi dalam hal hubungan isi komunikasi, sehingga
bisa digunakan oleh masing-masing pelaku komunikasi untuk menyerang
harapan-harapan pihak lawan bicarana, baik dalam arti positif maupun negatif,
bergantung kepada suka atau tidaknya para pelaku komunikasi masing-masing.
6.
Fundamental
Interpersonal Relations Orientation (FIRO)
Teori ini memusatkan diri pada tiga kebutuhan
interpersonal yang sebagian besar orang merasakannya, yakni kebutuhan untuk
terlibat, pengendalian, dan untuk kasih sayang. Teori ini mempertahankan bahwa
orang memulai hubungan dengan orang lain dengan tujuan untuk memuaskan salah
satu dari kebutuhan-kebutuhan tersebut.
7.
Interpersonal
Deception (Teori Muslihat)
Teori ini digunakan untuk menjelaskan
kebohongan-kebohongan komunikasi seseorang dengan cara memancing komunikan
dengan informasi yang tidak benar sehingga terbongkarlah kenyataan bohongnya.
8.
Marital
Communication (Komunikasi Perkawinan)
Teori ini menjelaskan bahwa ada tiga faktor yang
bisa diukur dalam pasangan perkawinan, dan mereka cenderung membagi kedalam
kelompok-kelompok sesuai dengan dimensi tradisional, independen, dan separatif.
9.
Relation
Dialektika (DialektikaRelasional)
Teori ini membahas tentang dialektika yang
sebenarnya sudah ada sejak lama. Teori ini bersifat bebas dan berubah dalam
segala aspekya.
10. Social Exchange Theory
Dilingkungan komunikasi, teori ini didasarkan pada
pertukaran reward dan biaya dengan tujuan untuk meningkatkan nilai-nilai hasil
dari proses komunikasi yang terjadi secara perorangan dalam proses komunikasi
interpersonal.
11. Social Penetration Theory (Teori
pertukaran Sosial)
Teori ini menegaskan bahwa ketika hubungan tertentu
antar orang menjadi berkembang, komunikasi bergeser dari yang asalnya dangkal
dan tidak intim, berubah meningkat menjadi lebih personal.
BAB
III
PEMBAHASAN
A.
Tujuan
Komunikasi Interpersonal
1.
Menemukan
Diri Sendiri
Bila kita terlibat dalam komunikasi pertemuan
interpersonal dengan orang lain, kita belajar banyak sekali tentang diri kita
maupun orang lain. Kenyataannya sebagian besar dari persepsi kita adalah hasil
dari apa yang telah kita pelajari dalam pertemuan interpersonal
2.
Menemukan
Dunia Luar
Hanya komunikasi interpersonal yang
menjadiakn diri kita dapat memahami lebih banyak tentang diri kita dan orang
lain yang berkomunikasi dengan kita. Hal ini menjadikan kita lebih banya
mengenal dunia luar, dunia objek, kejadian-kejadian dan orang lain.
3.
Membentuk
dan Menjaga Hubungan yang Penuh Arti
Salah satu keinginan orang yang paling
besar adalah membentuk dan memelihara hubungan dengan orang lain. Banyak dari
waktu yang kita pergunakan dalam komunikasi interpersonal diabdikan untuk
membentuk dan menjaga hubungan social dengan orang lain. Hubungan yang demikian
membantu mengurangi kesepian dan depresi, menjadikan kita sanggup berbagi,
kesenangan kita dan umumnya membuat kita merassa lebih positif tentang diri
kita
4.
Merubah
Sikap dan Tingkah Laku
Banyak waktu yang kita pergunakan untuk
merubah sikap dan tingkah laku orang lain dengan pertemuan interpersonal. Kita
boleh mmenginginkan mereka memilih cara tertentu. Misalnya, mencoba diet yang
baru, membeli barang tertentu, melihat film, menulis, membaca buku, memasuki
bidang tertentu, dan percaya sesuatu itu benar atau salah.
5.
Untuk
Bermain dan Kesenangan
Bermain mencakup semua aktivita yang
mempunyai tujuan utama adalah mencari kesenangan. Berbicara dengan teman
mengenai aktivitas kita pada waktu akhir pecan, berdiskusi mengenai olahraga,
dan menceritakan cerita lucu. Pada umumnya hal itu adalah dianggap tidak
berarti dan menghabiskan waktu, namun sebenarnya kegiatan tersebut sangat
penting. Dengan melakukan komunikasi interpersonal semacam itu dapat memberikan
keseimbangan yang penting dalam pikiran yang memerlukan rilek dari semua
keseriusan dilingkungan kita.
6.
Untuk
Membantu
Ahli-ahli
kejiwaan, ahli psikologi klinis dan terapi menggunakan komunikasi interpersonal
dalam kegiatan professional mereka untuk mengarahkan kliennya. Kita semua juga
berfungsi membantu orang lain dalam interaksi interpersonal kita sehari-hari.
Misalnya, tman yang putus cinta berkonsultasi, konsultasi tentang mata kuliah
yang sebaiknya diambil dan menenangkan anak yang sedang menangis.
Tujuan komunikasi interpersonal ini
juga bisa dilihat dari dua perspektif yang lain, yaitu :
1. Factor
yang memotivasi atau alasan mengapa kita terlibat didalam komunikasi
interpersonal. Artinya kita terlibat dalam komunikasi interpersonal untk
mendapatkan kesenangan, untuk membantu, dan merubah tingkah laku seseorang.
2. Hasil
atau efek umum dari komunikasi interpersonal yang berasal dari pertemuan
interpersonal. Artinya tujuan komunikasi interpersonal adalah untuk mendapatkan
pengetahuan tentang diri, membentuk hubungan yang lebih berarti dan memperoleh
tambahan pengetahuan dunia luar.
1. Status
effect
Adanya
perbedaaan pengaruh status sosial yang dimiliki setiap manusia.Misalnya
karyawan dengan status sosial yang lebih rendah harus tunduk dan patuh apapun
perintah yang diberikan atasan. Maka karyawan tersebut tidak dapat atau takut
mengemukakan aspirasinya atau pendapatnya.
2. Semantic
Problems
Faktor
semantik menyangkut bahasa yang dipergunakan komunikator sebagai alat untuk
menyalurkan pikiran dan perasaanya kepada komunikan. Demi kelancaran komunikasi
seorang komunikator harus benar-benar memperhatikan gangguan sematis ini, sebab
kesalahan pengucapan atau kesalahan dalam penulisan dapat menimbulkan salah
pengertian (misunderstanding) atau penafsiran (misinterpretation) yang pada
gilirannya bisa menimbulkan salah komunikasi (miscommunication). Misalnya
kesalahan pengucapan bahasa dan salah penafsiran seperti contoh : pengucapan
demonstrasi menjadi demokrasi, kedelai menjadi keledai dan lain-lain.
3. Perceptual
distorsion
Perceptual
distorsion dapat disebabkan karena perbedaan cara pandangan yang sempit pada
diri sendiri dan perbedaaan cara berpikir serta cara mengerti yang sempit
terhadap orang lain. Sehingga dalam komunikasi terjadi perbedaan persepsi dan
wawasan atau cara pandang antara satu dengan yang lainnya.
4. Cultural
Differences
Hambatan
yang terjadi karena disebabkan adanya perbedaan
kebudayaan, agama dan lingkungan sosial. Dalam suatu organisasi
terdapat beberapa suku, ras, dan bahasa yang berbeda. Sehingga ada beberapa
kata-kata yang memiliki arti berbeda di tiap suku. Seperti contoh : kata
“jangan” dalam bahasa Indonesia artinya tidak boleh, tetapi orang suku jawa
mengartikan kata tersebut suatu jenis makanan berupa sup.
5. Physical
Distractions
Hambatan
ini disebabkan oleh gangguan lingkungan fisik terhadap proses berlangsungnya
komunikasi. Contohnya : suara riuh orang-orang atau kebisingan, suara hujan
atau petir, dan cahaya yang kurang jelas.
6.
Poor
choice of communication channels
Adalah
gangguan yang disebabkan pada media yang dipergunakan dalam melancarkan
komunikasi. Contoh dalam kehidupan sehari-hari misalnya sambungan telephone
yang terputus-putus, suara radio yang hilang dan muncul, gambar yang kabur pada
pesawat televisi, huruf ketikan yang buram pada surat sehingga informasi tidak
dapat ditangkap dan dimengerti dengan jelas.
7.
No
Feed back
Hambatan
tersebut adalah seorang sender mengirimkan pesan kepada receiver tetapi tidak
adanya respon dan tanggapan dari receiver maka yang terjadi adalah komunikasi
satu arah yang sia-sia. Seperti contoh : Seorang manajer menerangkan suatu
gagasan yang ditujukan kepada para karyawan, dalam penerapan gagasan tersebut
para karyawan tidak memberikan tanggapan atau respon dengan kata lain tidak
peduli dengan gagasan seorang manajer.
C.
Upaya
Meningkatkan Efektivitas Komunikasi Dalam Lingkungan Organisasi
1.
Kepercayaan
Interpersonal dan Keterbukaan
Inti
sari kerja kelompok adalah saling percaya yang didasarkan pada pertukaran
informasi yang dapat diandalkan. Ini merupakan salah satu azas manajemen yang
telah diterima secara universal. Di pihak lain, persengketaan terjadi di
lingkungan sekolah merupakan sebab utama timbulnya ketegangan yang menimbulkan
kesulitan dalam berkomunikasi dan mengurangi kepercayaan.
Penerimaan
suatu informassi sering kali dipengaruhi oleh latar belakang penerimanya.
Misalnya, gangguan (distorsi) dapat terjadi apabila “si pengirim” tidak
disenangi dan dicurigai.
Penelitian
Ziller di antara 96 awak pesawat terbang yang mempekerjakan kira-kira 1.000
orang, telah menunjukkan bahwa awak yang kepercayaan kelompoknya lebih besar, lebih luwes dan mempunyai sistem
komunikasi yang terbuka akan mencapai tujuan denga maksimal dan ketegangan-ketegangan
dapat diatasi atau hampir tidak di temui.
Begitu
juga halnya dalam lingkungan sekolah. Sekolah akan bisa mewujudkan visi dan
misinya jika sekolah tersebut dalam keadaan stabil, tidak terjadi ketegangan
atau pertingkaian-pertingkaian yang dapat menghambat proses pembelajaran.
Tidak
lancarnya komunikasi atar komponen di lingkungan sekolah dapat menyebabkan
kesalahpahaman dan kecurigaan antar berbagai pihak, misalnya antara kepala
sekolah dengan guru, kepala sekolah dengan karyawan, atau bahkan pihak sekolah
dengan siswa. Jadi ini sampai terjadi tentu saja proses pembelajaran tidak akan
dapat terjadi semestinya. Contohnya, disebuah sekolah siswa diwajibkan memakai
baju batik setiap hari rabu dan wajib memesan kepada pihak sekolah dengan
membayarkan kepada bendahara sekolah. Jika tidak adanya keterbukaan antara
pihak sekolah dengan siswa, hal ini bisa menimbulkan kecurigaan meskipun
pembayaran yang diminta itu tidak seberapa. Kecurigaan yang bekerlanjutan, juga
bisa menjadi pemicu demonstrasi siswa terhadap sekolah, seperti yang sering
terjadi ahir-akhir ini. Dan jika telah terjadi demonstrassi, tentu proses
pembelajaran tidak dapat diadakan. Sehingga waktu terbuang sia-sia.
Selain
itu keterbukaan antara kepala sekolah dengan guru juga penting. Karena hal ini
juga menyangkut perkembangan peserta didik. Misalnya saja ada sebuah masalah
dalam lingkungan sekolah tersebut akibat kelalaian seorang guru, dan ia
melaporkan kepada kepala sekolah. Seharusnya kepala sekolah tidak boleh
langsung marah atau menghukum guru tersebut, tetapi menanyakan kenapa bisa
terjadi, lalu dicari penyelesaiannya secara bersama-sama. Suatu masalah bila
dipecahkan secara bersama, tentu akan terasa lebih mudah dan kekeluargaan dalam
sekolah tersebut dapat tercipta. Kepala sekolah juga bisa memenuhi kebutuhan
siswa-siswanya dan staf pengajar yang meliputi hal-hal yang mendukung proses
pembelajaran. misalnya, pembangunan laboratorium, pemenuhan alat-alat olahraga,
alat-alat kesenian ataupun buku-buku penunjang pembelajaran. Sehingga
potensi-potensi yang dimiliki siswa bisa di kembangkan secara maksimal dan
tujuan pendidikan tercapai secara optimal.
Selain
masalah-masalah dapat dengan cepat teratasi, kepala sekolah juga bisa dengan
cepat mengukur kompetensi sekolahnya untuk kemudian dikembangkan.
Haney
(1973) menemukan bahwa semakin tinggi kepercayaan cenderung motivasi kerja juga
tinggi. Jika bawahan merasa bahwa atasan mereka tidak percaya kepada mereka,
mereka akan merespon dengan sedikit kebencian dan kurang kerelaan.
Jika
hal ini terjadi tentu saja sangat berdampak pada proses pembelajaran. Disitu
lah letak pentingnya keterbukaan dan kepercayaan.
2.
Hubungan
Interpersonal yang Efektif
Menurut
Roger hubungan interpersonal akan terjadi secara efektif apabila kedua pihak
memenuhi kondisi berikut :
1. Bertemu
satu sama lain.
2. Empati
secara tepat terhadap pribadi yang lain dan berkomunikasi yang dapat dipahami
satu sama lain secara berarti.
3. Menghargai
satu sama lain, bersifat positif dan wajar tanpa menilai atau keberatan.
4. Menghayati
pengalaman satu sama lain dengan sungguh-sungguh, bersikap menerima dan empati
satu sama lain.
5. Merasa
bahwa saling menjaga keterbukaan dan iklim yang mendukung dan mengurangi
kecendrungan gangguan arti.
6. Memperlihatkan
tingkah laku yang percaya penuh dan memperkuat perasaan aman terhadap orang
lain.
Pace
dan Boren (1973) mengusulkan cara-cara untuk menyempurnakan hubungan
interpersonal. Hubungan interpersonal cenderung menjadi sempurna bila kedua
pihak mengenal standar berikut :
a. Mengembangkan
suatu pertemuan personal yang langsung satu sama lain mengkomunikasika perasaan
secara langsung.
b. Mengkomunikasikan
suatu pemahaman empati secara tepat dengan pribadi orang lain melalui
keterbukaan diri.
c. Mengkomunikasikan
suatu kehangatan, pemahaman yang positif mengenai orang lain dengan gaya
mendengarkan dan berespon.
d. Mengkomunikasikan
keaslian dan penerimaan satu sama lain dengan ekspresi penerimaan secara verbal
dan nonverbal.
e. Berkomunikasi
dengan ramah tamah, wajar,menghargai secara positif satu sama lain melalui
respon yang tidak bersifat menilai.
f. Mengkomunikasikan
satu keterbukaan dan iklim yang mendukung melalui konfrontasiyang bersifat
membangun.
g. Berkomunikasi
untuk menciptakan kesamaan arti dan memberikan respon yang relevan.
Pada pernyataan dan preposisi di atas
terdapat satu kesamaan iklim yang mendukung harus ada agar hubungan
interpersonal dapat dijaga dan disempurnakan. Lingkungan yang mendukung dalam
lingkungan sekolah maksudnya, kepala sekolah mendukung, ramah tamah, bersifat
membantu, baik dan tegas, tidak pernah mengancam, memperhatikan sungguh-sungguh
keadaan guru, karyawan beserta siswanya, dan berusaha keras melayani perhatian
yang baik dari guru, karyawan beserta siswanya, menunjukkan kepercayaan dan
memotivasi.
3.
Kerangka
Acuan
Lepas
dari kenyataan bahwa komunikasi antar orang dalam organisasi dapat dipengaruhi
karena ditahannya atau dikacaukannya informasi, atau bisa juga informasi yang
disampaikan seringkali baru sebagian atau tidak lengkap, sehingga masih memberi
kemungkinan informasi itu akan menjadi berat sebelah atau dibesar-besarkan.
Cara
yang paling mudah untuk merumuskan kerangka acuan adalah denga menganggapnya
sebagai latar belakang suatu pendapat yang digunakan untuk pengambilan
keputusan sehari-hari dan sebagian besar didasarkan pada pengalaman pribadi.
Secara
ideal dapat diharapkan agar atasan dapat menyampingkan masalahnya dan melihat
masing-masing masalah bawahan sacara objektif.
4.
Jarak
Kognitif
Osgood
dan rekannya banyak melakukan penelitian didalam menentukan cara mengukur
tingkat kesamaan antara kerangka acuan dari dua orang.
Dalam
suatu penelitiab yang meliputi 300 orang Turki, seorang ahli sosiologi, Lerner,
menyatakan bahwaberdasarkan persamaan kerangka acuan mereka subyek-subyek
penelitiannya dapat digolong-golongkan dalam jenis modern, peralihan dan
tradisional. Penggolongan jenis ini ternyata merupakan peramal yang lenih baik
akan pendapat para subyek daripada patokan seperti status, penghuni daerah
pinggiran kota, dan sebagainya.
Prof.
Maier mendapatkan suatu penjelasan atas hasil-hasil ketika ia mengakhiri sebuah
penelitian lainya lagi :
Perlu dicatat bahwa kurangnya
informasi dari para bawahan mereka tidak menghambat para atasan mendapat
gambaran mengenai kesulitan para bawahannya. Tidak seorang atasanpun enggan berbicaramengenai
hal ini. Para atasan
5.
Empati
Argyris
menulis mengenai kemampuan mempertemukan jurang kognitif sebagai salah satu kemampuan
dasar manusia (empati, kecerdasan dan keterampilan melakukan sesuatu).
Berhasilnya
penyampaian suatu informasi dipengaruhi oleh kesediaan mendengar. Hanya dengan
mendengra seseorang, seorang komunikator aka dapatmeramalkan dan berantisipasi
terhadap keadaan psikologis intern oran lain.
Para
ahli teori keorganisasian, Deanborn dan Simon, telah menunjukkan pengaruh
identifikasi depertemental ketika sekelompok pemimpin dari berbagai departemen
diminta membaca suatu kasus dan mengenali masalah yang paling banyak
hubungannya dengan pekerjaan mereka. Jadi, para wiraniaga menyebut peningkatan
pemasaran sebagai pemecahan masalah, sedangkan pejabat personalia menunjukkan
bahwa hubungan manusialah yan merupakan masalah pokok.
Masalah
ini pada umumnya dapat ditimbulkan kepala sekolah yang tidak mengetahui
halangan komunikasi dan gagal memanfaatkan sebaik mungkin saluran komunikasi,
terutama kegagalan mendengar apa yang hendak disampaikan guru, karyawan maupun
sisiwanya.
Rodgers
dan Roethlisberger (184:87) berpendapat
banyak orang cenderung mengelakkan usaha memahami orang lain karena :
a. Dengan memahaminya, pendirian si
pendengar sendiri akan dapat berubah.
b. Mendengar orang lain dengan
seksama dapat mempertinggi emosi, akan sulit diatasi, terutama jika kerangka acuan
pembicara jauh berbeda dengan kerangka acuan pendengar.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Simpulan
yang dapat diambil dari Upaya Meningkatkan Komunikasi Organisasi dalam
lingkungan kantor adalah sebagai berikut :
1.
Komunikasi intrapersonal yaitu komunikasi
yang terjadi dalam diri sendiri.
2.
Komunikasi intrapersonal sangat
dibutuhkan dalam lingkungan kantor, karena dengan komunikasi organisasi
tersebut bisa berkembang dan hubungan antarpersonal juga berjalan lancar, dan
tujuan organisasi dapat tercapai secara optimal.
3.
Empati, kepercayaan, keterbukaan dan
kerangka acuan dapat meningkatkan komunikasi antar idividu dalam lingkungan
kantor.
B.
Saran
Sesuai
dengan hasil penulisan, adapun rekomendasi yang penulis sarankan, adalah
sebagai berikut :
1.
Hendaknya berbagai pihak yang terkait
dalam organisasi lebih memperhatikan komunikasi yang terjadi antar komponen
organisasi.
2.
Bagi pemimpin dimasa akan datang,
hendaknya persiapkan kemampuan dalam berkomunikasi, agar mudah dalam
menyampaikan informasi terhadap bawahannya.
DAFTAR
PUSTAKA
Abizar. 2008. Interaksi Komunikasi dan Pendidikan. Padang : UNP Press
Cangara, Hafied. 2008. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta :
Raja Grafindo
Lilico, T.M. 1984. Komunikasi Manajemen. Jakarta : Erlangga
Moekijat. 1989. Administrasi Perkantoran.Bandung :
Mandar Maju
Muhammad, Arni. 1995. Komunikasi Organisasi. Jakarta : Bumi
Aksara
Nuraida Ida. 2008. Manajemen Administrasi Perkantoran.
Jakarta : Kanisius
Siagian, Sondang P. 2003. Sistem Informasi Manajeman. Jakarta :
Bumi Aksara
Sukoco. 2006. Manajemen
Administrasi Perkantoran Modern. Jakarta : Erlangga
The Liang Gie. 1979. Kamus administrasi perkantoran. Jakarta : Nur Cahaya
Yusup, Pawit M. 2009. Ilmu Informasi, Komunikasi dan Kepustakaan. Jakarta : Bumi Aksara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar