A.
Pengertian
Model Pembelajaran Kooperatif
Usaha-usaha guru dalam
membelajarkan siswa merupakan bagian yang sangat
penting dalam mencapai keberhasilan tujuan pembelajaran yang sudah direncanakan. Oleh karena itu pemilihan berbagai metode, strategi, pendekatan serta teknik pembelajaran merupakan suatu hal yang utama. Menurut Eggen dan Kauchak dalam Wardhani(2005), model pembelajaran adalah pedoman berupa program atau petunjuk strategi mengajar yang dirancang untuk mencapai suatu pembelajaran. Pedoman itu memuat tanggung jawab guru dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi kegiatan pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan guru adalah model pembelajaran kooperatif.
penting dalam mencapai keberhasilan tujuan pembelajaran yang sudah direncanakan. Oleh karena itu pemilihan berbagai metode, strategi, pendekatan serta teknik pembelajaran merupakan suatu hal yang utama. Menurut Eggen dan Kauchak dalam Wardhani(2005), model pembelajaran adalah pedoman berupa program atau petunjuk strategi mengajar yang dirancang untuk mencapai suatu pembelajaran. Pedoman itu memuat tanggung jawab guru dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi kegiatan pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan guru adalah model pembelajaran kooperatif.
Apakah model
pembelajaran kooperatif itu? Model pembelajaran kooperatif
merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok. Setiap siswa yang ada dalam kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang dan rendah) dan jika memungkinkan anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan jender. Model pembelajaran kooperatif mengutamakan kerja sama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Menurut Nur (2000), semua model pembelajaran ditandai dengan adanya struktur tugas, struktur tujuan dan struktur penghargaan. Struktur tugas, struktur tujuan dan struktur penghargaan pada model pembelajaran kooperatif berbeda dengan struktur tugas, struktur tujuan serta struktur penghargaan model pembelajaran yang lain.
Tujuan model pembelajaran kooperatif adalah hasil belajar akademik siswa meningkat dan siswa dapat menerima berbagai keragaman dari temannya, serta pengembangan keterampilan sosial.
Tujuan penting lain dari pembelajaran kooperatif
adalah untuk mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi.
Keterampilan ini amat penting untuk dimiliki di dalam masyarakat di mana banyak
kerja orang dewasa sebagian besar dilakukan dalam organisasi yang saling
bergantungan satu sama lain dan di mana masyarakat secara budaya semakin
beragam (Ibrahim, dkk, 2000 : 9).
Sedangkan menurut Linda Lungren
(1994 : 120) dalam (Ibrahim, dkk. 2000 : 18) ada beberapa manfaat pembelajaran
kooperatif bagi siswa dengan prestasi belajar yang
rendah, yaitu:
1.
Meningkatkan pencurahan waktu pada tugas
2.
Rasa harga diri menjadi lebih tinggi
3.
Memperbaiki sikap terhadap IPA dan sekolah
4.
Memperbaiki kehadiran
5.
Angka putus sekolah menjadi rendah
6.
Penerimaan terhadap perbedaan individu menjadi lebih
besar
7.
Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil
8.
Konflik antar pribadi berkurang
9.
Sikap apatis berkurang
10. Pemahaman
yang lebih mendalam
11. Motivasi lebih
besar
12. Hasil
belajar lebih tinggi
13. Retensi
lebih lama
14. Meningkatkan
kebaikan budi, kepekaan dan toleransi
Jadi, pembelajaran kooperatif
mencerminkan pandangan bahwa manusia belajar dari pengalaman mereka dan
partisipasi aktif dalam kelompok kecil membantu siswa belajar keterampilan
sosial yang penting, sementara itu secara bersamaan mengembangkan sikap demokrasi
dan keterampilan berpikir logis.
B.
Prinsip
Dasar Dan Ciri-Ciri Model Pembelajaran Kooperatif
Menurut Nur (2000),
prinsip dasar dalam pembelajaran kooperatif sebagai berikut:
1. Setiap
anggota kelompok (siswa) bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dikerjakan
dalam kelompoknya.
2. Setiap
anggota kelompok (siswa) harus mengetahui bahwa semua anggota
3. kelompok
mempunyai tujuan yang sama.
4. Setiap
anggota kelompok (siswa) harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama
diantara anggota kelompoknya.
5. Setiap
anggota kelompok (siswa) akan dikenai evaluasi.
6. Setiap
anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan
untuk belajar bersama selama proses belajarnya.
7. Setiap
anggota kelompok (siswa) akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual
materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Sedangkan
ciri-ciri model pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut :
1. Siswa
dalam kelompok secara kooperatif menyelesaikan materi belajar sesuai kompetensi
dasar yang akan dicapai.
2. Kelompok
dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan yang berbeda-beda, baik tingkat
kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Jika mungkin anggota kelompok berasal dari
ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan jender.
3. Penghargaan
lebih menekankan pada kelompok dari pada masing-masing individu.
Dalam
pembelajaran kooperatif dikembangkan diskusi dan komunikasi dengan tujuan agar
siswa saling berbagi kemampuan, saling belajar berpikir kritis, saling
menyampaikan pendapat, saling memberi kesempatan menyalurkan kemampuan, saling
membantu belajar, saling menilai kemampuan dan peranan diri sendiri maupun
teman lain.
C.
Karakteristik Pembelajaran Kooperatif
Tiga konsep sentral yang menjadi karakteristik
pembelajaran kooperatif sebagaimana dikemukakan oleh Slavin (1995), yaitu
penghargaan kelompok, pertanggungjawaban individu, dan kesempatan yang sama
untuk berhasil.
1.
Penghargaan kelompok
Pembejaran
kooperatif menggunakan tujuan-tujuan kelompok untuk mperoleh penghargaan
kelompok. Penghargaan kelompok diperoleh jika kelompok mencapai skor di atas
kriteria yang ditentukan. Keberhasilan kelompok didasarkan pada penampilan
individu sebagai anggota kelompok dalam menciptakan hubungan antar personal
yang saling mendukung, saling membantu, dan saling peduli.
2. Pertanggungjawaban individu
Keberhasilan
kelompok tergantung dari pembelajaran individu dari semua anggota kelompok.
Pertanggungjawaban tersebut menitikberatkan pada aktivitas anggota kelompok
yang saling membantu dalam belajar. Adanya pertanggungjawaban secara individu
juga menjadikan setiap anggota siap untuk menghadapi tes dan tugas-tugas
lainnya secara mandiri tanpa bantuan teman sekelompoknya.
3.
Kesempatan yang sama untuk
mencapai keberhasilan
Pembelajaran
kooperatif menggunakan metode skoring yang mencakup nilai perkembangan
berdasarkan peningkatan prestasi yang diperoleh siswa dari yang terdahulu.
Dengan menggunakan metode skoring ini setiap siswa baik yang berprestasi
rendah, sedang, atau tinggi sama-sama memperoleh kesempatan untuk berhasil dan
melakukan yang terbaik bagi kelompoknya
D.
Elemen-elemen pembelajaran kooperatif
Sedangkan elemen-elemen pendukung dalam pembelajaran
kooperatif yaitu:
1.
Positive
Interdependence (Saling Ketergantungan yang
Positif)
Siswa harus
mempunyai persepsi bahwa mereka harus bekerjasama untuk mencapai tujuan
kelompok. Tujuan kelompok di dapatkan jika semua anggota kelompok sudah
mencapai tujuannya. Dalam satu kelompok, bisa saja terdapat siswa yang tingkat
pemahamannya lebih tinggi atau lebih rendah. Oleh sebab itu antar anggota
kelompok harus saling membantu dalam memahami konsep, diskusi, menjelaskan
bagaimana cara menyelesaikan tugas, dan sebagainya. Anggota kelompok harus
memastikan bahwa semua anggota kelompok telah memahami materi dengan baik.
2.
Face
to Face Interaction (Interaksi Berhadap-hadapan)
Interaksi
semacam ini terjadi ketika siswa menjelaskan suatu materi kepada siswa yang
lain, ketika berdiskusi atau ketika mengajarkan suatu pengetahuan kepada
seluruh anggota kelas.
3.
Individual
Accoutability (Pertanggungjawaban Individu)
Semua anggota
kelompok harus mempunyai kemampuan menanggapi suatu masalah dan mengembangkan
ide-ide untuk keberhasilan kelompok. Individual accoutability dapat dilihat
saat diadakan penilaian masing-masing siswa dan hasilnya dikembalikan ke
kelompok. Anggota kelompok harus tau siapa yang membutuhkan bimbingan lebih
dalam menyelesaikan tugas. Penting pula diketahui bahwa setiap siswa tidak bisa
selamanya tergantung pada kelompok. Setiap siswa harus bertanggungjawab atas
penugasan materi atas mereka sendiri. Dengan demikian, mereka juga berusaha
memahami betul materi-materi yang ditugaskan. Cara yang umum untuk membentuk
tanggungjawab individu adalah dengan memberikan tes secara individual kepada
masing-masing siswa menunjuk salah satu anggota kelompok secara acak untuk mempresentasikan
suatu materiii kepada teman-temannya.
4.
Collaborative
Skill (Kemampuan Kerjasama)
Untuk bisa
bekerjasama dengan produktif, diperlukan unsur-unsur kepemimpinan, pengambilan
keputusan, membangun kepercayaan, komunikasi, dan manajemen konflik. Cooperative learning tidak bisa
berfungsi dengan efektif jika siswa tidak mempunyai dan mengunakan unsur-unsur collaborative skill di atas. Beberapa
siswa mempunyai kekurangan dalam keterampilan sosial, dalam hal ini guru harus
menjelaskan dasar-dasar keterampilan sosial sebelum pelajaran dimulai.
5.
Group
Processing (Proses Kelompok)
Siswa harus
mengevaluasi efektifitas kelompok mereka saat kerja kelompok. Kelompok perlu
mempertahankan keberhasilan dan mampu memperbaiki kekurangannya. Hal ini akan
menolong siswa untuk memecahkan masalah dan mengetahui petingnya keterampilan
kooperatif.
E.
Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif juga harus didukung oleh
langkah-langkah dan keterampilan yang melengkapinya. Langkah utama dalam
pembelajaran kooperatif menurut Arends (dalam Karuru 2001) ada enam fase.
Keenam fase pembelajaran kooperatif dirangkum pada Tabel 2.1 berikut ini:
Fase
|
Tingkah laku guru
|
Fase-1
Menyampaikan tujuan dan motivasi
|
Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin
dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.
|
Fase-2
Menyajikan informasi
|
Guru menyampaikan informasi pada siswa dengan jalan
demonstrasi atau lewat bahan bacaan.
|
Fase-3
Mengorganisasikan siswa kedalam kelompok-kelompok
belajar
|
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya
membentuk kelompok-kelompok belajar dan membentu setiap kelompok agar
melakukan transisi secara efisien.
|
Fase-4
Membimbing kelompok bekerja dan belajar
|
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat
mereka mengerjakan tugas mereka.
|
Fase-5
Evaluasi
|
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang
telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
|
Fase-6
Memberikan penghargaan
|
Guru mencari cara menghargai baik upaya maupun hasil
belajar individu maupun kelompok
|
F.
Jenis-Jenis Model Pembelajaran Kooperatif
1. Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
a. Pengertian
Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Pembelajaran kooperatif
tipe Student Team Achievement Division (STAD) yang dikembangkan oleh Robert
Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkin (dalam Slavin, 1995)
merupakan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan
pembelajaran kooperatif yang cocok digunakan oleh guru yang baru mulai
menggunakan pembelajaran kooperatif.
Student Team
Achievement Divisions (STAD) adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif
yang paling sederhana. Siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan empat
orang yang merupakan campuran menurut tingkat kinerjanya, jenis kelamin dan
suku. Guru menyajikan pelajaran kemudian siswa bekerja dalam tim untuk
memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut.
Akhirnya seluruh siswa dikenai kuis tentang materi itu dengan catatan, saat
kuis mereka tidak boleh saling membantu. Tipe pembelajaran inilah yang akan
diterapkan dalam pembelajaran matematika.
Model Pembelajaran
Koperatif tipe STAD merupakan pendekatan Cooperative Learning yang menekankan
pada aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling
membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal.
Guru yang menggunakan STAD mengajukan informasi akademik baru kepada siswa
setiap minggu mengunakan presentasi Verbal atau teks.
b. Tahap
Pelaksanaan Pembelajaran Model STAD.
1) Persiapan
materi dan penerapan siswa dalam kelompok
Sebelum menyajikan guru
harus mempersiapkan lembar kegiatan dan lembar jawaban yang akan dipelajarai
siswa dalam kelompok-kelomok kooperatif. Kemudian menetapkan siswa dalam
kelompok heterogen dengan jumlah maksimal 4 - 6 orang, aturan heterogenitas
dapat berdasarkan pada :
(a) Kemampuan
akademik (pandai, sedang dan rendah)
Yang didapat dari hasil
akademik (skor awal) sebelumnya. Perlu diingat pembagian itu harus
diseimbangkan sehingga setiap kelompok terdiri dari siswa dengan siswa dengan
tingkat prestasi seimbang.
(b) Jenis
kelamin, latar belakang sosial, kesenangan bawaan/sifat (pendiam dan aktif),
dll.
2) Penyajian
Materi Pelajaran
(a) Pendahuluan
Di sini perlu
ditekankan apa yang akan dipelajari siswa dalam kelompok dan menginformasikan
hal yang penting untuk memotivasi rasa ingin tahu siswa tentang konsep-konsep
yang akan mereka pelajari. Materi pelajaran dipresentasikan oleh guru dengan
menggunakan metode pembelajaran. Siswa mengikuti presentasi guru dengan seksama
sebagai persiapan untuk mengikuti tes berikutnya
(b) Pengembangan
Dilakukan pengembangan
materi yang sesuai yang akan dipelajari siswa dalam kelompok. Di sini siswa
belajar untuk memahami makna bukan hafalan. Pertanyaan-peranyaan diberikan
penjelasan tentang benar atau salah. Jika siswa telah memahami konsep maka
dapat beralih kekonsep lain.
(c) Praktek
terkendali
Praktek terkendali
dilakukan dalam menyajikan materi dengan cara menyuruh siswa mengerjakan soal,
memanggil siswa secara acak untuk menjawab atau menyelesaikan masalah agar
siswa selalu siap dan dalam memberikan tugas jangan menyita waktu lama.
(d) Kegiatan
kelompok
Guru membagikan LKS kepada
setiap kelompok sebagai bahan yang akan dipelajari siswa. Isi dari LKS selain
materi pelajaran juga digunakan untuk melatih kooperatif. Guru memberi bantuan
dengan memperjelas perintah, mengulang konsep dan menjawab pertanyaan. Dalam
kegiatan kelompok ini, para siswa bersama-sama mendiskusikan masalah yang
dihadapi, membandingkan jawaban, atau memperbaiki miskonsepsi. Kelompok
diharapkan bekerja sama dengan sebaik-baiknya dan saling membantu dalam
memahami materi pelajaran.
(e) Evaluasi
Dilakukan selama 45 -
60 menit secara mandiri untuk menunjukkan apa yang telah siswa pelajari selama
bekerja dalam kelompok. Setelah kegiatan presentasi guru dan kegiatan kelompok,
siswa diberikan tes secara individual. Dalam menjawab tes, siswa tidak
diperkenankan saling membantu. Hasil evaluasi digunakan sebagai nilai
perkembangan individu dan disumbangkan sebagai nilai perkembangan kelompok.
(f) Penghargaan
kelompok
Setiap anggota kelompok
diharapkan mencapai skor tes yang tinggi karena skor ini akan memberikan
kontribusi terhadap peningkatan skor rata-rata kelompok. Dari hasil nilai
perkembangan, maka penghargaan pada prestasi kelompok diberikan dalam tingkatan
penghargaan seperti kelompok baik, hebat dan super.
(g) Perhitungan
ulang skor awal dan pengubahan kelompok
Satu periode penilaian
(3 – 4 minggu) dilakukan perhitungan ulang skor evaluasi sebagai skor awal
siswa yang baru. Kemudian dilakukan perubahan kelompok agar siswa dapat bekerja
dengan teman yang lain.
(c) Materi
Matematika yang Relevan dengan STAD.
Materi-materi
matematika yang relevan dengan pembelajaran kooperatif tipe Student Team
Achievement Divisions (STAD) adalah materi-materi yang hanya untuk memahami
fakta-fakta, konsep-konsep dasar dan tidak memerlukan penalaran yang tinggidan
juga hapalan, misalnya bilangan bulat, himpunan-himpunan, bilangan jam, dll.
Dengan penyajian materi yang tepat dan menarik bagi siswa, seperti halnya
pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat memaksimalkan proses pembelajaran
sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
(d) Keunggulan
Model Pembelajaran Tipe STAD
Keunggulan
dari metode pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah adanya kerja sama dalam
kelompok dan dalam menentukan keberhasilan kelompok ter tergantung keberhasilan
individu, sehingga setiap anggota kelompok tidak bisa menggantungkan pada
anggota yang lain. Pembelajaran kooperatif tipe STAD menekankan pada aktivitas
dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi saling membantu dalam
menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal.
2.
Pembelajaran Kooperatif Tipe
Jigsaw
Jigsaw telah dikembangkan
dan diuji coba oleh Elliot Aronson dkk di Universitas Texas dan kemudian
diadaptasi oleh Slaven dkk di Universitas Jhon Hopkins.
Dalam terapan tipe
jigsaw, siswa dibagi menjadi berkelompok dengan lima atau enam anggota
kelompok belajar heterogen.
Materi pelajaran diberikan pada siswa dalam bentuk teks. Setiap anggota
bertanggungjawab untuk mempelajari bagian tertentu bahan yang diberikan.
Anggota dari kelompok yang lain mendapat tugas topik yang sama berkumpul dan
berdiskusi tentang topik tersebut. Kelompok ini disebut dengan kelompok ahli
(Ibrahim, dkk. 2000 : 52).
Langkah-langkah model jigsaw dibagi menjadi enam
tahapan, yaitu :
·
Menyampaikan tujuan belajar dan membangkitkan motivasi
·
Menyajikan informasi kepada siswa dengan demonstrasi disertai
penjelasan verbal, buku teks, atau bentuk lain
·
Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok belajar
·
Mengelola dan membantu siswa dalam belajar kelompok
dan kerja di tempat duduk masing-masin
·
Mengetes penguasaan kelompok atas bahan ajar
·
Pemberian penghargaan atau pengakuan terhadap hasil
belajar siswa (Nurhadi dan Agus Gerrard, 2003 : 40)
Berdasarkan pendapat di atas dapat
dijelaskan bahwa :
a.
Menyiapkan tujuan belajar dan membangkitkan motivasi,
Beberapa
aspek dari tujuan dan motivasi siswa tidak
berbeda untuk pembelajaran model jigsaw.
Guru yang berhasil memulai pelajaran dengan menelaah ulang, menjelaskan tujuan
mereka dengan bahasa yang mudah dipahami, dengan menunjukkan bagaimana
pelajaran itu terkait dengan pelajaran sebelumnya.
b.
Menyajikan informasi kepada siswa dengan demonstrasi
disertai penjelasan verbal, buku
teks atau bentuk-bentuk lain,
Menyajikan informasi verbal secara jelas kepada
siswa dan memberikan petunjuk bagaimana melakukannya. Petunjuk itu tidak akan
diulang di sini. Bagaimanapun juga, penting untuk menggarisbawahi suatu
perhatian singkat tentang penggunaan buku teks.
c.
Pemberian penghargaan atau pengakuan terhadap
hasil belajar siswa
Dalam pembelajaran kooperatif, guru harus
hati-hati dengan cara menilai yang diterapkan di luar sistem penilaian mingguan
yang baru diuraikan di atas. Konsisten dengan konsep struktur penghargaan
kooperatif adalah penting bagi guru untuk menghargai hasil kelompok dua-duanya
hasil akhir dan perilaku kooperatif yang menghasilkan suatu solusi dilema ini
dengan memberikan dua evaluasi bagi siswa, satu untuk upaya kelompok dan satu
untuk setiap sumbangan seseorang individu.
Dalam pelaksanaannya, pembelajaran kooperatif tipe jigsaw
memiliki kelebihan dan kekurangan, di antara kelebihannya, yaitu:
·
Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk
bekerjasama dengan siswa lain
·
Siswa dapat menguasai pelajaran yang disampaikan
·
Setiap anggota siswa berhak menjadi ahli dalam
kelompoknya
·
Dalam proses belajar mengajar siswa saling
ketergantungan positif
·
Setiap siswa dapat saling mengisi satu sama lain
(Ibrahim, dkk. 2000 : 70).
Sedangkan kekurangannya, yaitu :
·
Membutuhkan waktu yang lama
·
Siswa cenderung tidak mau apabila disatukan dengan
temannya yang kurang pandai apabila ia sendiri yang pandai dan yang kurang
pandaipun merasa minder apabila digabungkan dengan temannya yang pandai
walaupun lama kelamaan perasaan itu akan hilang dengan sendirinya (Ibrahim,
2000 : 71).
3.
TAI (Team Assisted Individualization atau Team Accelerated Instruction)
Tipe model pembelajaran kooperatif yang satu ini sebenarnya adalah
penggabungan dari pembelajaran kooperatif dengan pembelajaran individual. Pada model pembelajaran kooperatif tipe TAI, siswa
mengikuti tingkatan yang bersifat individual berdasarkan tes penempatan, dan
kemudian dapat maju ke tahapan selanjutnya berdasarkan tingkat kecepatannya
belajar. Jadi, setiap anggota kelompok sebenarnya belajar unit-unit materi
pelajaran yang berbeda. Rekan sekelompok akan memeriksa hasil pekerjaan rekan
sekelompok lainnya dan memberikan bantuan jika diperlukan. Tes kemudian
diberikan diakhir unit tanpa bantuan teman sekelompoknya dan diberikan skor.
Lalu setiap minggu guru akan menjumlahkan total unit materi yang diselesaikan
suatu kelompok dan memberikan sertifikat atau penghargaan bila mereka berhasil
melampaui kriteria yang telah ditetapkan, dan beberapa poin tambahan untuk
kelompok yang anggotanya mendapat nilai sempurna. Kelebihan model pembelajaran
kooperatif tipe TAI ini adalah karena siswa bertanggungjawab untuk memeriksa
pekerjaan rekannya yang lain, maka guru mempunyai waktu yang lebih banyak untuk
membantu kelompok-kelompok kecil yang menemuai banyak hambatan dalam belajar
yang merupakan kumpulan dari anggota-anggota kelompok yang berada pada
tingkatan unit materi pelajaran yang sama. Banyak penelitian melaporkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TAI ini sangat efektif
untuk digunakan dalam pembelajaran.
4. Jigsaw II
Tipe model pembelajaran kooperatif yang satu ini
adalah modifikasi dari tipe Jigsaw. Jigsaw II dikembangkan oleh Robert Slavin
pada tahun 1980 di mana semua anggota kelompok asal mempelajari satu topik yang
sama, hanya saja masing-masing anggota difokuskan untuk mendalami bagian-bagian
tertentu dari topik itu. Setiap anggota kelompok asal harus menjadi ahli dalam
bagian topik yang mereka dalami. Seperti Jigsaw, di tipe Jigsaw II ini mereka
juga harus mengajarkan keahliannya pada anggota kelompok asalnya yang lain
secara bergantian.
5.
Reverse
Jigsaw (Kebalikan Jigsaw)
Tipe model pembelajaran kooperatif ini dikembangkan
oleh Timothy Hedeen (2003). Perbedaanya dengan tipe Jigsaw adalah, bila pada
model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw anggota kelompok ahli hanya
mengajarkan keahliannya kepada anggota kelompok asal, maka pada model
pembelajaran kooperatif reverse jigsaw ini, siswa-siswa dari kelompok ahli
mengajarkan keahlian mereka (materi yang mereka pelajari atau dalami) kepada
seluruh kelas.
6.
NHT (Numbered Heads Together) – Kepala Bernomor Bersama
Pada modelpembelajaran kooperatif tipe NHT, minta siswa untuk menomori diri
mereka masing dalam kelompoknya mulai dari 1 hingga 4. Ajukan sebuah pertanyaan
dan beri batasan waktu tertentu untuk menjawabnya. Siswa yang mengangkat tangan
jika bisa menjawa pertanyaan guru tersebut. Guru menyebut suatu angka (antara 1
sampai 4) dan meminta seluruh siswa dari semua kelompok dengan nomor tersebut
menjawab pertanyaan tadi. Guru menandai siswa-siswa yang menjawab benar dan
memperkaya pemahaman siswa tentang jawaban pertanyaan itu melalui diskusi.
7.
TGT (Team Game Tournament)
Model pembelajaran kooperatif tipe TGT mirip dengan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD, tetapi bedanya hanya pada kuis yang digantikan dengan
turnamen mingguan (Slavin, 1994). Pada model pembelajaran kooperatif ini,
siswa-siswa saling berkompetisi dengan siswa dari kelompok lain agar dapat
memberikan kontribusi poin bagi kelompoknya. Suatu prosedur tertentu digunakan
untuk membuat permainan atau turnamen berjalan secara adil. Penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif
tipe TGT terbukti efektif meningkatkan hasil belajar siswa.
8.
Three-Step
Interview (Wawancara Tiga Langkah)
Pada model pembelajaran kooperatif tipe three-step interview (disebut juga three problem-solving) dilakukan 3 langkah untuk memecahkan
masalah. Pada langkah pertama guru menyampaikan isu yang dapat memunculkan
beragam opini, kemudian mengajukan beberapa pertanyaan-pertanyaan kepada
seluruh siswa di kelas. Langkah kedua, siswa secara berpasangan bermain peran
sebagai pewawancara dan orang yang diwawancarai. Kemudian, di langkah yang
ketiga, setelah wawancara pertama dilakukan maka pasangan bertukar peran:
pewawancara berperan sebagai orang yang diwawancarai dan sebaliknya orang yang
tadi mewawancarai menjadi orang yang diwawancarai. Setelah semua pasangan telah
bertukar peran, selanjutnya setiap pasangan dapat membagikan atau
mempresentasikan hasil wawancara mereka kepada seluruh kelas secara bergiliran.
Tipe model pembelajaran kooperatif ini (three-step
interview) ini efektif untuk mengajarkan siswa problem solving (pemecahan masalah).
9.
Three-Minute
Review (Reviu Tiga Langkah)
Model pembelajaran kooperatif tipe
three-step review efektif untuk digunakan saat guru berhenti pada
saat-saat tertentu selama sebuah diskusi atau presentasi berlangsung, dan
mengajak siswa mereviu apa yang telah mereka ungkapkan saat diskusi di dalam
kelompok mereka. Siswa-siswa dalam kelompok-kelompok itu dapat bertanya untuk
mengklarifikasi kepada anggota lainnya atau menjawab pertanyaan-pertanyaan dari
anggota lain. Misalnya setelah diskusi tentang proses-proses kompleks yang
terjadi di dalam tubuh manusia misalnya pencernaan makanan, siswa dapat
membentuk kelompok-kelompok dan mereviu proses diskusi dan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan untuk mengklarifikasi.
10.
GI (Group Investigasi)
Model pembelajaran kooperatif tipe group investigasi telah banyak dibahas
pada blog ptk dan model pembelajaran ini. Silakan baca tentang model
pembelajaran kooperatif group investigasi:
11.
Go Around (Berputar)
Model pembelajaran kooperatif tipe go
around sebenarnya adalah variasi dari model pembelajaran kooperatif tipe
group investigasi. Baca lebih lanjut tentang langkah-langkah pembelajaran model pembelajaran kooperatif
Go Around
12.
Reciprocal Teaching
(Pengajaran Timbal Balik)
Model pembelajaran kooperatif tipe reciprocal
teaching (pengajaran timbal balik) dikembangkan oleh Brown &
Paliscar (1982). Pengajaran timbal balik atau reciprocal teaching ini juga merupakan sebuah model pembelajaran
kooperatif yang meminta siswa untuk membentuk pasangan-pasangan saat berpartisipasi
dalam sebuah dialog (percakapan atau diskusi) mengenai sebuah teks (bahan
bacaan). Setiap anggota pasangan akanbergantian membaca teks dan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan, menerima dan memperoleh umpan balik (feedback). Model pembelajaran tipe reciprocal teaching ini memungkinkan
siswa untuk melatih dan menggunakan teknik-teknik metakognitif seperti
mengklarifikasi, bertanya, memprediksi, dan menyimpulkan. Model pembelajaran
kooperatif tipe reciprocal teaching ini dikembangkan atas dasar bahwa siswa
dapat belajar secara efektif dari siswa lainnya. Baca artikel yang lebih rinci
tentang model pembelajaran kooperatif tipe reciprocal teaching (pengajaran timbal balik).
13.
CIRC (Cooperative Integrated Reading Composition)
Model pembelajaran kooperatif tipe CIRC (cooperative integrated reading composition) adalah sebuah model
pembelajaran yang sengaja dirancang untuk mengembangkan kemampuan membaca,
menulis, dan keterampilan-keterampilan berbahasa lainnya baik pada jenjang
pendidikan tinggi maupun jenjang dasar. Pada tipe model pembelajaran kooperatif
yang satu ini siswa tidak hanya mendapat kesempatan belajar melalui presentasi
langsung oleh guru tentang keterampilan membaca dan menulis, tetapi juga teknik
menulis sebuah komposisi (naskah). CIRC dikembangkan untuk menyokong pendekatan
pembelajaran tradisional pada mata pelajaran bahasa yang disebut “kelompok
membaca berbasis keterampilan”. Pada model pembelajaran CIRC ini siswa
berpasang-pasangan di dalam kelompoknya. Ketika guru sedang membantu sebuah
kelompok-membaca (reading group), pasangan-pasangan saling mengajari satu sama
lain bagaimana “membaca-bermakna” dan keterampilan menulis melalui teknik
reciprocal (timbal balik). Mereka diminta untuk saling bantu untuk menunjukkan
aktivitas pengembangan keterampilan dasar berbahasa (misalnya membaca bersuara
(oral reading), menebak konteks bacaan, mengemukakan pertanyaan terkait bacaan,
menyimpulkan, meringkas, menulis sebuah komposisi berdasarkan sebuah cerita,
hingga merevisi sebuah komposisi). Setelah itu, buku kumpulan komposisi hasil
kelompok dipublikasikan pada akhir proses pembelajaran. Semua kelompok (tim)
kemudian diberikan penghargaan atas upaya mereka dalam belajar dan
menyelesaikan tugas membaca dan menulis.
14.
The Williams
Tipe model pembelajaran kooperatif The Williams mengajak siswa melakukan
kolaborasi untuk menjawab sebuah pertanyaan besar yang merupakan sebuah tujuan
pembelajaran. Pada model pembelajaran ini siswa dikelompok-kelompoknya secara
heterogen seperti pada tipe STAD. Kemudian setiap kelompok diberikan pertanyaan
yang berbeda-beda dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan kognitif yang
memungkinkan siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran tersebut.
15.
TPS (Think Pairs Share)
Model pembelajaran kooperatif tipe TPS (think pairs share) mulanya dikembangkan oleh Frank T. Lyman
(1981). Tipe model pembelajaran kooperatif ini memungkinkan setiap anggota
pasangan siswa untuk berkontemplasi terhadap sebuah pertanyaan yang diajukan.
Setelah diberikan waktu yang cukup mereka selanjutnya diminta untuk
mendiskusikan apa yang telah mereka pikirkan tadi (hasil kontemplasi) dengan
pasangannya masing-masing. Setelah diskusi dengan pasangan selesai, guru
kemudian mengumpulkan tanggapan atau jawaban atas pertanyaan yang telah
diajukan tersebut dari seluruh kelas.
16.
TPC (Think Pairs Check)
Model pembelajaran kooperatif tipe
think pairs-check adalah modifikasi dari tipe think pairs share, di mana penekanan pembelajaran ada pada saat
mereka diminta untuk saling cek jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan guru
saat berada dalam pasangan.
17.
TPW (Think Pairs Write)
Tipe model pembelajaran kooperatif TPW (Think Pairs Write) juga merupakan variasi dari model
pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think
Pairs Share). Penekanan model pembelajaran kooperatif tipe ini adalah
setelah mereka berpasangan, mereka diminta untuk menuliskan jawaban atau
tanggapan terhadappertanyaan yang telah diberikan oleh guru. Model pembelajaran
kooperatif tipe TPW ini sangat cocok untuk pelajaran menulis.
18.
Tea
Party (Pesta Minum Teh)
Pada model pembelajaran kooperatif tipe tea party, siswa membentuk dua
lingkaran konsentris atau dua barisan di mana siswa saling berhadapan satu sama
lain. Guru mengajukan sebuah pertanyaan (pada bidang mata pelajaran apa saja)
dan kemudian siswa mendiskusikan jawabannya dengan siswa yang berhadapanan
dengannya. Setelah satu menit, baris terluar atau lingkaran terluar bergerak
searah jarum jamsehingga akan berhadapan dengan pasangan yang baru. Guru
kemudian mengajukan pertanyaan kedua untuk mereka diskusikan. Langkah-langkah
seperti ini terus dilanjutkan hingga guru selesai mengajukan 5 atau lebih
pertanyaan untuk didiskusikan. Untuk sedikit variasi dapat pula siswa
diminta menuliskan pertanyaan-pertanyaan pada kartu-kartu untuk catatan nanti
bila diadakan tes.
19.
Write
Around (Menulis Berputar)
Model pembelajaran kooperatif tipe write
around ini cocok digunakan untuk menulis kreatif atau untuk menulis
simpulan. Pertama-tama guru memberikan sebuah kalimat pembuka (contohnya: Bila
kamu akan berulang tahun, maka kamu akan meminta hadiah berupa...). Mintalah
semua siswa dalam setiap kelompok untuk menyelesaikan kalimat tersebut.
Selanjutnya mereka ia menyerahkan kertas berisi tulisannya tersebut ke sebelah
kanan, dan membaca kertas lain yang mereka terima setelah diserahkan oleh
kelompok lain, kemudian menambahkan satu kalimat lagi. Setelah beberapa kali
putaran, maka akan diperoleh 4 buah cerita atau tulisan (bila di kelas dibentuk
4 kelompok). Selanjutnya beri waktu bagi mereka untuk membuat sebuah kesimpulan
dan atau mengedit bagian-bagian tertentu, kemudian membagi cerita atau simpulan
itu dengan seluruh kelas. Write around
adalah modifikasi dari model pembelajaran kooperatif go around.
20.
Round
Robin Brainstorming atau Rally Robin
Contoh pelaksanaan model pembelajaran kooperatif Round Robin Brainstorming
misalnya : berikan sebuah kategori (misalnya “nama-nama sungai di Indonesia)
untuk didiskusikan. Mintalah siswa bergantian untuk menyebutkan item-item yang
termasuk ke dalam kategori tersebut.
21.
LT (Learnig Together)
Orang yang pertama kali mengembangkan jenis model pembelajaran kooperatif
tipe Learning Together (Belajar
Bersama) ini adalah David johnson dan Roger Johnson di Universitas Minnesota
pada tahun 1999. Pada model pembelajaran kooperatif tipe Learning Together, siswa dibentuk
oleh 4 – 5 orang siswa yang heterogen untuk mengerjakan sebuah lembar tugas.
Setiap kelompok hanya diberikan satu lembar kerja. Mereka kemudian diberikan
pujian dan penghargaan berdasarkan hasil kerja kelompok. Pada model
pembelajaran Kooperatif dengan variasi seperti Learning Together ini, setiap kelompok diarahkan untuk melakukan
kegiatan-kegiatan untuk membangun kekompakan kelompok terlebih dahulu dan
diskusi tentang bagaimana sebaiknya mereka bekerjasama dalam kelompok.
22.
Student
Team Learning (STL - Kelompok Belajar Siswa)
Model pembelajaran kooperatif tipe student
team learning ini dikembangkan di John Hopkins University – Amerika
Serikat. Lebih dari separuh penelitian tentang pembelajaran kooperatif di sana
menggunakan student team learning.
Pada dasarnya model pembelajaran kooperatif yang satu ini sama saja dengan
model pembelajaran kooperatif yang lain yaitu adanya ide dasar bahwa siswa
harus bekerjasama dan turut bertanggungjawab terhadap pembelajaran siswa
lainnya yang merupakan anggota kelompoknya. Pada tipe STL ini penekanannya
adalah bahwa setiap kelompok harus belajar sebagai sebuah tim. Ada 3 konsep
sentral pada model pembelajaran kooperatif tipe STL ini, yaitu: (1) penghargaan
terhadap kelompok; (2) akuntabilitas individual; (3) kesempatan yang sama untuk
memperoleh kesuksesan. Pada sebuah kelas yang menerapkan model pembelajaran
ini, setiap kelompok dapat memperoleh penghargaan apabila mereka berhasil
melampaui ktiteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Akuntabilitas individual
bermakna bahwa kesuksesan sebuah kelompok bergantung pada pembelajaran yang dilakukan
oleh setiap individu anggotanya. Pada model pembelajaran tipe STL, setiap siswa
baik dari kelompok atas, menengah, atau bawah dapat memberikan kontribusi yang
sama bagi kesuksesan kelompoknya, karena skor mereka dihitung berdasarkan skor
peningkatan dari pembelajaran mereka sebelumnya.
23.
Two
Stay Two Stray
Model pembelajaran kooperatif two stay two stray ini sebenarnya dapat dibuat
variasinya, yaitu berkaitan dengan jumlah siswa yang tinggal di kelompoknya dan
yang berpencar ke kelompok lain. Misalnya: (1) one stay three stray (satu tinggal tiga
berpencar); dan (2) three stay one stray (tiga tinggal satu berpencar). Model
pembelajaran kooperatif tipe Two Stay
Two Stray dikembangkan pertama kali oleh Spencer Kagan (1990). Dengan struktur kelompok kooperatif seperti
tipe two stay two stray ini
dapat memberikan kesempatan kepada tiap kelompok untuk saling berbagi informasi
dengan kelompok-kelompok lain.
Demikian pembahasan mengenai tipe-tipe model pembelajaran kooperatif. Pada
artikel selanjutnya, blog ptk dan model pembelajaran akan menguraikan
lebih detail mengenai beberapa tipe model pembelajaran kooperatif yang belum
diulas pada artikel-artikel sebelumnya. Sampai jumpa.
tolong dong referensi nya disebutkan, biar lebih yakin. terima kasih
BalasHapusterima ksih atas masukannya dan telah mengunjungi blog ini...
BalasHapussmoga blog ini bisa lebih ke depannya.....
Bisa diberi info referensinya dari mana Mbak? Saya sangat memerlukan referensi terutama untuk model Learning Together, terimakasih :)
BalasHapustolong referensi bukunya dicantumkan, saya butuh referensi untuk model write around
BalasHapusmbak, boleh minta informasi buku referensinya gak? saya butuh yang model three step interview. makasih
BalasHapusmbak, boleh minta informasi buku referensinya gak? saya butuh yang model three step interview. makasih
BalasHapus